Minggu, 09 Agustus 2020

REFLEKSI BELAJAR MENULIS

Entahlah, seperti dapat ilham menulis. Setelah semalam membaca sebagian naskah buku karya Wijaya Kusumah, “Menulislah Setiap Hari dan Buktikan Apa Yang Terjadi”. Penulis yang fenomenal, dalam rentang waktu yang relatif singkat mampu menelorkan begitu banyak karya yang inspiratif. Pagi ini semangat menulis auto muncul kembali. Ibarat laut terkadang pasang dan ada waktunya surut, begitu pula semangat belajar menulis selama ini. Timbul dan tenggelam di antara kegiatan sehari-hari. Rupanya apa yang dishare Pak Doktor Naim tadi malam menumbuhkan semangat baru terus belajar menulis.

Ternyata sudah hampir seratus hari (tepatnya 97 hari) telah terlewati sejak memulai membuat blog dan rutin belajar menulis serta memposting artikel. Jumlah judul sebanyak 51 artikel, artinya rata-rata dua hari sekali telah mem-publish tulisan di blog. Angka yang cukup lumayan dan patut disyukuri. Meskipun bila dibanding dengan beberapa teman yang lain di GWA “Maarif Menulis” masih kalah produktif. Beberapa teman mampu konsisten setiap hari menghasilkan sebuah judul artikel.

Ada yang dirasa dalam proses sejauh ini. Sebuah kebebasan ekspresi. Penulis adalah insan yang merdeka. Dia memiliki kebebasan penuh menyampaikan gagasanya. Ibarat seorang penjahit yang memiliki selembar kain dia bebas membuat model baju yang akan dijahitnya. Dibuat longgar atau ketat, memakai resleting atau peniti, berlengan pendek atau panjang dan seterusnya. Semua akan berjalan sesuai hasrat dan citranya.

Orang lain bisa tidak sependapat dengan apa yang kita tulis. Dan itu mutlak pasti akan terjadi. Namun orang lain juga punya kebebasan ekspresi yang sama. Seperti tradisi ulama zaman dulu. Ketika tidak sependapat dengan sebuah karya, maka dia akan menulis karya sebagai koreksi. Sebuah perdebatan ilmiah yang elegan. Dinamika ini akan membangun budaya belajar dan berpikir umat.   

Menulis telah membawa energi positif dalam aktifitas sehari-hari. Lebih akrab dengan dunia membaca. Lebih banyak menganalisa suatu masalah. Bahkan dalam diam kita merangsang ide-ide yang akan kita tuangkan dalam sebuah tulisan. Proses dalam upaya menemukan ide, mewujudkan dalam karya sampai publikasi adalah usaha yang penuh tantangan. Namun akan terbayar dengan kelegaan hati ketika semua sudah sampai finish. Sama seperti naik gunung yang melewati jalan terjal berliku, kerikil tajam dan semak berduri. Begitu kita sampai di puncak hadirlah kelegaan jiwa yang tak ternilai dengan materi.

 

 

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...