Senin, 10 Oktober 2022

Menulis Itu yang Dirasakan, Bukan yang Dipikirkan



Sudah berpuluh kali saya membuat artikel tentang menulis. Bahkan satu buku tentang menulis sudah saya terbitkan. Tetap saja saya belum puas dengan apa yang saya tulis. Saya merasa belum menguasai teknik menulis dengan baik.

Entah sejauh mana progres dalam praktik menulis selama ini. Sering kali saya memahami teori menulis, tapi kenyataannya tetap saja menulis itu tidak mudah. Mudah bila menulis yang kita lakukan asal saja, tapi ketika kita infin menghasilkan karya yang bagus dan layak dibaca kita sering kesulitan.

Menulislah apa yang kau rasakan, kata mereka yang sudah mumpuni dalam dunia menulis. Jangan menulis apa yang kau pikirkan. Perasaan itu luas tak bertepi, sedangkan masalah yang kita pikirkan terkadang rumit dan menemui jalan buntu.

Apa yang kita rasakan adalah imajinasi kita. Dia adalah dunia yang tidak nyata dalam kehidupan tapi sejatinya ada. Imajinasi tidak bisa dibatasi atau dikekang. Ia bebas dan merdeka.

Jangan membatasi diri dalam menulis. Tulis apa saja, dan apa yang kau rasakan akan terus menjadi inspirasi yang tidak akan pernah kering. Bagai mata air yang mengalir, semakin diambil maka semakin deras mengalir. Semakin digunakan maka akan semakin jernih airnya.

Penulis tak akan pernah kehabisan tinta dan gagasan. Panca inderanya menjadi radar yang mengikat ide dan menjabarkannya dalam untaian kata. Penulis tidak akan pernah berhenti. Karena sekali berhenti akan keruh sumber air jernih dalam jiwanya, dalam rasanya, dan dalam samudera imajinasinya.

 

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...