Rabu, 03 Juni 2020

BELAJAR MENULIS



Menulis dan membaca adalah kemampuan dasar setiap orang. Dewasa ini hampir tidak ada orang yang tidak bisa membaca dan menulis (buta huruf), kalau pun masih ada jumlahnya sangat sedikit. Namun kemampuan terampil menulis yang bagus, enak dibaca dan mudah dipahami itu jumlahnya memang masih belum banyak. Karena kemampuan ini memerlukan proses belajar yang panjang dan berkesinambungan. Keindahan karya tulis sangat ditunjang dari input bacaan seseorang, membaca adalah anak tangga yang harus dilewati untuk mencapai tingkat terampil menulis. Membaca merupakan khazanah penulis yang mapan. Kendalanya adalah budaya membaca masyarakat kita masih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain, makanya tidak heran masih sulit menjumpai penulis-penulis yang produktif.


Bila kita telaah situasi zaman dahulu dengan sekarang jauh berbeda, sumber rujukan dalam menulis masih sangat terbatas sedangkan sekarang begitu berlimpah bahan yang bisa kita gunakan dalam membuat karya tulis. Namun perlu dicatat keterbatasan tidak menjadikan para ulama dulu terbelenggu, sebaliknya banyak karya besar justru lahir di zaman mereka. KH.Hasyim As’ari adalah salah satu patron nyata ulama yang sangat produktif. Karya-karya beliau disusun dalam kitab Irsyadus Sari yang merupakan kumpulan dari sembilan belas kitab tulisan beliau. Para ulama menulis dalam arti yang sebenarnya menggunakan tinta dan kertas, sedangkan sekarang menulis begitu praktisnya menggunakan laptop, tablet atau smartphone yang bisa dilakukan di mana pun berada.

Banyak seminar literasi digelar, pelatihan-pelatihan menulis maupun komunitas penggiat literasi dibentuk. Hal ini memang sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan hasrat dan gairah menulis. Namun harus diingat menulis adalah ilmu terapan yang banyak membutuhkan praktik daripada sekadar teori. Sebagus apapun teori apabila tidak mulai menulis hanya akan jadi angan-angan kosong belaka. Kita tentu masih ingat ketika kecil dulu belajar naik sepeda, berulang kali jatuh sampai kaki kita berdarah-darah, namun hal itu tidak menjadikan kita surut dan menyerah belajar sebelum bisa. Mungkin seperti itulah gambaran orang menulis, berkali-kali menulis dengan hasil tulisan yang belum bagus namun tetap terus menulis, menulis dan menulis lagi.

Sebuah buku karya Dr.Ngainun Naim “The Power of Writing” semakin menggugah kesadaranku bahwa menulis itu penting, atau bahkan sangat penting. Banyak pandangan saya yang keliru tentang menulis selama ini. Pandangan yang memasung niat untuk menulis. Motivasi yang beliau sampaikan seakan menjadi pemicu semangat untuk belajar terus menjadi penulis. Karena siapa pun bisa menjadi penulis, latar belakang pendidikan, ekonomi dan pekerjaan seseorang bukanlah alasan penghalangnya.


Mengapa menulis itu penting bagi kita..? Karena gagasan manfaat. Menulis mengasah kemampuan kita untuk selalu berpikir, mencari solusi pemecahan masalah, membiasakan mengolah imajinasi, sarana menyampaikan ide dan pemikiran serta yang terpenting menulis adalah manifestasi syukur kita. Rentang hidup kita yang singkat ini akan bernilai tinggi bila mampu menderma manfaat bagi orang lain. Sebuah ungkapan yang menjadi falsafah hidup orang tua kita dahulu, Urip kuwi mung mampir ngombe, maknanya hidup itu hanya sebentar, ibaratnya sekedar istirahat untuk minum. Jangan sampai usia kita yang pendek ini berlalu begitu saja. Ada yang mengatakan umur kita ibarat bongkahan es batu, dipakai atau tidak dipakai akan tetap habis meleleh. Begitu pula umur kita, dipakai atau tidak dipakai jatah waktu kita akan habis. Entah berapa waktu yang sudah terlewati dengan sia-sia, sampai baru kita sadar waktu kita tinggal sedikit. 

