Jumat, 31 Desember 2021

365 Hari Merangkai Kata



Tahun 2021 hampir berlalu. Kini kita telah berada di penghujung harinya. Waktunya bersiap mengakhiri tahun sekaligus memulai yang baru. Apa yang belum mampu diwujudkan tahun kemarin, saatnya kembali membangun semangat baru untuk meraihnya. Inilah makna hidup yang hakiki, selamanya kita selalu berusaha menjadi pribadi yang baik dan lebih baik lagi seterusnya.

Tahun 2021 menjadi sedikit “istimewa” karena sepanjang harinya saya penuhi dengan aktivitas menulis. Sejak awal memang mencoba konsisten menulis di blog setiap hari. Sebenarnya ini semacam “challenge” terhadap diri sendiri. Seberapa besar tekad belajar menulis. Tentu bila keinginan memang kuat pasti akan berusaha sebisanya untuk mewujudkannya.

Meski mampu menulis 365 artikel pendek (lima paragraf) dalam setahun, praktiknya tidak setiap hari saya bisa menulis. Ada waktunya karena beberapa penyebab saya harus melewatkan aktivitas menulis harian. Tapi pada waktu berikutnya saya pasti menyempatkan diri menambal kekosongan pada hari sebelumnya. Anggap saja semacam hutang yang haus segera dilunasi.

Kata orang untuk menjadi terampil dalam satu bidang tetentu, kita cukup melatih diri dengan latihan rutin minimal dua tahun. Tak terkecuali dalam dunia literasi, kita juga membutuhkan membiasakan diri selalu menulis. Tanpa membiasakan terus-menerus sepertinya akan sulit menjadi penulis yang cakap.

Tantangan tahun depan sebenarnya akan tetap sama, apakah mampu menulis setiap hari. Tentu saja ini tidak mudah. Kreativitas menulis menuntut kita banyak membaca dan membuka diri dengan pengetahuan yang baru. Penulis yang sedikit membaca ibaratnya seperti prajurit yang berperang kemudian kehabisan amunisi. Tidak banyak yang bisa dia “suguhkan”, karena ia akan sering mengulang-ulang kembali apa yang telah dia tulis sebelumnya.

 

 

 

Kamis, 30 Desember 2021

“DEJAVU” TIMNAS MERAH PUTIH #2


 


Masih segar ingatan kita ketika timnas kita maju babak final piala AFF tahun 2010. Kala itu timnas kita satu grup dengan Malasyia. Pada pertandingan penyisihan grup dengan meyakinkan kita mengalahkan Malasyia dengan skor 5-1. Timnas kita melaju mulus sampai babak final. Pada babak semifinal kita mengalahkan Philipina dengan skor agregat 2-0. Sementara Malasyia juga berhasil maju ke babak final setelah menyingkirkan Vietnam di babak semifinal.

Secara mental dan taktik permainan seharusnya timnas Indonesia bisa meraih juara pada gelaran piala AFF tahun itu. Alasannya sederhana, tim yang menjadi lawan di final sudah dikalahkan pada babak penyisihan grup. Tapi hitungan di atas kertas berbeda dengan kenyataan di lapangan hijau. Timnas kita dikalahkan Malasyia pada leg 1 dengan skor telak 3-0. Pada leg ke-2 meski menang 2-1 timnas kita gagal menjadi juara.

Kekalahan final dengan Malasyia seakan menjadi misteri yang sulit dipecahkan. Bahkan banyak spekulasi yang berkembang liar apa yang menjadi penyebab kekalahan pada final 2010 tersebut. Pada intinya banyak yang menyimpulkan kekalahan jelas bukan pada sisi teknis tapi lebih nonteknis.

Saat ini kita dibayangi kegagalan yang serupa. Timnas kebanggaan kita di leg 1 sudah kalah dari Thailand. Sepertinya amat sulit untuk membalikkan keadaan. Meski kita menang pada leg kedua, tidak jaminan kita juara karena harus menang telak dengan minimal lima gol. Tidak ada yang mustahil dalam permainan sepak bola. Tapi memang itu sebuah “mission imposible” bagi anak-anak garuda.

Andaipun kita belum berhasil tahun ini, setidaknya kita punya harapan yang besar dengan timnas kita hari ini. Mereka masih dalam usia yang muda tapi sudah berhasil memasuki partai puncak piala AFF. Ke depan kita bisa berharap lebih dari mereka. Jangan dipatahkan semangat mereka hanya karena gagal meraih tropi hari ini. Terus dukung mereka hingga mereka kelak meraih prestasi yang lebih tinggi.

 

 

Rabu, 29 Desember 2021

“DEJAVU” TIMNAS MERAH PUTIH



 

Sebenarnya saya tidak percaya istilah “kutukan” dalam permainan bola. Kutukan itu hanya ada dalam mitos dongeng yang biasa kita dengarkan masa kecil dulu. Dalam permainan sepak bola murni hanya ada skill pemain, taktik pelatih dan selebihnya faktor keberuntungan yang akan menentukan hasil permainan.

Ketika timnas kita bermain dengan tim eropa, Italia misalnya. Kita tentu tidak berharap timnas akan beruntung bisa mengalahkan mereka. Karena dari segi skill pemain, taktik permainan maupun pengalaman kita jauh tertinggal dari Italia. Akan terdengar lucu seandainya kita berambisi mengalahkan tim yang lebih baik hanya karena faktor keberuntungan.

Tentu sangat beda kalau kita membandingkan Italia dengan Thailand. Sebagai sesama negara asia tenggara Thailand tidak jauh beda dengan kita. Dari skill dan fisik pemain, kualitas tim pelatih maupun mentalitas bermain. Tapi mengapa ketika bertemu Thailand timnas kita selalu kesulitan meraih kemenangan. Apa sebenarnya yang menjadi penyebab dari kegagalan mengimbangi Thailand.

Dalam final piala AFF 2020 kali ini kita juga tercengang melihat hasil pertandingan leg 1 antara timnas Indonesia dengan Thailand. Kita kalah dengan skor yang sangat telak, 4-0. Seakan harapan meraih tropi piala AFF sudah pupus. Memang perjuangan timnas kita belum berakhir, masih ada leg 2 tanggal 1 Januari 2022 nanti. Tapi kita juga harus realistis. Mengalahkan Thailand dengan skor minimal 5-0 seakan menjadi misi yang mustahil.

Timnas kita seperti mengalami dejavu final piala AFF. Sering masuk sampai babak final, tapi belum berhasil meraih tropi juara. Secara teknis permainan sebenarnya kita memiliki harapan yang besar ketika melihat sepak terjang timnas kita dari babak grup sampai semifinal. Mereka produktif dalam mencetak gol dan belum pernah mengalami kekalahan. Tapi yang menjadi misteri, ketika partai final semua menjadi berubah.

 

Bersambung…

 

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...