Kamis, 18 Maret 2021

Bahaya Merokok: Ilusi atau Kenyataan?



Awal tahun 2021 ini cukai rokok naik rata-rata mencapai 12,5 %. Itu artinya harga rokok juga naik signifikan. Kendati demikian kenaikan cukai rokok tidak pernah direspon oleh masyarakat, bahkan oleh para perokok sendiri. Tentu beda bila yang naik BBM, pasti akan banyak demontrasi. Perokok tidak akan pernah surut meski harga rokok akan terus melambung. Bahkan sekalipun di bungkusnya banyak gambar mengerikan akibat dari merokok, tak sedikitpun selera merokok menjadi menurun.

“Kucing ora ngrokok yo watuk”, begitu kita sering mendengar alasan santai mereka. Tapi bila fair, memang seharusnya pihak yang punya kewenangan juga memiliki kebijakan yang sama terhadap produk lain. Bukan cuma rokok yang dilabeli sebagai barang berbahaya. Gula seharusnya juga diberi peringatan bahaya penyakit diabetes bila mengonsumsinya berlebihan. Produk minuman seperti Ekstra Joss, Kratingdaeng, Kuku Bima dan sejenisnya juga bisa menyebabkan kerusakan ginjal bila diminum setiap hari. Tapi mengapa cuma rokok yang menjadi kambing hitam...? Entahlah….

Dulu waktu masih usia sekitar 16-an tahun, teman-teman mengaji di pondok hampir semuanya perokok. Pada waktu itu umumnya anak-anak pesantren adalah perokok. Sebagai “santri ngalong" sebenarnya saya bukan perokok, lebih tepatnya tidak bisa merokok. Tapi karena memiliki teman rata-rata perokok, ingin coba juga merasakan rokok yang sepertinya nikmat. Apalagi kalau masuk ke kamar mereka, sebuah tulisan besar dilekatkan ditembok menyapa para "tamu", "Kami semua adalah perokok, sebaiknya anda juga merokok".

Entah karena rasa penasaran atau malu dibully teman-teman akhirnya saya belajar merokok juga. Pada tahun itu (1996), ada merk rokok yang terkenal di kota Tulungagung, rokok Minna produk Retjo Pentung. Sekali dua kali mencoba menghirup asap rokok dengan "bimbingan" para perokok tulen, teman-teman karib saya. Rupanya, merokok bukan pekerjaan mudah. Buktinya berhari-hari setelah mencoba, saya masih gagal menjadi perokok. Setiap berusaha menghisap asap rokok yang terjadi justru batuk-batuk. Begitu seterusnya. Akhirnya saya menyerah, saya tidak lulus menjadi seorang perokok.

Yah, pada akhirnya silakan memilih, merokok atau tidak. Hukum fiqihnya juga bisa memilih, tentu pilih yang ringan saja, makruh. Masalah gangguan kesehatan adalah konsekuensi dari pilihan itu sendiri. Dan, yang paling tahu dengan kesehatan badannya tentu diri sendiri. Bagi sebagian orang merokok menyebabkan gangguan kesehatan. Namun faktanya, banyak juga perokok yang sudah puluhan tahun tapi tidak memiliki gangguan kesehatan.

 

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...