Senin, 30 November 2020

BANYAK GAYA BANYAK KARYA



Jejaring sosial sebagai sebuah peradaban manusia baru. Dalam dunia komunikasi, media sosial berguna sebagai sarana membangun hubungan atau relasi, membantu kita untuk berkomunikasi jarak jauh karena media sosial memiliki jangkauan global. Media sosial mempermudah kita untuk berinteraksi di mana pun kita berada. Selain itu media sosial juga sebagai media penghibur. Salah satunya adalah platform Youtube. Bila diibaratkan sebuah super market, Youtube menyediakan apa saja yang kita inginkan. Mulai dari hiburan, musik, film, dakwah, konten anak-anak maupun pendidikan.

Bila kita menilik suasana dunia digital saat ini, kita akan menjumpai kenyataan bahwa jagat dunia maya lebih ramai dan berisik daripada dunia nyata. Sebuah sebuah kondisi dari kemajuan teknologi kita tidak mungkin bisa menghindar dari kondisi seperti masa ini. Ada sebuah standar yang sebenarnya tidak tertulis namun sudah terbangun sebagai  sebuah kesepakatan, menjadi sebuah konsesus. Ukuran sebuah kesuksesan adalah kemashuran nama dan memiliki follower dalam jumlah yang besar. Mereka yang banyak pengikut akan memiliki citra sebagai manusia yang populer. Menjadi terkenal dianggap sebagai sebuah kesuksesan.

Dengan populer “semua” seakan bisa diraih dengan mudah. Yang utama adalah penghasilan (uang) yang berlimpah. Populer bagai magnit yang bisa mendatangkan uang yang banyak. Banyak dari mereka yang telah menjadi miliarder baru. Para pesohor jejaring sosial, selebgram, Youtuber, influencer atau istilah semacam itu, menjadi profesi yang banyak diinginkan anak-anak muda saat ini. Alasannya sederhana, penghasila besar dengan kerja yang seolah-olah ringan dan mudah.

Sadar atau tidak tingkah para “penguasa” jejaring sosial menjadi idola generasi muda saat ini. Mereka memiliki pengaruh yang kuat dalam masyarakat terutama generasi milenial. Gaya hidup mereka entah itu fashion, potongan rambut maupun etika pergaulan tak lepas dari pengamatan jutaan mata follower yang setia. Pendapat dan perkataan mereka lebih diikuti dari pada nasihat guru maupun orang tua.

Dalam tataran inilah para idola jejaring sosial harus memiliki tanggungjawab terhadap semua yang mereka posting baik itu status, gambar, meme maupun pandangan mereka terhadap sebuah peristiwa. Sebagai publik figur seharusnya mereka lebih banyak karya nyata bukan sekadar banyak gaya. Konten yang bermanfaat bukan semata pamer kekayaan materi. Tidak memberikan angan-angan kosong namun juga motivasi. Bukan hanya hiburan namun juga mendidik. Kuncinya, media sosial tidak hanya digunakan untuk bersenang-senang tanpa memiliki rasa empati sebaliknya bisa dijadikan sarana kreativitas tanpa batas.

 

 

Minggu, 29 November 2020

MENULIS SAJA



Konon, lukisan Vincent van Gogh dulu tidak pernah ada yang mau membeli. Semasa hidupnya tak satu pun lukisannya yang laku dijual. Tapi kini setelah ratusan tahun, salah satu lukisannya Portrait of Dr. Gachet terjual dalam sebuah lelang pada tahun 1990 seharga US $ 82.5 Juta. Itu sama nilainya dengan 1,1 Triliun, luar biasa. Ada yang mengatakan, dia tidak bisa menjual lukisannya karena bukan seorang penjual yang baik. Pandangan yang lain berpendapat, lukisan Vincent Van Gogh tidak laku pada zamannya karena karyanya yang abstrak tidak menarik peminat seni pada zamannya.

Karya seni itu sangat subyektif, bergantung pada siapa yang menilai. Lukisan abstrak yang hanya terlihat seperti coretan yang tidak beraturan dengan warna-warni yang acak menurut kebanyakan orang tentu tidak menarik. Namun bagi penikmat seni lukis abstrak itu bisa menjadi sebuah karya yang istimewa. Dan kita tidak bisa berdebat tentang penilaian karya seni, karena semua terletak pada rasa.

Kadang, melukis kita analogikan dengan menulis. Mungkin saja tulisan yang terkesan standar dan menggunakan bahasa yang sederhana, dapat menarik dan diterima oleh pembaca tertentu. Meskipun pembaca yang lain menilai terlalu biasa. Bagi pembaca yang menggunakan kaca mata kaidah ilmiah, akan menilai banyak kekurangannya. Namun bagi yang lain sangat mungkin menikmati ketika membacanya. Semua ada segmennya, dan semua bebas memilih dan menilai.

Jika kamu tidak menemukan buku yang kamu cari di rak, maka tulislah sendiri. Begitu salah satu quote yang saya baca. Unik memang, pesan yang kita temukan dalam quote ini. Menulis saja apa yang kita sukai, karena orang akan menulis sesuatu yang belum pernah ditulis. Dan apabila sudah ditulis, orang tentu mencari hal lain yang baru.

Menulis saja terus dan abaikan perasaan yang mengganggu kita. Biarkan saja dan terus menulis. Karena waktu nanti yang akan membuktikan, semua coretan dan catatan kita akan berharga pada masanya. Siapa tahu ketika tulisan kita hari ini tidak begitu penting, kelak akan menjadi dokumen yang bernilai. Bernilai tidak berarti harus diukur dengan materi, tentu bukan hanya itu parameternya.

 

 

 

Sabtu, 28 November 2020

PERUBAHAN



“Perubahan itu menyakitkan, Ia menyebabkan orang merasa tidak aman, bingung, dan marah. Orang menginginkan hal seperti sediakala, karena mereka ingin hidup yang mudah” (Richard Marcinko). Tak ada yang tetap dalam sistem kehidupan ini. Semua akan berubah. Ada perubahan yang bersifat cepat , dan ada perubahan yang berjalan lambat. Seringkali perubahan datang tanpa kita sadari. Perubahan sering menjadi sesuatu yang memang terkadang mengkhawatirkan, membuat kita tidak nyaman, ketakutan, dan sulit untuk menyesuaikan diri. Akan tetapi perubahan perlu dilakukan bila kita ingin berkembang menjadi pribadi yang lebih baik.

Hanya manusia yang selalu berubah karena manusia adalah makhluk yang dinamis. Kemampuan berpikir menjadikan manusia selalu berkembang dan berubah. Menciptakan budaya baru, sistem dan peradaban. Dalam hal apapun akan selalu berubah dan berkembang. Dalam hal makanan, pakaian, pendidikan, teknologi dan hubungan sosial dalam masyarakat.

Beberapa bulan ini sebagai guru kita juga mengalami perubahan sistem belajar. Sistem tatap muka secara mendadak berubah menjadi sistem belajar jarak jauh. Hal ini tentu membuat guru, siswa dan orang tua seakan mengalami “shock culture” (gegar budaya). Merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kegelisahan dan perasaan terkejut yang dirasakan apabila seseorang tinggal dalam kebudayaan yang berlainan sama sekali. Semua tidak pernah berpikir bahwa pembelajaran jarak jauh akan berlangsung sampai berbulan-bulan. Inilah yang sama sekali tidak diantisipasi sebelumnya, sehingga semua terasa gagap menghadapi perubahan.

Dan benarlah kiranya sebuah teori yang menyatakan, Tidak ada yang tidak berubah kecuali perubahan itu sendiri. Perubahan itu mutlak terjadi. Meskipun tidak semuanya harus berubah. Sebagai contoh konkrit, tata cara kita berhubungan dan komunikasi dengan saudara, teman maupun tetangga mungkin caranya sudah berubah. Namun intinya silaturrahim tidak boleh berubah. Kita boleh saja punya selera makan yang modern. Gemar dengan segala makanan yang berbau asing, namun jangan sampai merubah standar halalan toyyyiban (halal dan baik).

Selama perubahan tidak menyangkut sesuatu yang prinsip, kita harus terbuka dan memberi ruang. Artinya, ada hal yang bisa berubah namun juga ada hal yang tidak bisa berubah meskipun itu hanya sejengkal saja. Hal-hal terkait muamalah kita dengan sesama pasti akan selalu mengalami perubahan dan perkembangan mengikuti kemajuan zaman. Namun urusan aqidah kita semua sudah final, tak mungkin lagi bisa dirubah.

 

 

 

Jumat, 27 November 2020

KISAH INSPIRATIF

 



Alkisah, Nabi Isa pernah mengajak murid-muridnya ke sebuah goa. Kemudian beliau berkata, "Masuklah kalian ke dalam gua, nanti ketika sampai di dalam, kalian boleh mengambil sesuatu dari dalam sana. Namun bagi yang tidak mengambil apapun, silakan saja. Dan ingat kamu tidak bisa kembali masuk setelah keluar”. Satu persatu murid nabi Isa masuk ke dalam goa yang dalam dan gelap gulita. Semakin ke dalam suasana semakin gelap tanpa sedikitpun sinar matahari yang mampu menembus goa itu. Karena kondisi yang seperti itu seluruh murid Nabi Isa hanya bisa meraba-raba apa yang ada dalam goa. Tangan-tangan mereka terasa menyentuh tumpukan kerikil yang ada di lantai goa.

Ketika hendak keluar, ada sebagian yang mengambil beberapa butir, satu genggam atau lebih kemudian dimasukkan ke dalam saku. Sementara yang lain tidak membawa sama sekali, pikirnya dalam hati, untuk apa membawa batu kerikil, di luar sana juga banyak kerikil. Dan, ketika sudah sampai di luar, Nabi Isa bertanya, "Bagaimana keadaan di dalam sana?". "Di dalam sangat gelap wahai Nabi Isa" jawab salah satu muridnya. "Kemudian apa yang kalian bawa dari dalam goa, coba perlihatkanlah ke saya?" Satu demi satu murid Nabi Isa mengeluarkan sesuatu dari kantongnya, dan betapa terkejutnya ketika mengetahui bahwa yang dibawa dari dalam goa adalah butiran permata yang indah,....

