Rabu, 11 November 2020

MENGHINDARI MEMINTA-MINTA


Dari Abu Hurairah Radhiyallahu‘anhu, ia berkata: Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya, seorang dari kalian pergi mencari kayu bakar yang dipikul di atas pundaknya itu lebih baik daripada meminta-minta kepada orang lain, baik diberi atau tidak”. [HR Bukhari, no. 1470; Muslim, no. 1042]

Bukan sikap yang keliru bila ada orang yang memiliki prinsip tidak akan memberi orang yang meminta-minta (mengemis), bila pengemis tadi dilihat adalah orang yang masih kuat dan layak untuk bekerja. Alasannya karena dengan memberi artinya membiarkan dia terus mengemis. Membiarkan dia hidup dalam kemalasan dan tidak mau berusaha. Selamanya menggantungkan hidup dari pemberian orang. Ajaran agama mengecam orang yang hidupnya selalu bergantung dari belas kasihan orang lain. Memang meminta-minta bukan perbuatan dosa, namun menjadikan dia hina dalam pandangan manusia.

Islam mengajarkan pada umatnya untuk mandiri secara ekonomi. Karena dengan kemandirian dia terhindar dari sifat meminta. Perilaku meminta memiliki posisi yang lebih rendah daripada memberi. Kebiasaan memberi akan menjadikan pelakunya lebih terhormat daripada menjadi peminta-minta. Memilih pekerjaan yang halal dan bersungguh-sungguh menjemput rezeki Allah akan menghilangkan ketergantungan pada sesamanya. Dan hal ini menjadikan harga dirinya menjadi mulia dalam pandangan masyarakat dan hati lebih tenang.

Kefakiran dikhawatirkan dekat dengan kekufuran. Karena fakir seseorang bisa terjerumus dalam perbuatan kufur. Maksudnya ialah orang yang hidupnya senantiasa kufur, tidak sabar dalam menjalani ujian, kurangnya iman, kurangnya qana’ah dalam hidupnya, menganggap takdir yang diterima tidak adil sehingga hampir menjadikan seseorang kafir karena kemiskinan hatinya.

Sifat meminta-minta sering juga karena ketamakan. Sebanyak apapun harta yang dimiliki, kalau sifat tamak subur dalam hatinya, maka dia masih bisa terjerumus dalam golongan orang yang suka meminta-minta. Dalam hatinya selalu timbul rasa kurang  dan tidak pernah merasa puas.

Pada akhirnya waktu pun membuktikan, bahwa betapa bergantung kepada harta tidak selalu berakhir bahagia. Bergantung pada manusia pun pasti banyak yang akan kecewa. Hari ini kita menyukai seseorang, bisa jadi esok atau lusa rasa suka itu menjadi benci. Sebaliknya saat ini kita membenci seseorang, sangat mungkin pada lain waktu akan berbalik seratus delapan puluh derajat. Jangan bergantung selain pada Dzat Yang Mahakaya, Karena hanya pada Allah saja hendaknya senantiasa berharap.

 

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...