Senin, 01 Februari 2021

MELAWAN PERUBAHAN



Sebuah tayangan di Youtube menampilkan liputan sebuah desa yang terletak di Tasikmalaya Jawa Barat, Kampung Naga. Yang menarik, desa tersebut sampai hari ini tidak ada jaringan listriknya. Bukan karena sulitnya membuat jaringan listrik menuju ke sana, tapi karena ketua adat, tokoh masyarakat dan seluruh penduduk sepakat untuk tidak menerima jaringan listrik masuk ke kampungnya. Alasannya satu saja, yakni untuk mempertahankan adat dan budaya masyarakat.

Melihat Kampung Naga, membawa ingatan saya kembali ke masa kecil di tahun 90-an. Pada masa itu kampung kami juga belum teraliri listrik. Begitu damainya suasana pada waktu itu. Anak-anak belum mengenal hiburan televisi, game online, apalagi media sosial. Ya, memang semua belum ada, siaran televisi pun hanya TVRI. Itu pun di kampung hanya beberapa orang yang punya pesawat televisi hitam putih dengan sumber daya aki.

Semua mulai berubah drastis ketika listrik masuk ke kampung kami. Banyak orang yang mulai memiliki kulkas, tv warna dan perabot rumah tangga yang menggunakan daya listrik. Memang benar listrik membawa perubahan yang begitu banyak. Banyak pekerjaan yang tadinya sulit menjadi mudah dilakukan. Orang bekerja lebih praktis waktunya karena terbantu dengan alat-alat listrik. Pekerjaan berat menjadi terasa ringan dan mudah dilakukan, semua karena listrik.

Tapi semua sisi positif masuknya listrik di desa kami sejalan dengan sisi negatifnya. Anak-anak mulai "sibuk" dengan tayangan televisi. Stasiun tv yang tadinya hanya TVRI bertambah secara “beruntun” dengan stasiun tv swasta nasional yang lain. Otomatis acaranya semakin beragam dan banyak pilihannya. Kebiasaan mengaji di musholla setelah maghrib sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan. Sampai akhirnya benar-benar tidak ada lagi anak-anak kecil yang "sobo" musholla dan masjid. Semua bermula dari listrik masuk ke kampung kami.

Memang zaman pasti berubah, tak mungkin kita mampu membendung arus perubahan zaman. Sebenarnya yang kita harapkan, kemajuan zaman tidak merubah budaya luhur yang sudah terbangun dengan baik, perilaku individu dalam masyarakat, dan tata nilai mulia dalam masyarakat. Kita tetap bangga dengan pembangunan infrastruktur jembatan, jalan raya dan perumahan rakyat, tapi semua itu jangan sampai menggusur adat istiadat dan kebudayaan masyarakatnnya.

Semoga Kampung Naga di Tasikmalaya selamanya seperti itu. Biar suatu saat kita bisa berkunjung ke sana dan mengenang betapa tenangnya hidup bebas dari bisingnya “dunia digital”, meriahnya acara televisi yang sebenarnya justru merusak, kejamnya mulut-mulut orang yang saling menghina melalui akun media sosialnya. Karena bila semua telah berubah, kemana lagi kita bisa menghibur diri dan mengenang tempo dulu yang begitu indah.


 

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...