Rabu, 09 Desember 2020

BIRRUL WALIDAIN


Menjalani hari-hari mendampingi orang tua yang sedang sakit, menyadarkan diri banyak hal yang selama ini terlupa. Mereka (orang tua kita) sebenarnya ingin dekat. Namun sebaliknya kita banyak urusan yang membuat sibuk sehingga jarang punya waktu luang untuk bersama. Yang dikhawatirkan orang tua adalah menjalani hidup yang sunyi, sepi.

Ternyata kini baru mengerti. Di masa tua mereka, tak banyak yang diharapkan. Hanya meluangkan waktu, duduk dan meluangkan waktu untuk mendengarkan ceritanya. Menengoknya dan mengajaknya bicara dengan hangat. Sebenarnya mereka tidak mengharap pemberian kita, tapi lebih ke perhatian kita. Hati mereka senang mendengar kisah keberhasilanmu, maka jangan ceritakan segala yang pahit yang kau alami. Karena mereka akan merasakan juga sakitnya, sama seperti yang kau rasakan, atau bahkan lebih dari itu. Cukuplah beban berat yang mereka tanggung selama ini, tak perlu ditambah lagi.

Perbuatan baik kita pada orang tua hanyalah butiran debu dibanding pengorbanan yang telah mereka berikan. Memang tidak tepat istilah membalas kebaikan orang tua, yang lebih relevan adalah berbhakti kepada kedua orang. Karena selamanya kita tidak pernah bisa membalas orang tua.

Bagaimana kita merasa bisa membalas, hanya dengan sedikit menyenangkannya. Sementara tetesan keringat dan air mata telah tertumpah demi merawat kita kecil dulu. Bagaimana bisa kita mengira sebanding apa yang kita berikan, bila diukur dari segala hal yang telah ikhlas mereka korbankan.

Mereka bangga menyebut kita, menceritakan anak-anaknya di depan orang. Bila kita mampu sedikit saja kepedulian. Kesediaan kita di samping mereka akan memberi kebahagiaan. Apa yang lebih kita cari, selain ridha mereka. "Ridho Allah itu tergantung ridho kedua orang tua dan murka Allah juga tergantung kepada murka kedua orangtua." (HR. Tirmidzi).

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...