Selasa, 19 Januari 2021

TAHUN BERDUKA



Awal Januari 2021, kita tersentak dengan peristiwa (tragedi) pesawat Sriwijaya Air yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu, Sabtu (9/1/2021). Musibah yang membuat kita berduka dan masih belum terobati sampai saat ini. Sebagaimana berita yang kita ketahui, pesawat dengan rute Jakarta-Pontianak itu jatuh setelah hilang kontak sekitar empat menit lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta. Sebanyak 62 orang yang terdiri dari 50 penumpang dan 12 kru meninggal dunia.

Belum sampai pertengahan Januari 2021 kita dikejutkan lagi dengan kabar berpulangnya beberapa ulama besar di negeri kita. Syekh Ali Saleh Mohammed Ali Jaber, Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf, KH R Muhammad Najib Abdul Qodir Munawwir pengasuh Pesantren Al Munawir Krapyak, Habib Ja'far bin Muhammad Al Kaff dan masih ada beberapa ulama lainnya. Apakah ini tanda diangkatnya ilmu ke-Islaman dari umat Islam, sehingga ketika tidak tersisa lagi seorang ulama, manusia merujuk kepada orang-orang bodoh. Mereka bertanya, maka mereka (orang-orang bodoh) itu berfatwa tanpa ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan. Wallahu a’lam…

Pantaslah tahun ini kita menyebut sebagai tahun berduka. Di saat kita bersama-sama mencoba bangkit dari pandemi yang menghantam kehidupan kita, di saat yang sama kita kita mendapat ujian yang tidak bisa dikatakan ringan. Musibah satu belum berakhir disusul dengan musibah-musibah yang lain seperti, bencana banjir besar di Kalimantan Selatan dan gempa di Sulawesi Barat. Semua peristiwa harus menyadarkan kita untuk segera tafakkur, merenung dan selalu mendekatkan diri pada Allah.

Bangsa kita sedang “sakit” hari ini. Dari segi ekonomi, politik, sosial budaya kita semua dalam kondisi yang tidak sehat. Dan yang lebih parah di saat kita semua sedang menghadapi masa-masa yang sulit, masih ada saja ada orang yang tega merampas hak-hak masyarakat kecil. Korupsi di tengah bencana, sungguh terlalu. Mereka adalah kelompok manusia yang sudah tidak memiliki rasa kemanusiaan lagi.

Kita harus memulai berbenah. Memulai dari diri sendiri, keluarga kita, sampai meluas ke masyarakat secara umum. Musibah bisa dianggap sebagai sebuah teguran dari Pencipta bagi hamba-hamba-Nya. Selama ini sebagai bangsa kita tidak pandai bersyukur. Justru sering berbuat kerusakan terhadap bumi subur yang telah dikaruniakan kepada kita. Kita juga terlalu sering bertikai sesama anak bangsa. Dan, sudah saatnya kita kembali ke jalan yang diridhai-Nya, agar tahun duka segera diganti dengan tahun-tahun yang bahagia…. Amin.

 

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...