Semua murid Nabi Isa merasa menyesal. Yang membawa mutiara dalam jumlah banyak menyesal, mengapa tidak membawa lebih banyak, karena sebenarnya tadi bisa membawa lebih dari yang dia bawa. Bagi yang hanya membawa sedikit sangat menyesal, mengapa cuma membawa sedikit. Apalagi yang tidak membawa sama sekali, amat sangat menyesal.

Kisah tadi sebenarnya menjelaskan gambaran kehidupan di akhirat nanti. Semua akan menyesal tentang amal perbuatannya di dunia. Bahkan orang-orang salih pun menyesal, mengapa waktu di dunia tidak beribadah lebih banyak. Bila pahala sekali sujud sebesar itu, seharusnya dulu memperbanyak sujud waktu di dunia. Bila mengetahui besarnya ganjaran sedekah, mengapa dulu tidak lebih banyak lagi sedekahnya. Apalagi bagi orang yang sedikit amal kebaikannya.

Kesempatan hidup di dunia hanya sekali. Dan kita tidak pernah tahu batasan waktu diberikan Allah. Bisa jadi panjang, dan juga bisa tidak sepanjang harapan kita. Tapi, bukankah sepanjang apapun usia tetap ada batasnya. Banyak kita terlena dengan kesempatan yang diberikan. Merasa masih lama waktu yang tersisa, padahal apa yang terjadi besok pun kita tidak pernah bisa memastikan.

Kamis, 26 November 2020

REFLEKSI SEORANG GURU


Sebuah pesan WhatsApp masuk dari seorang teman, ucapan selamat hari guru, sebenarnya itu sudah biasa. Pesan-pesan seperti itu kadang dibaca sambil lalu. Namun kali ini saya jadi merenung mendapat ucapan dari teman yang sebenarnya seprofesi juga, sama-sama seorang guru. “Selamat Hari Guru Nasional 2020”, Guru memang bukan orang hebat, tetapi semua orang hebat berkat jasa seorang guru. Kalau dipikir benar juga, banyak guru yang sebenarnya biasa saja, namun murid-muridnya banyak yang menjadi orang yang hebat. Memang benar guru tidak bisa menjadikan muridnya pandai, namun tidak pernah ada yang menyangkal peran guru sangat penting bagi murid-muridnya.

Tugas kita dalam kehidupan ini hanya sekadar mengganti peran orang lain sebelumnya. Dulu kita pernah menjadi murid, kini sebagai pendidik menggantikan guru-guru kita yang terdahulu. Saat ini kita telah mengerti mengapa dulu terkadang guru marah, berkata keras kepada muridnya. Ternyata semua adalah untuk kebaikan. Meski tidak semua murid bisa memahaminya. Sebenarnya selalu berharap bisa menjadi guru yang seutuhnya. Yang tindak perilakunya diteladani muridnya. Tidak hanya bisa memberi contoh, namun bisa menjadi contoh.

Waktu adalah bagian dari setiap orang yang tidak bisa diambil dan diputar kembali. Adalah waktu, salah satu nikmat yang paling berharga karena memiliki waktu sama saja dengan memiliki kesempatan untuk membuat hidup secara lebih baik.  Kehidupan dunia tidak sepanjang angan-angan dan harapan kita. Ada masanya kita meninggalkan semuanya. Meninggalkan segala yang dicintai dan menjadi kebanggaan sepanjang hidup. Ya, karena kehidupan dunia memang tidak abadi.

Buah renungan hari guru tahun ini, sebuah nasihat yang sebenarnya untuk diri sendiri. Jangan menjalani hidup setengah hati tanpa arti. Seharusnya bangga menjadi guru, karena guru profesi yang mulia. Menjadi penerang di saat gelap gulita. Sebagai penunjuk arah di saat kebingungan. Dan ilmunya yang bermanfaat akan tetap mengalirkan pahala walau ia telah tiada. Setidaknya, kelak di akhirat kita ada sebuah harapan. Di antara murid-murid yang kita didik, ada yang menjadi penolong kita di hadapan-Nya. Menjadi saksi bahwa kita pernah mendidik mereka dengan penuh ketulusan dan membimbing mereka pada jalan kebenaran.

Tetaplah bahagia menjadi guru, apapun statusnya. Dengan menjadi guru kita bisa terus belajar. Karena hakikat mengajar adalah belajar. Bukankah belajar tidak memiliki ikatan dan batasan waktu. Meski ilmu yang kuasai hanya sedikit, bukan berarti itu alasan untuk enggan berbagi pengetahuan. Karena sebaik-baik ilmu adalah yang diamalkan. Dan, meskipun ilmu seseorang setinggi langit bila tidak diamalkan akan tiada manfaatnya.

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...