Minggu, 30 Januari 2022

Merakit Kata, Sebuah Proses Ketekunan



Menulis nyatanya tidak bisa dilakukan dengan tergesa-gesa. Apabila aktivitas menulis dikerjakan dengan cara seperti itu sudah pasti hasilnya kurang memuaskan. Penulis, atau atau bahkan pembaca akan menemukan banyak bagian yang kurang sempurna. Bisa jadi alur tulisan yang kurang “mengalir”, pemilihan diksi yang tidak tepat sampai dengan ketidakteraturan susunan tulisan.

Saya menggambarkan menulis itu bak membuat sebuah karya seni yang harus dilakukan dengan telaten. Seperti  sepasang burung yang membuat sarang di pohon asam jawa depan rumah. Mereka menganyam sehelai daun kering satu demi satu. Rumput garing dan ranting kecil juga disusun menjadi pola yang indah. Berhari-hari dengan telaten mereka membangun rumah impian yang mungil.

Sepasang “sejoli” itu tidak peduli dengan orang-orang yang berlalu-lalang di bawahnya. Dia tidak terganggu dengan deru kendaraan yang hilir-mudik sepanjang waktu. Meski sehari dapat beberapa anyaman saja, tapi, karena dilakukan terus-menerus, sarang yang diimpikan tinggal menunggu waktu untuk siap digunakan.

Seperti itulah seni menulis. Kata demi kata dirakit menjadi kumpulan kalimat yang bernakna. Menulis membutuhkan kesabaran dan kejernihan pikiran. Sering kali kita kesulitan menumpahkan ide di saat suasana riuhrendah. Karena menulis juga membutuhkan ketenangan. Dan yang lebih penting, menulis adalah sebuah proses ketekunan (ketelatenan).

Sopo telaten bakal panen, siapa yang tekun akan memperoleh hasil yang diinginkan. Tak penting berapa kalimat yang dapat kita tulis hari ini, asalkan kita melakukannya terus-menerus pasti akan lahir karya yang diharapkan. Selamat menulis dengan tekun…

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...