Rabu, 10 Juni 2020

BELAJAR MENULIS (LAGI)

Embrio menggemari dunia menulis sebenarnya sudah ada sejak masa di bangku kuliah dulu.  Sebuah buku notasi masih ada sampai sekarang sebagai saksi histori yang di dalamnya berisi catatan harian. Serupa buku harian memang namun tidak sekadar menulis kegiatan sehari-hari, akan tetapi berisi ulasan pengalaman pribadi, perihal penting yang menarik, gagasan dan kumpulan sajak. Pada mulanya rajin membuat catatan sebelum akhirnya benar-benar berhenti menulis. Kebiasaan yang akhirnya mati suri belasan tahun lamanya.

Semangat menulis kini tumbuh lagi di saat usia tidak muda lagi, meskipun sebenarnya tidak ada batasan usia dalam belajar. Ibarat tunas yang baru tumbuh harus dijaga dan dirawat. Untuk membangun semangat yang lahir kembali, setiap hari kami harus tetap menulis apapun itu. Saran dari guru menulis kami (Dr. Ngainun Naim) benar-benar kami coba terapkan setiap harinya. Blog yang baru dibuat hampir setiap hari bertambah dengan judul baru, meskipun kategori tulisan kami belum begitu jelas, opini, artikel atau essay yang penting menulis dulu. Tema yang kami tulis juga hal-hal sederhana, lebih banyak ihwal dalam kehidupan sehari-hari.

Saran mentor Nge-blog mulai memberi pengaruh yang signifikan dalam peningkatan belajar menulis kami. Sederhana namun efektif. Tidak salah beliau mendapat ‘gelar’ dosen “GoBlog” dari Rektor IAIN Tulungagung, maksudnya dosen yang aktif menulis dan menyebarkan gagasan di blog. Kebiasaan yang kini telah banyak menjangkiti para pecinta literasi. Aktifitas di blog ternyata cukup atraktif, baru satu bulan blog dibuat sudah terisi belasan judul tulisan kami. Nge-Blog pelan dan pasti telah menjadi media bertambahnya jam terbang bagi kami penulis pemula. Sisi lain blog merupakan tempat menyimpan tulisan secara online yang bisa diakses dimana saja. Koleksi tulisan inilah yang kelak bisa menjadi cikal bakal terbitnya sebuah buku.

Proses panjang belajar bersama menulis sedang dan akan kami jalani, banyak juga hambatan kecil yang sering kami alami. Terkadang ketika membaca karya tulis sendiri yang sudah dipublikasi di blog muncul ketidakpuasan. Namun banyak alasan untuk membesarkan hati sendiri, bahwa semuanya memerlukan waktu. Tidak ada jalan pintas menjadi penulis yang terampil. Komentar dari kolega sesama blogger bisa menjadi motivasi tersendiri, semangat kebersamaan menjadikan minat menulis yang tumbuh tetap terpelihara dengan baik.

Kita sering menemukan situasi anak didik kita di kelas, di waktu mendapat tugas melukis, nyaris satu kelas membuat lukisan yang hampir serupa. Pemandangan alam dengan gunung, matahari dan hamparan sawah. Karena itulah pola yang sering dilihat siswa. Tentu bukan salah gurunya tidak bisa memberi contoh yang kreatif, basic pendidikannya bukan di bidang seni sehingga tidak memiliki kompetensi yang memadai. Di waktu yang lain ketika pelajaran Bahasa Indonesia pada saat tugas mengarang, banyak siswa kesulitan mengembangkan idenya. Begitu mendapat satu paragraf akan berhenti, hal ini terjadi karena kita belum membudayakan menulis ke anak-anak didik kita, dan yang paling mendasar karena kita belum mampu memberi teladan menulis yang baik ke murid kita. Tidak heran hanya sedikit dari siswa yang bisa melukis maupun menulis karena belum bertemu dengan guru yang tepat.

Tidak ada murid yang tidak pandai, jika menemukan guru yang tepat. Sebuah idiom dalam dalam dunia pendidikan yang menumbuhkan optimisme belajar. Kini kami sudah menemukan guru yang tepat, guru yang menispirasi dan mampu menumbuhkan semangat menulis. Tidak ada argumen lagi bila kemampuan menulis tidak bisa berkembang, berhenti di tempat. Menulis tentu harus konsisten, motivasi internal penulis yang diharap mampu memelihara gairah menulisnya tetap hidup. Sebagus apapun motivasi dari luar bila tidak diimbangi dorongan niat yang kuat dan semangat yang tinggi niscaya semuanya akan berhenti sebelum sampai tujuan yang dimaksud. Hanya euforia sesaat kemudian akan senyap lagi. Bagaikan bunga layu sebelum berkembang.

 

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...