Tak
lebih ringan dan tidak pula lebih berat. Semua orang akan pasti akan merasakan
beban dalam hidupnya. Sudah menjadi kodrat kehidupan, bahagia dan kesedihan
akan silih-berganti menghampiri kita. Kesedihan biasanya muncul akibat dari menerima keadaan seperti
kegagalan, kecewa, kehilangan, maupun harapan yang belum tergapai.
Tidak
ada yang melarang untuk bersedih. Bersedih boleh saja, bahkan kata pakar
kejiwaan itu akan memiliki dampak baik bagi tubuh karena dengan meluapkan emosi
yang terpendam akan dapat membersihkan toksin. Akan tetapi, kesedihan juga
bisa berdampak buruk jika dirasakan terlalu berlarut-larut.
Yang
menjadikan lebih berat sebenarnya bukan karena bentuk musibahnya, namun sikap
seseorang dalam menghadapi musibah. Terkadang kita salah menilai, bukan kuat
atau kurang kuat, melainkan cara pandang seseorang menyikapi setiap musibah
yang dia terima.
Seperti
air bening dalam gelas. Setiap orang pasti mampu mengangkat atau
memindahkannya. Tapi bagaimana bila seseorang tetap memegang gelas tersebut
hingga berjam-jam lamanya. Pasti tangannya akan pegal, gemetar dan merasakan
beban yang berat. Dia akan mengerahkan seluruh tenaganya hanya untuk menahan
gelas di tangannya tidak terjatuh.
Begitu
perumpamaan orang yang berlarut-larut dalam kesedihannya. Pikirannya selalu
tertuju pada masalah yang sedang dihadapi. Sehingga urusannya serasa menjadi
berlipat-lipat akutnya.
Sementara
ada orang yang tidak mau terhanyut dalam kesedihan. Ia hanya sepintas saja memikirkan
permasalahan dan keruwetan hidupnya. Ia akan meletakkan beban yang dibawanya,
karena dia sadar betul beratnya hidup membawa masalah. Jadi, sekadarnya saja ia
memikirkan hal yang sulit. Karena dia akan melihat sisi-sisi baiknya saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar