Senin, 10 Agustus 2020

Pucanglaban

Pucanglaban, nama yang sejak kecil sudah sering didengar. Namun baru beberapa hari yang lalu (Kamis, 6 Agustus 2020) bisa menginjakkan kaki di sana. Sebagai orang asli Kalidawir sebenarnya ini terdengar lucu atau terkesan aneh. Bagaimana bisa daerah yang secara letak geografis begitu dekat dengan desa kelahiran saya namun baru sekarang bisa berkunjung ke sana. Terhitung cukup banyak tempat yang sudah saya kunjungi, entah sudah mampir di berapa kota. Seperti lagunya Mas Didi Kempot “Sewu Kutho”, menjelajah dari ujung timur Nusantara sampai hampir ujung baratnya. Namun ternyata tempat yang jaraknya hanya belasan kilometer dari kampung kami justru terlewatkan selama ini. Ihwal yang menyadarkan diri bahwa, selama ini ternyata mainnya masih kurang jauh. Jangankan mengetahui ujung dunia, pojoknya Tulungagung saja masih belum tahu.

Jalur menuju Pucanglaban relatif mudah, hanya sedikit jalan berkelok di awal tanjakan memasuki wilayahnya. Dulu bila ada yang menyebut Pucanglaban, yang terbayang dalam angan saya adalah lokasi yang mirip wilayah Kalidawir ujung selatan (Sine dan sekitarnya). Daerah dataran tinggi yang yang medan dan jalur transportasinya begitu menantang adrenalin. Turun naik yang curam dan belokan-belokan tajam. Ternyata dalam kesempatan kunjungan kemarin saya belum menemukan jalur yang seperti itu, karena memang tujuan ke sana bukan sekadar jalan-jalan menjelajah seluruh pelosok wilayah Kecamatan Pucanglaban. 

Sisi paling menarik, ketika sempat berbincang-bincang sebentar dengan masyarakat di sana, ternyata kecamatan Pucanglaban memiliki kontur tanah yang subur, serta mata air yang tidak terlalu dalam dari permukaan tanah. Sawah mampu menghasilkan panen yang bagus karena ditunjang dengan irigasi yang baik. Hal yang membuat saya penasaran, dan segera browsing di internet, berapa ketinggian wilayah Kecamatan Pucanglaban. Hasilnya, ketinggian permukaan tanah Pucanglaban adalah 225 meter dpl (di atas permukaan laut). Mungkin (bila pemahaman saya tidak keliru) secara geografis wilayah Kecamatan Pucanglaban bisa di kelompokkan dalam area “plateau”, dataran tinggi yang puncaknya datar dan cukup luas, bergelombang dan berbukit-bukit, serta terletak pada ketinggian di atas 200 dpl yang terbentuk sebagai hasil erosi dan sedimentasi.

Mengunjungi tempat baru selalu membuka wawasan yang baru pula. Indonesia, negeri “Jamrud Khatulistiwa” adalah karunia Allah yang terindah yang telah diberikan pada kita. Keindahan geografisnya, kesuburan tanah, kekayaan alam dan semua yang dikandungnya harus selalu kita syukuri setiap waktu.

Sebagian dari kita pasti sudah sering mendengar “The Land Locked Country”. Sebutan untuk sebuah negara yang tidak memiliki wilayah perairan atau wilayah laut, negara atau tanah yang terkurung. Negara yang “kurang beruntung” itu adalah Laos. Negara di wilayah Asia Tenggara yang juga anggota ASEAN. Bisa dibayangkan betapa repot warga negara mereka bila ingin rekreasi ke pantai, harus mengunjungi negara orang lain, tentu akan memerlukan biaya yang sangat mahal. Masih lebih beruntung orang Pucanglaban, mereka memiliki beberapa pantai yang menurut cerita orang indah. (belum pernah melihat sendiri, hiks…). Ingin membuktikan silakan mengunjungi, Pantai Dlodo, Pantai Molang, Kedung Tumpang atau Pantai Pucang Sawit.

 

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...