Kamis, 12 November 2020

GUS MUS, KIAI BUDAYAWAN

 


Siapa yang tidak kenal dengan beliau, Kiai Haji Ahmad Mustofa Bisri atau lebih sering dipanggil dengan Gus Mus. Kiai sekaligus dikenal juga sebagai Budayawan yang lahir di Rembang, Jawa Tengah, 10 Agustus 1944. Beliau adalah pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang Jawa Tengah.

Sosok seperti Gus Mus tidak banyak di negeri ini. Kiai yang memiliki wawasan agama yang luas (Ulama) sekaligus seorang sastrawan, budayawan, penyair, pelukis dan penulis buku. Karya-karya beliau sudah sangat banyak jumlahnya. Dan karya Gus Mus merupakan khazanah budaya yang tak ternilai harganya. Sebagai Kiai panutan umat, keilmuan Gus Mus tidak diragukan lagi. Beliau pernah mondok di berbagai pesantren besar di tanah air. Bahkan sempat menimba ilmu di Universitas Al Azhar Kairo Mesir.

Gus Mus adalah sosok Budayawan yang menampilkan wajah Islam sebagai agama yang indah dan damai. Islam mengajarkan kasih sayang bukan ancaman, mengajak tidak memaksakan kehendak, mendidik tidak menghardik dan mengejawantahkan Islam sebagai rahmat bagi semesta alam.

Mengutip sebuah ungkapan; “Dengan agama hidup akan lebih terarah, dengan ilmu hidup akan Lebih mudah, dengan seni hidup akan terasa lebih indah”. Semua sendi kehidupan ini memiliki dasar yang sesuai. Tidak perlu dipertentangkan antara ilmu, agama dan seni. Karena ketiganya bisa berjalan seiring serasi. Kesenian identik dengan keindahan, dan itu bukan hal yang pasti terlarang dalam agama. Selama tidak menyimpang dengan syariat. “Bersastra itu kan kegiatan manusia paling tinggi, melibatkan rasio dan perasaan!”. Begitulah pendapat beliau tentang dunia sastra. Mungkin itulah gambaran laku kehidupan Gus Mus. Kedalaman dan ketinggian ilmunya tetap menjadikan beliau sosok yang bersahaja yang dekat dengan kalangan jelata.

Kecintaannya terhadap seni menjadikan figur Gus Mus sebagai Kiai yang lengkap. Umumnya Kiai tentu hanya menguasai bidang keagamaan semata, pengajian kitab kuning, ceramah maupun yang serupa dengan itu, namun Gus Mus beda. Beliau mampu menembus batas-batas dalam sekat masyarakat. Mampu diterima di berbagai kalangan yang tidak hanya komunitas umat Islam saja.

Indonesia membutuhkan sosok-sosok seperti Gus Mus. Kiai yang kehadirannya membawa damai bagi umat. Sastrawan yang karyanya penuh dengan keindahan seni. Tokoh besar yang mampu menjadi perekat, pembawa misi damai dan Bapak bangsa yang dikagumi dan disegani.

 


Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...