Nama lengkapnya Habiburrahman El Shirazy, lahir di Semarang pada tanggal 30 September 1976. Beliau dikenal sebagai Novelis. Salah satu karyanya yang sangat fenomenal adalah “Ayat-ayat Cinta”. Sejak muda Kang Abik (begitu sapaannya), dikenal sebagai sosok yang gemar menulis. Bahkan bakat yang dimilikinya tidak hanya di dunia menulis saja. Pernah menjadi juara lomba pidato ketika masih di bangku MAN dan juara membaca puisi Bahasa Arab. Bakatnya menulis semakin terasah ketika beliau kuliah S-1 sampai S-2 di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir. Dan, hingga kini karya Kang Abik sudah terbilang sangat banyak. Dan namanya cukup familiar bagi penggemar novel di Indonesia.
Novel-novel karya Habiburrahman El Shirazy bukanlah sekadar novel biasa pada umumnya. Namun di dalamnya kita akan menemukan hukum fiqih, khazanah ilmu bahasa, etika bahkan politik. Cukup lengkap memang, ibaratnya sambil menyelam minum air, membaca novel namun secara bersamaan kita akan memahami banyak ilmu yang terkandung di dalamnya.
Menulis novel tidak lebih mudah dari menulis genre lainnya. Menulis novel membutuhkan keterlibatan emosi yang menyatu dalam setiap alur cerita yang disuguhkan. Bahasa dalam karya sastra seperti novel penuh ambiguitas dan homonim serta memiliki kategori-kategori yang tak beraturan dan tak rasional. Bahasa sastra berusaha mempengaruhi pembaca, membujuk dan pada akhirnya mengubah sikap pembaca. Yang dipentingkan dalam bahasa sastra adalah tanda, simbolisme suara dari kata-kata. Seorang novelis harus mampu membuat diksi yang akan menimbulkan kesan kuat dalam penampilan cerita.
Sebagian novelis sebenarnya sedang menceritakan dirinya sendiri dalam novel-novel yang ditulisnya. Tentu cerita yang sudah digubah dengan imajinasinya, menonjolkan dialog yang alamiah, mampu menciptakan karakter yang kuat untuk setiap pemeran utama dalam cerita, sehingga pembaca seakan-akan terbawa dalam alam cerita dan menyaksikan kisah yang dibacanya secara nyata.
Sebagai karya fiksi sebenarnya novel juga membawa dampak yang besar bagi pembaca. Kisah yang menyentuh hati akan selalu dikenang oleh pembaca. Novelis sering menyelipkan pesan moral dalam setiap karyanya. Dan sepertinya inilah jalan yang dipilih Kang Abik. Beliau sebenarnya sedang berdakwah dengan media sastra. Novel-novel karyanya telah menjadi bukti yang sahih. Sama halnya seperti Buya Hamka, beliau adalah ulama sekaligus novelis yang mumpuni. Semoga saja akan terus lahir novelis yang mampu berdakwah melalui pena dan gagasannya.