Tidak semua
orang mampu mengerjakan amal kebaikan secara istiqamah. Shalat malam dan puasa
sunah misalnya, kadang dikerjakan dan kadang dalam waktu lama ditinggalkan.
Demikian pula menulis, mengaji maupun ke masjid untuk shalat berjama'ah tepat
waktu, dan lain-lain, bagi banyak orang masih dianggap berat.
Mungkin karena
kesibukan kerja, jenuh, tidak bersemangat, dan terasa berat itulah sebenarnya
yang menjadikan seseorang meninggalkan aktivitas yang dianggap baik tadi.
Sekali dua kali mungkin masih terasa berat hati, tapi lama-kelamaan orang akan
mudah saja meninggalkan sesuatu amal baik. Dikhawatirkan ketika sudah terbiasa,
tidak ada lagi rasa menyesal meninggalkan kebiasaan baik yang telah lama
diamalkan.
Sebaik-baik amal
kebaikan memang yang istiqamah dikerjakan. Ini yang yang harus menjadi motivasi
kita dalam beramal. Jadi meski ada rintangan maupun godaan, sekuat mungkin
harus diusahakan tetap melaksanakan apa yang sudah menjadi wiridnya (kebiasaan).
Ngaji Bareng
Masjid al-Ittihad malam Jumat kemarin menjadi bukti bahwa selama ada niat, amal
kebaikan akan tetap dapat dilaksanakan meski ada penghalangnya. Secara mendadak
listrik padam menjelang ngaji dibuka. Prof.Mujamil Qomar yang kebetulan menjadi
narasumber dengan santai berujar, “Niatnya datang ke masjid kan mengaji,
jadi ya harus tetap mengaji”.
Meski hanya
dengan penerangan lilin ngaji bareng tetap berjalan. Tidak ada pengeras suara
tidak menjadikan jamaah hilang antusias dan khidmahnya. Selama hampir dua jam
ngaji berjalan “gayeng” diselingi humor khas Profesor Mujamil. Tepat sesaat
kajian selesai, listrik hidup kembali. Seandainya saja malam itu kajian
diliburkan dengan alasan listrik padam, mungkin lain kali akan banyak alasan
untuk tidak mengaji lagi.