Minggu, 01 Mei 2022

Puncak Mudik 2022



Dua hari menjelang Idulfitri 1443 Hijriyah, keluarga besar kami mendapat khabar gembira. Kakak yang saat ini berdomisili di Jakarta menyampaikan berita bahwa seluruh keluarga sudah dalam perjalanan menuju Tulungagung.

Kami memang tidak menduga sebelumnya, karena baru beberapa bulan yang lalu mereka juga sambang ke Jawa. Rupanya pada momen Idulfitri tahun ini mereka berkesempatan merayakan hari raya bersama kami di kampung halaman tercinta.

Yang menjadi pikiran kami semua, keluarga di Tulungagung adalah bagaimana beratnya perjalanan di saat arus mudik mengalami puncaknya. Terlebih mereka menggunakan kendaraan pribadi, ditambah lagi dengan rute yang belum pernah ditempuh. Ya, mereka baru sekali menempuh Jakarta Tulungagung dengan kendaraan pribadi.

Benar saja. Sesampai di tulungagung mereka bercerita bagaimana beratnya perjalanan mudik kali ini. Kemacetan terjadi di jalur mudik hingga puluhan kilometer. Bahkan untuk keluar Jakarta menuju Cirebon harus ditempuh hampir sepuluh jam. Padahal ketika waktu normal, waktu yang diperlukan hanya sekitar tiga jam saja.

Memang mudik tahun ini adalah mudik terbesar dan terpadat dalam sejarah. Kita tentu bisa memaklumi apa yang terjadi saat ini. Sudah dua tahun ada larangan mudik, tentu ketika mudik sudah mendapat lampu hijau semua berbondong-bondong menuju kampung halaman masing-masing menuntaskan rindu yang terpendam.

Mudik adalah sebuah perjuangan. Mudik juga bentuk bhakti anak pada orang tuanya. Sesibuk apapun dan sejauh manapun anak pasti akan mengunjungi orang tuanya. Jarak tidak pernah menjadi penghalang untuk sungkem dan mencari keridhaan kedua orang tua.

 

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...