Kamis, 26 November 2020

REFLEKSI SEORANG GURU


Sebuah pesan WhatsApp masuk dari seorang teman, ucapan selamat hari guru, sebenarnya itu sudah biasa. Pesan-pesan seperti itu kadang dibaca sambil lalu. Namun kali ini saya jadi merenung mendapat ucapan dari teman yang sebenarnya seprofesi juga, sama-sama seorang guru. “Selamat Hari Guru Nasional 2020”, Guru memang bukan orang hebat, tetapi semua orang hebat berkat jasa seorang guru. Kalau dipikir benar juga, banyak guru yang sebenarnya biasa saja, namun murid-muridnya banyak yang menjadi orang yang hebat. Memang benar guru tidak bisa menjadikan muridnya pandai, namun tidak pernah ada yang menyangkal peran guru sangat penting bagi murid-muridnya.

Tugas kita dalam kehidupan ini hanya sekadar mengganti peran orang lain sebelumnya. Dulu kita pernah menjadi murid, kini sebagai pendidik menggantikan guru-guru kita yang terdahulu. Saat ini kita telah mengerti mengapa dulu terkadang guru marah, berkata keras kepada muridnya. Ternyata semua adalah untuk kebaikan. Meski tidak semua murid bisa memahaminya. Sebenarnya selalu berharap bisa menjadi guru yang seutuhnya. Yang tindak perilakunya diteladani muridnya. Tidak hanya bisa memberi contoh, namun bisa menjadi contoh.

Waktu adalah bagian dari setiap orang yang tidak bisa diambil dan diputar kembali. Adalah waktu, salah satu nikmat yang paling berharga karena memiliki waktu sama saja dengan memiliki kesempatan untuk membuat hidup secara lebih baik.  Kehidupan dunia tidak sepanjang angan-angan dan harapan kita. Ada masanya kita meninggalkan semuanya. Meninggalkan segala yang dicintai dan menjadi kebanggaan sepanjang hidup. Ya, karena kehidupan dunia memang tidak abadi.

Buah renungan hari guru tahun ini, sebuah nasihat yang sebenarnya untuk diri sendiri. Jangan menjalani hidup setengah hati tanpa arti. Seharusnya bangga menjadi guru, karena guru profesi yang mulia. Menjadi penerang di saat gelap gulita. Sebagai penunjuk arah di saat kebingungan. Dan ilmunya yang bermanfaat akan tetap mengalirkan pahala walau ia telah tiada. Setidaknya, kelak di akhirat kita ada sebuah harapan. Di antara murid-murid yang kita didik, ada yang menjadi penolong kita di hadapan-Nya. Menjadi saksi bahwa kita pernah mendidik mereka dengan penuh ketulusan dan membimbing mereka pada jalan kebenaran.

Tetaplah bahagia menjadi guru, apapun statusnya. Dengan menjadi guru kita bisa terus belajar. Karena hakikat mengajar adalah belajar. Bukankah belajar tidak memiliki ikatan dan batasan waktu. Meski ilmu yang kuasai hanya sedikit, bukan berarti itu alasan untuk enggan berbagi pengetahuan. Karena sebaik-baik ilmu adalah yang diamalkan. Dan, meskipun ilmu seseorang setinggi langit bila tidak diamalkan akan tiada manfaatnya.

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...