Sabtu, 04 Juli 2020

MONDOK…? Kenapa Tidak

 

Berbahagialah bagi orang tua yang anaknya sudah melanjutkan sekolah di pondok pesantren. Saat ini pesantren menjadi lembaga pendidikan yang banyak diminati masyarakat. Berangkat dari sebuah kesadaran bahwa pendidikan anak harus seimbang antara pendidikan agama dan umum. Pesantren dalam perkembangannya telah membuktikan perannya yang penting dalam dunia pendidikan modern saat ini.

Pesantren menempa jiwa raga santri menjadi manusia tangguh. Membentuk karakter insan berakhlaqul karimah. Tidak diragukan lagi, faktor itulah yang menjadikan sistem pesantren lebih unggul dibanding dengan sistem pendidikan umum.

Dalam sebuah kesempatan saya memperoleh sebuah pesan (postingan WhatsApp) menyentuh dari orang tua untuk anaknya yang hendak masuk pesantren. Pesan yang menggambarkan betapa orang tua mendambakan putra putrinya menjadi generasi yang sholih-sholihah. Anak-anak yang tidak sekadar memberi kebahagiaan di dunia namun menjadi penolong orang tua di akhirat kelak. Semoga pesan ini semakin meneguhkan hati bagi orang tua yang akan mengirim anaknya mengaji di pesantren, atau bagi siswa yang hendak mondok di pesantren.

 

Selamat Mondok Nak....!

Demi Allah, bukan kami benci hingga membuangmu jauh ke pesantren. Bukan kami tak cinta wahai anak kesayanganku. Kami bahagia melihat tangismu hari ini saat kami tinggal pulang. Kelak suatu saat kau kan merindukan tangis perpisahan itu.

Selamat berjuang, Nak !

Nanti juga kau kan paham mengapa kami titipkan engkau di pesantren. Maafkan kami tidak bisa seperti orang tua lain. Memberimu segudang fasilitas dan kemewahan. Maafkan kami hanya bisa memberikanmu fasilitas akhirat.

Jadilah pembela Bapak dan Ibu di hari pengadilan Allah kelak. Dengan menjadi santri  kami harap engkaulah yang mengimami sholat jenazah kami nanti, menggotong keranda kami, memandikan diri kami, membungkus kain kafan kami,

mengadzani kami di kubur tuk terakhir kali.

Tak perlu kami memanggil ustadz-ustadz untuk mendoakan. Untuk apa?

Bukankah nanti saat kami berbaring di ruang tengah dengan kaku. Ada lantunan Yasin mu di samping kepalaku. Ada lantunan Tabarok adikmu di samping badan kami. Itulah hari terbahagia kami nanti menjadi orang tua Nak. Jenazah kami teriring do'a anak-anak kami sendiri.

Bukankah junjungan kita Baginda Nabi  pernah berkata, saat kita semua mati semua amal akan terputus kecuali tiga perkara. Do'amu lah salah satunya.

Laa takhof wa laa tahzan, Nak.

Di pesantren  sangat mengasyikkan. Temanmu teramat banyak seperti keluarga sendiri. Pengalamanmu akan luas. Jiwamu kan tegar. Kesabaranmu kan gigih. Kami hanya ingin kau bisa mendoakan kami sepanjang waktumu. Menyayangi kami di hari tua kami nanti. Selayaknya kami sayangi engkau di hari kecilmu. Kami tak ingin nanti ketika jenazah kami belum dikuburkan. Namun kau dan adikmu sudah menghitung-hitung harta, hingga permusuhan pun terjadi.

Selamat berjuang, Nak !

Dengarkan ustadz dan semua gurumu, muliakan mereka, Seperti kau muliakan Bapak Ibumu. Beliau-beliau adalah pengganti Bapak Ibumu di rumah, jangan sekali-kali membedakan guru yang mengajarimu Iqro' dan Ihya' semua sama, harus ditaati, dihormati,

Selamat berproses, Nak !

Berbahagialah, Nak !

Tersenyumlah, Nak !

Kelak kau kan paham maksud Kami.....

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...