Minggu, 06 Desember 2020

MELIHAT SISI BAIKNYA



Cara pandang kita terhadap sesuatu menentukan sikap dan kebahagiaan kita. Bila kita hanya melihat sesuatu dari sisi negatif, maka pikiran kita pun akan merespon yang negatif pula. Sering, ketika dalam perjalanan kita kehujanan umumnya akan menggerutu. Kenapa hsrus hujan, perjalanan jadi tidak lancar, waktu menjadi terhambat, kedinginan atau keluhan yang lain. Padahal bila kita melihat hujan dari sisi yang lain, sisi positifnya, kita harus banyak bersyukur. Hujan menjadikan bumi yang mati hidup kembali, tanaman akan tumbuh subur kemudian berbuah dan memberi manfaat bagi manusia. Hujan menetralisir udara yang tercemar sehingga menjadi segar menyehatkan.

Ketika sakit kita juga sering mengeluh. Sakit menjadikan kita tidak bisa beraktivitas seperti biasa, jenuh karena tidak bisa kemana-mana, hilang kelezatan makan dan minum, dan keluhan berat yang lain. Coba bila kita memandang sakit dari sisi yang lain. Sakit mengangkat sebagian dosa besar kita. Dosa yang mungkin belum bisa terhapus oleh taubat kita. Sakit menjadikan kita insaf dan intropeksi diri. Sakit sering menjadi sebab orang kembali kepada jalan yang lurus. Jalan yang tidak pernah ditemukan ketika masa sehat dulu.

Pernah mengeluh banyak pekerjaan? Pasti sering. Pekerjaan begitu banyak, seakan-akan tidak pernah habis-habisnya. Banyak urusan tidak tuntas bila kita tidak ambil bagian. Lelah memang. Tapi bila kita melihat dari sisi positifnya, kita tak perlu banyak berkeluh kesah. Banyaknya pekerjaan yang menunggu kita menandakan kita dibutuhkan banyak orang. Kehadiran kita membawa manfaat terselenggaranya banyak urusan. Bukankah sebaik-baik manusia adalah yang bisa memberi manfaat bagi orang lain.

Pernah tersinggung atau marah dengan orang yang berkata kasar atau tidak sopan tetrhadap kita? Pernah tentunya, dan itu manusiawi. Sebagai insan beradab kita tentu mengharapkan respek dalam pergaulan. Namun tak jarang kita mendapatkan perlakuan yang sebaliknya, sikap buruk dari orang lain. Banyak orang berbuat salah karena kurangnya ilmu dan adab. Dan seharusnya tak perlu  semua itu membuat sedih. Dari sudut pandang yang lain kita tetap bisa mengambil hikmahnya. Perlakuan buruk orang menjadi batu ujian kesabaran kita. Bila kita merespon dengan sikap yang serupa, berarti level kita masih setingkat dengan orang yang perilakunya tidak terpuji. Pelajaran yang lain adalah sarana melatih jiwa besar untuk bisa memaafkan kesalahan orang.

Adakalanya merasa rezeki sempit. Hidup dalam kesusahan dan banyak masalah. Masih saja kita bisa mencoba belajar memandang segala macam problem dari sudut pandang yang berbeda. Segala permasalahan yang sulit diuraikan bagai benang kusut, sejatinya adalah pendidikan jiwa untuk mencapai maqom tawakkal, ikhlas dan ridha. Banyak orang yang lupa diri karena hidupnya penuh dengan kemudahan. Ujian rezeki yang berlimpah menjadikan ia sombong. Merasa semua itu adalah hasil kerja keras dan kepandaiannya. Dan banyak jumlahnya, kekurangan dan keterbatasan menjadikan seseorang berserah diri dan tawakkal pada segala ketentuan dari yang Mahakuasa.

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...