Lalu, Apa yang harus kita tulis..? Ternyata banyak fakta di sekitar kita, kejadian sehari-hari, pengalaman hidup kita atau buah pikiran kita yang bisa dituangkan menjadi sebuah tulisan.  Tentu kita tidak akan menulis suatu bidang yang tidak kita kuasai. Karena banyak dari kita adalah kumpulan orang yang hanya sedikit mengerti tentang banyak hal. Akan tetapi keterbatasan kecakapan seseorang bukan dalih yang bisa membenarkan kita tidak mau menulis. Masih sangat banyak preferensi yang bisa kita pilih yang membawa faedah sebagai materi tulisan kita. 

Menulislah, karena nanti di masa yang akan datang orang akan mengenangmu, ada jejak yang tertinggal sebagai bukti kita pernah ada. Menulislah, karena menulis menjadi simpanan kebaikan kita bagi generasi kemudian. Menulislah, karena menulis adalah sebuah kemuliaan. Dan jangan menunda lagi…, Menulislah mulai hari ini.

**************
           
Malam ini, Sudah pukul sebelas lebih ketika laptop saya shutdown, beberapa hari seakan tidak terasa menulis sampai larut malam. Terbawa semangat teman-teman di grup Ma’arif Menulis, belum merasa lega kalau artikel yang hendak diuploadbelum selesai. Pada awalnya menulis sehari lima paragraf adalah hal yang berat, seiring waktu ketika mulai terbiasa menjadi hal yang menyenangkan. Ketika sebuah ide sudah menjadi sebuah tulisan, ternyata muncul ide-ide segar yang lain. Seperti filosofi sumur, semakin ditimba semakin deras sumbernya mengalir.

Setiap hari kami diberi tugas dari mentor (Bapak Dr.Ngainun Naim) mengupload karya tulis di blog dan share linknya ke grup Ma’arif Menulis. Ini juga membutuhkan kepercayaan diri, beberapa teman masih bergulat dengan perasaan malu, meskipun akhirnya satu persatu mampu mengalahkan rasa jengahnya. Membuat blog dan rajin mengisinya dengan karya tulis setiap hari memiki dampak yang besar bagi perkembangan proses belajar menulis kami. 

Jangan langsung berharap akan banyak yang mengunjungi dan membaca blog kita, karena pasti akan kecewa. Dari sekian banyak anggota di grup hanya sebagian kecil saja yang akan membaca tulisan yang kita upload. Mengapa..? Pertama, mungkin tulisan kita belum begitu bagus karena memang masih dalam tahap belajar. Jadikan itu semangat untuk terus belajar memperbaiki karya kita. Jangan putus asa. Kedua, sebenarnya tulisan kita sudah lumayan bagus tapi kita belum dikenal orang sehingga tidak ada daya tarik orang sekadar membaca tulisan kita. Tidak apa-apa, terus  berkarya, suatu saat akan ada orang yang akan mengambil manfaat dari tulisan kita.

Menurut sang mentor, penulis dalam berkarya harus dilandasi ke-ikhlas-an. Jangan bangga apabila mendapat apresiasi dari orang, atau sedih bila karya tulis kita kurang dihargai. Setidaknya ini menjadi pegangan bertuah bagi saya, menulis dasarnya harus ikhlas. Seandainya banyak orang yang memperoleh manfaat dari tulisan saya, saya bersyukur. Kalau pun hanya sedikit, saya masih bersyukur, karena menulis telah menyelamatkan saya dari perbuatan laghwu, perbuatan sia-sia. Menulis adalah jalan ibadah selama landasannya ikhlas karena menggapai ridha Allah semata. Itulah ikhtisar yang saya peroleh dari materi bimbingan menulis dan karya beliau yang telah saya baca.

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...