Senin, 07 Maret 2022

KUDETA GAGAL “IMAM DADAKAN”



Ketika muazin mengumandangkan iqomat, kami bergegas membuat shaf hendak melaksanakan shalat berjama’ah. Saya sedikit kaget melihat sosok asing yang berdiri di mihrab (imaman) menghadap jama’ah. Dengan penampilan rambut serta jenggot agak panjang dan pastinya itu bukan imam tetap shalat rawatib di masjid kami. Kalau dari pakaian dan sarung yang dikenakan sebenarnya bisa dikatakan rapi.

Sepertinya dia maju memang sengaja ingin menjadi imam, padahal tak satu jama’ah pun yang mengenalnya. Benar saja, ketika imam yang sebenarnya sudah mendekati mihrab, ia tetap berdiri dan berupaya mengatur shaf jama’ah. Ini tentu tidak bisa didiamkan, spontan saya maju dan “memaksa” orang aneh ini untuk mundur. Tanpa perlawanan dia mundur tepat di belakang imam dan mengikuti shalat jama’ah hingga selesai.

Rupanya, kami baru sadar “imam dadakan” yang hendak mengkudeta di masjid kami adalah orang yang menderita sakit jiwa. Apa jadinya seandainya kemarin malam kami diam saja dan membiarkan orang sakit jiwa memimpin shalat. Kejadian kemarin malam di masjid kami itu menggambarkan betapa nikmatnya memiliki jiwa yang sehat. Sebuah insiden kecil yang menyadarkan nurani untuk selalu bersyukur dan terus bersyukur karena dianugerahi kesehatan badani lebih-lebih kesehatan ruhani (jiwa).

Kesehatan menjadi salah satu nikmat besar yang harus kita syukuri. Kesehatan yang sempurna tentu yang meliputi kesehatan badani dan ruhani. Seperti kata tetangga kami, yang penting kita masih “seger waras”. Seger dimaksudkan memiliki  kesehatan tubuh. Sedangkan waras dimkanai memiliki kesehatan jiwa. Belum lengkap kalau jiwa sehat sementara tubuh menderita sakit. Atau tubuh sehat, tapi jiwanya didera sakit, ini berat juga.

Harapan semua orang pastinya ingin selalu diberi kesehatan badan dan jiwanya. Seandainya suatu hari menderita sakit dan disuruh memilih, orang tentu lebih memilih sakit tubuhnya daripada sakit jiwanya. Ketika tubuh sedang sakit tapi jiwanya sehat, mungkin tidak menjadi masalah besar. Tapi sebaliknya bila jiwa sakit, tubuh yang sehat sering menjadi tidak berarti lagi.

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...