Rabu, 31 Agustus 2022

Tahan Jarimu

 



Peribahasa diam itu emas, di zaman seperti ini sangat relevan. Di mana mulut orang semakin tajam dan tak terkendali. Apa saja dikomentari dan dicaci. Bahasa anak sekarang, banyak orang hobinya nyinyir. Meski nyinyirnya hanya di dunia maya (media sosial), tetap saja itu adalah perbuatan yang tercela.

Lidah memang terlihat diam, tapi jari susah dikendalikan. Kebiasaan netizen yang menebar kata-kata kebencian, menghina, ghibah dan bahkan adu domba, terkadang membuat kita susah menahan jari untuk berkomentar karena apa yang disampaikan sudah sangat keterlaluan. Tapi tahan, Jangan berdebat dengan pembenci, penjelasan yang paling bijak dari kita adalah diam tersenyum dan membiarkan dia merasa paling benar.

Jadi tak perlu berteriak-teriak di ruang medsos jika hanya ingin didengar. Kata orang bijak cara terbaik untuk didengar adalah dengan bicara seperlunya. Karena semakin banyak bicara semakin tidak jelas mana perkataan yang penting. Semua telah bercampuraduk dan menjadi bias.

Tapi tidak perlu kebencian dilawan dengan kebencian yang serupa. Lagi pula yang merasakan sakit adalah mereka yang hatinya penuh kebencian. Orang yang dibenci tidak akan merasakan kesedihan yang mendalam, berbeda dengan orang yang membenci dia akan kehilangan banyak kebahagiaan.

Selamatnya seseorang karena lisannya. Hari ini, selamatnya orang karena jarinya. Karena jari yang latah, bisa saja membawa kerugian yang besar. Jadi, tahan jari kita agar tidak celaka.

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...