Senin, 18 Mei 2020

KEMULIAAN AKHLAQ RASULULLAH (Bagian-2)



            Secara umum Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah gudangnya sifat-sifat kesempurnaan yang tidak ada bandingannya sebelum atau sesudah beliau. Allah membimbing dan membaguskan bimbingan-Nya, hingga Allah berfirman terhadap Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam seraya memuji beliau;

“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”.
(Surat Al-Qolam: 4)

            Sifat-sifat yang sempurna inilah yang membuat jiwa manusia merasa dekat dengan beliau, membuat hati mereka mencintai beliau, menempatkan beliau sebagai pemimpin yang menjadi tumpuhan harapan hati, bahkan orang-orang yang dulunya bersikap keras terhadap beliau berubah menjadi lemah lembut, hingga akhirnya manusia masuk ke agama Allah secara berbondong-bondong.
            Kita dapat melihat keagungan akhlaq beliau ketika peristiwa dakwah ke Thaif, bukannya mendapat sambutan yang baik justru Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam dan Zaid Bin Haritsah diusir, dicaci maki dan dilempari batu hingga mengenai urat di atas tumit beliau, sampai-sampai terompah (sandal) beliau basah oleh darah. Zaid Bin Haritsah pun ikut terluka lemparan batu karena menjadikan tubuhnya sebagai pelindung tubuh Nabi. Rasulullah meninggalkan Thaif dalam keadaan hati yang sedih menuju ke kota Makkah, kemudian Allah mengutus malaikat Jibril disertai malaikat penjaga gunung, yang meminta pendapatnya untuk meratakan dua gunung di makkah dan menimpakan ke penduduk Thaif.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menjawab, “Bahkan aku berharap kepada Allah agar Dia mengeluarkan dari kalangan mereka orang-orang yang menyembah Allah semata dan tidak menyekutukan sesuatu pun dengan-Nya”. Dalam jawaban yang disampaikan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ini tampak kepribadian beliau yang amat menawan dan akhlaq beliau yanga agung.
Keteladanan dan kesederhanaan Rasulullah sebagai pemimpin umat tercermin dalam peristiwa perang Khandaq. Rasulullah memimpin penggalian parit untuk melindungi kota Madinah dalam keadaan lapar karena beberapa hari tidak makan, beliau mengganjal perutnya dengan dua buah batu yang diikat. Karena merasa iba sahabat Jabir menyembelih seekor kambing dan menyuruh istrinya memasak satu sha’ tepung gandum untuk Rasulullah. Setelah masak, Jabir membisiki Rasulullah secara pelan-pelan agar datang ke rumahnya bersama beberapa sahabat saja. Tapi beliau justru berdiri di hadapan semua orang yang sedang menggali parit yang jumlahnya ribuan orang. Sebelum semua makan Rasulullah mendoakan makanan yang telah disajikan, lalu mereka melahap makanan yang tidak seberapa banyak itu hingga semua kenyang, bahkan masih tersisa.
            Beliau tidak duduk dan tidak bangkit kecuali dengan dzikir, tidak membatasi berbagai tempat dan memilih tempat yang khusus bagi beliau, jika tiba di suatu tempat pertemuan beberapa orang, beliau duduk di tempat yang paling akhir dalam pertemuan itu dan beliau memerintahkan yang demikian itu, memberikan tempat kepada setiap orang yang hadir dalam pertemuan beliau, sehingga tidak ada orang yang hadir di situ bahwa seseorang merasa lebih terhormat dari beliau. Siapa pun yang meminta keperluan, maka beliau tidak pernah menolaknya. Majlisnya adalah majlis yang diwarnai kemurahan hati, malu, sabar dan amanah, tidak ada suara yang keras, tidak dikhawatirkan ada pelanggaran terhadap kehormatan, mereka saling bersimpati dalam masalah ketaqwaan, menghormati yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, menolong orang yang membutuhkan dan mengasihi orang asing.
            Beliau meninggalkan manusia dari tiga perkara; tidak mencela seseorang, tidak menghinanya dan tidak mencari-cari kesalahannya. Beliau tidak berbicara kecuali dalam hal-hal yang beliau mengharapkan pahalanya. Jika beliau berbicara, orang-orang yang hadir di majlisnya akan diam, seakan-akan di atas kepala mereka ada burung. Jika beliau diam, maka mereka baru berbicara. Mereka tidak berdebat di hadapan beliau. Jika ada orang berbicara saat beliau berbicara, mereka menyuruhnya diam hingga beliau selesai bicara. Beliau tersenyum jika ada sesuatu yang membuat mereka tersenyum, mengagumi sesuatu yang membuat mereka kagum, sabar menghadapi kekasaran perkataan orang asing.

Nasionalisme Lapangan Hijau

  Kalau bicara tentang sepak bola, masyarakat Indonesia jagonya. Meski cabang olah raga sepak bola belum menorehkan prestasi di level duni...