Bulan Dzulhijjah atau
bulan Besar dalam hitungan kalender Jawa menjadi bulan yang paling sibuk bagi
keluarga yang punya hajat hendak menikahkan anaknya. Tradisi mantu pada bulan
Besar atau Dzulhijjah sudah berjalan sejak lampau, dan hanya masyarakat di
tanah Jawa yang menggunakan pertimbangan bulan, hari atau weton ketika hendak
melaksanakan pernikahan.
Ada bulan-bulan
tertentu yang dianggap masyarakat Jawa paling tepat dan bagus ketika hendak menikahkan
anak-anaknya, demikian pula ada bulan yang selalu dihindari. Misalnya, hingga saat kita
tidak pernah melihat orang Jawa mantu pada bulan Muharam atau Sura.
Dalam masyarakat kita
(Jawa) budaya tolong-menolong sudah sangat melekat dalam kehidupan sehari-hari.
Begitu pula ketika ada saudara atau tetangga yang punya hajat mantu anaknya. Bukan
hanya tenaga, lazimnya sanak keluarga, tetangga maupun kenalan akan memberikan
sumbangan uang yang istilahnya disebut mbecek atau buwoh.
Tradisi buwoh sebenarnya
bermaksud meringankan beban yang ditanggung oleh keluarga yang sedang punya
hajat, namun tidak bisa dihindari pada akhirnya juga akan menjadi hal yang
membebani. Buwoh bukan murni sumbangan. Kebiasaannya, semua buwoh dan bantuan
tercatat dan pada waktunya harus dikembalikan.
Buwoh memang bukan
hutang yang harus dibayar. Tapi masyarakat kita sudah terbiasa akan mengembalikan
semua pemberian tersebut dengan nominal yang sama. Terlepas dari sisi
kurangnya, buwoh juga membawa banyak manfaat. Buwoh adalah lambang persaudaraan
dan mengeratkan hubungan kekeluargaan. Buwoh bisa menjadi sarana berkumpulnya
keluarga besar dan menjalin sillaturrahim.