Jumat, 06 November 2020

MENUNGGU PEMIMPIN BARU NEGERI PAMAN SAM


Pemilihan presiden Amerika Serikat pada 3 November kemarin menjadi pusat perhatian dunia. Banyak yang menanti siapa yang menjadi pemenang pesta demokrasi negeri Paman Sam tersebut. Terdapat dua kadidat yang mencalonkan diri dalam pemilu AS, yaitu Joe Biden dari Partai Demokrat dan Donald Trump dari Partai Republik. Sosok Donald Trump dan Joe Biden adalah figur lawas di Gedung Putih, kali ini mereka bertarung untuk menjadi orang nomor satu di Amerika.

Pemilu Amerika menjadi perhatian serius negara-negara di dunia. Baik negara yang secara politik pendukung Amerika maupun penentang Amerika. Pemimpin baru tentu akan memiliki kebijakan yang baru pula. Dikutip dari detiknews dalam sistem pemilu di Amerika Serikat hanya dikuasai oleh dua calon yaitu Partai Republik dan Partai Demokrat, keduanya perlu meraih minimal 270 suara elektoral untuk memenangkan pemilihan umum pilpres ini. Suara elektoral didapatkan dari popular vote atau suara coblosan rakyat langsung di negara-negara bagian Amerika Serikat.

Untuk mendapatkan suara ini, diberlakukanlah sistem "the winner take all" atau pemenang meraup semuanya. Kemenangan tipis dalam popular vote di sebuah negara bagian bisa mengamankan semua suara elektoral negara tersebut. Calon yang kalah tidak akan mendapatkan suara elektoral meski kekalahannya hanya 1 suara. Hal inilah yang menjadi penyebab Hillary Clinton akhirnya kalah dengan Donald Trump pada pemilu Amerika Serikat 2016 silam. Padahal jumlah suara rakyat langsung atau popular vote untuk Hillary Clinton lebih tinggi dibandingkan Trump.

Sebenarnya yang menarik adalah kandidat Calon Presiden yang bersaing dalam pemilihan kali ini. Ada persamaan dalam diri Trump dan Biden, dua-duanya adalah politikus senior. Donald trump saaat ini berusia 74 tahun sedangkan Joe Biden telah berusia 77 tahun. Ini menunujukkan usia seakan bukan halangan seseorang untuk terus berkarya. Kontestasi pemilihan presiden di sebuah negara Adikuasa Amerika Serikat tentu membutuhkan energi besar, dan kedua calon membuktikan meskipun usia sudah di atas tujuh puluh tahun tapi tetap enerjik dan penuh gairah kepemimpinan.

Sisi yang lain yang menjadikan demokrasi Amerika berbeda dengan negeri kita adalah sistem partai. Amerika hanya terdapat dua partai, Partai Republik dan Demokrat. Ketika salah satu partai menjadi pemenang maka pemerintahan sepenuhnya menjadi hak partai pemenang. Partai yang kalah menjadi oposisi dan siap-siap bersaing lagi empat tahun mendatang. Ada sportifitas di sana, pemenang memimpin dan yang kalah harus rela berada di luar pemerintahan. Sedangkan di Indonesia yang menganut multi partai situasinya serba tidak jelas. Ketika satu partai menjadi pemenang, maka yang lain akan berbondong-bondong menjadi pendukung partai pemerintah. Semua partai orientasinya hanya kekuasaan semata. Dan yang sering terjadi adalah tidak adanya kekuatan penyeimbang yang mengontrol kekuasaan.

 

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...