Secara umum Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam adalah gudangnya sifat-sifat kesempurnaan yang tidak ada
bandingannya sebelum atau sesudah beliau. Allah membimbing dan membaguskan
bimbingan-Nya, hingga Allah berfirman terhadap Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi
wa Sallam seraya memuji beliau;
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar
berbudi pekerti yang agung”.
(Surat Al-Qolam: 4)
Sifat-sifat yang sempurna inilah yang membuat
jiwa manusia merasa dekat dengan beliau, membuat hati mereka mencintai beliau,
menempatkan beliau sebagai pemimpin yang menjadi tumpuhan harapan hati, bahkan
orang-orang yang dulunya bersikap keras terhadap beliau berubah menjadi lemah
lembut, hingga akhirnya manusia masuk ke agama Allah secara berbondong-bondong.
Kita dapat melihat keagungan akhlaq
beliau ketika peristiwa dakwah ke Thaif, bukannya mendapat sambutan yang baik
justru Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam dan Zaid Bin Haritsah diusir,
dicaci maki dan dilempari batu hingga mengenai urat di atas tumit beliau,
sampai-sampai terompah (sandal) beliau basah oleh darah. Zaid Bin Haritsah pun
ikut terluka lemparan batu karena menjadikan tubuhnya sebagai pelindung tubuh
Nabi. Rasulullah meninggalkan Thaif dalam keadaan hati yang sedih menuju ke
kota Makkah, kemudian Allah mengutus malaikat Jibril disertai malaikat penjaga
gunung, yang meminta pendapatnya untuk meratakan dua gunung di makkah dan
menimpakan ke penduduk Thaif.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menjawab, “Bahkan aku
berharap kepada Allah agar Dia mengeluarkan dari kalangan mereka orang-orang
yang menyembah Allah semata dan tidak menyekutukan sesuatu pun dengan-Nya”. Dalam
jawaban yang disampaikan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ini tampak
kepribadian beliau yang amat menawan dan akhlaq beliau yanga agung.
Keteladanan dan kesederhanaan Rasulullah sebagai pemimpin umat
tercermin dalam peristiwa perang Khandaq. Rasulullah memimpin penggalian parit
untuk melindungi kota Madinah dalam keadaan lapar karena beberapa hari tidak
makan, beliau mengganjal perutnya dengan dua buah batu yang diikat. Karena
merasa iba sahabat Jabir menyembelih seekor kambing dan menyuruh istrinya
memasak satu sha’ tepung gandum untuk Rasulullah. Setelah masak, Jabir
membisiki Rasulullah secara pelan-pelan agar datang ke rumahnya bersama
beberapa sahabat saja. Tapi beliau justru berdiri di hadapan semua orang yang
sedang menggali parit yang jumlahnya ribuan orang. Sebelum semua makan
Rasulullah mendoakan makanan yang telah disajikan, lalu mereka melahap makanan
yang tidak seberapa banyak itu hingga semua kenyang, bahkan masih tersisa.
Beliau tidak duduk dan tidak bangkit
kecuali dengan dzikir, tidak membatasi berbagai tempat dan memilih tempat yang
khusus bagi beliau, jika tiba di suatu tempat pertemuan beberapa orang, beliau
duduk di tempat yang paling akhir dalam pertemuan itu dan beliau memerintahkan
yang demikian itu, memberikan tempat kepada setiap orang yang hadir dalam
pertemuan beliau, sehingga tidak ada orang yang hadir di situ bahwa seseorang
merasa lebih terhormat dari beliau. Siapa pun yang meminta keperluan, maka
beliau tidak pernah menolaknya. Majlisnya adalah majlis yang diwarnai kemurahan
hati, malu, sabar dan amanah, tidak ada suara yang keras, tidak dikhawatirkan
ada pelanggaran terhadap kehormatan, mereka saling bersimpati dalam masalah
ketaqwaan, menghormati yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, menolong
orang yang membutuhkan dan mengasihi orang asing.
Beliau meninggalkan manusia dari
tiga perkara; tidak mencela seseorang, tidak menghinanya dan tidak mencari-cari
kesalahannya. Beliau tidak berbicara kecuali dalam hal-hal yang beliau
mengharapkan pahalanya. Jika beliau berbicara, orang-orang yang hadir di
majlisnya akan diam, seakan-akan di atas kepala mereka ada burung. Jika beliau
diam, maka mereka baru berbicara. Mereka tidak berdebat di hadapan beliau. Jika
ada orang berbicara saat beliau berbicara, mereka menyuruhnya diam hingga
beliau selesai bicara. Beliau tersenyum jika ada sesuatu yang membuat mereka
tersenyum, mengagumi sesuatu yang membuat mereka kagum, sabar menghadapi kekasaran
perkataan orang asing.