Minggu, 07 Agustus 2022

Bazar Buku

 



Tak ada antrian berjubel. Hanya ada lima orang yang tampak serius mengamati judul-judul buku yang tertata rapi dalam ruangan bazar yang lumayan luas. Bazar yang dilaksanakan di gedung Kelurahan Jepun Tulungagung itu ternyata sepi peminat dan sedikit pengunjung. Padahal sebelum bazar dimulai, penyelenggara sudah memasang poster di banyak sudut kota.

Pasti akan beda bila bazar minyak goreng, gula, beras atau bahan pokok yang lain. Pasukan emak-emak akan rela berdesak-desakan untuk mendapatkan barang yang diincarnya.

Memang, siapa yang perlu buku saat ini. Faktanya banyak toko-toko buku yang telah menutup gerainya gegara penjualan yang terus menurun. Buku menjadi barang yang tidak menguntungkan untuk diperdagangkan. Lebih mudah menjual gorengan atau camilan di pinggir-pinggir jalan.

Tak ingin pulang dengan tangan kosong, dua buah buku yang saya minati akhirnya saya angkut. Tuhan Menyapa Kita karya Prof.Dr.Ahmad Syafii Maarif dan Republik Tiongkok, Dari runtuhnya kekaisaran Qing hingga lahirnya salah satu republik terkuat di dunia buah tulisan Michael Wicaksono.

Rendahnya animo membeli buku sepadan dengan rendahnya minat membaca masyarakat kita. Sebenarnya ini juga kritik terhadap diri sendiri. Meski menggemari buku, namun saya sebenarnya juga bagian dari orang-orang yang tidak sering belanja buku. Anggaran untuk membeli buku masih jauh lebih sedikit dibanding sekadar untuk membeli pulsa.

Kapan masyarakat akan menggemari buku dan membaca. Apakah buku akan mampu menarik minat pembacanya di tengah melubernya informasi melalui portal online dan media sosial. Apakah nasib buku nantinya akan sama seperti koran dan majalah yang kini mulai tergusur oleh “dunia digital”.

 

 

 

 

 

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...