Sepekan kemarin dunia
media kita diramaikan dengan viralnya tukang es teh dan penceramah masyhur Gus
Miftah. Urusan Gus Miftah sebenarnya sudah selesai. Kedua belah pihak sudah
bertemu dan saling memaafkan. Namun ada yang menjadi perhatian masyarakat luas
yakni mundurnya beliau dari jabatan Utusan Presiden.
Langkah Gus Miftah
mundur dari jabatannya merupakan hal langka di negeri kita. Selama ini hampir tidak
ada contoh pejabat tinggi yang mundur karena kesalahan yang dia lakukan. Lihat
saja berapa banyak kasus korupsi yang melibatkan pejabat, namun mereka tidak
pernah minta maaf atau mengundurkan diri.
Gus Miftah tidak
terlibat urusan kriminal, hanya masalah etika tapi karena hal tersebut dia
mengundurkan diri. Ini mengingatkan kita pada para pejabat di Negeri Sakura,
Jepang. Sudah puluhan pejabat tinggi di sana, bahkan setingkat perdana menteri
mengundurkan diri karena merasa tidak pantas lagi mengemban jabatan yang
diamanatkan kepadanya.
Apa yang dilakukan
Gus Miftah adalah bentuk keteladanan. Semoga pejabat-pejabat di negeri kita
bisa mengikuti langkah beraninya. Berani mundur bila terlibat perkara (kasus)
atau gagal menjalankan tugas. Apa gunanya memepertahankan jabatan bila akhirnya
harus mengorbankan kepentingan rakyat. Mundur karena kesalahan adalah bentuk
tanggungjawab, dan itu akan lebih mulia.
Hidup memang tidak
harus selalu maju, sesekali juga harus mundur. Jangan malu untuk mundur atau turun
dari sebuah jabatan, karena kehormatan orang bukan karena tingginnya jabatan.
Melainkan akhlaq yang mulia.