Target menyelesaikan naskah buku kelima pada bulan ini
pasti tidak tercapai. Lagi-lagi saya terkena “virus menunda” hingga
berkali-kali. Naskah yang sebenarnya tinggal menyunting dan merapikan detail
susunan bagian-bagiannya masih saja belum tersentuh. Entah mengapa setiap
hendak membuka folder dalam laptop tua saya yang isinya draf buku tersebut
selalu saja hilang semangat. Dipaksa pun selalu gagal dan akan berakhir dengan
cepat tanpa hasil.
Malam ini untuk kesekian kalinya saya niatkan memulai
kembali. Membuka dan menyunting naskah buku yang sudah menjadi blendrang karena
sudah beberapa bulan dibiarkan terbengkalai. Begitulah tabiat buruk manusia,
suka terlena dan menurutkan kesenangan. Hal-hal penting yang berat biasanya justru
dihindari atau ditunda untuk dikerjakan di lain waktu.
Menulis buku bagi saya bukan bagian dari aktivitas yang
menghasilkan uang. Saya sepenuhnya memahami dunia menulis yang saya jalani. Di
saat dunia menulis buku sedang lesu darah seperti saat ini, tidak mudah
mendapatkan keuntungan materi dari menulis. Sekadar kembali biaya yang
dikeluarkan untuk menerbitkan buku saja, itu sudah terbilang bagus.
Tetapi apapun situasi yang dihadapi, dunia menulis
terlanjur memikat hati saya. Jadi, biarpun harus membiayai penerbitan buku dan
sering “nombok” karena modal tidak pernah kembali saya tetap lega dan puas
hati. Saya tidak merasa kecil hati di saat buku-buku karya saya tidak diminati
orang. Ini yang mungkin sering dikatakan orang, bahagia itu tidak bisa dinilai
dan dibeli.
Sepanjang masih mampu berkarya, saya bertekad untuk terus
menulis dan menerbitkan buku. Tidak peduli meski tak ada orang yang
mengapresiasi dengan apa yang saya lakukan. Dari sekian banyak hal yang
membahagiakan hati, salah satu di antaranya adalah menulis. Lalu mengapa harus
meninggalkan sesuatu yang membuiat hati saya bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar