Salah satu khazanah budaya Jawa yang hingga saat ini masih dipertahankan di masyarakat pedesaan adalah upacara bersih desa. Pada mulanya sebelum agama Islam masuk, bersih desa merupakan slametan atau upacara adat masyarakat Jawa untuk memberikan sesaji yang berasal dari kewajiban setiap keluarga kepada danyang desa.
Bersih desa dilakukan oleh masyarakat
desa yang bertujuan untuk membersihkan desa dari roh-roh jahat yang
mengganggu. Maka sesaji diberikan kepada danyang, karena danyang dipercaya
sebagai penjaga sebuah desa. Dengan demikian, upacara bersih desa diadakan
di makam danyang. Bersih desa juga dimaknai sebagai ungkapan syukur
atas panen padi, maka upacaranya dilakukan setelah panen padi
berakhir.
Bersih desa merupakan adat desa yang
sudah lama dilestarikan. Bersih desa biasanya diadakan pada
bulan Sela yaitu bulan ke-11 Kalender Jawa. Seluruh makanan yang
ada dalam upacara bersih desa merupakan hasil sumbangan keluarga-keluarga di
desa. Di berapa daerah upacara bersih desa juga dilengkapi dengan
pertunjukan wayang semalam suntuk.
Pada saat ini acara bersih desa sudah
mengalami beberapa perubahan karena pengaruh ajaran agama Islam. Beberapa
tempat melaksanakan upacara bersih desa di masjid tidak lagi di pendopo
kelurahan/desa. Adapun isinya adalah doa-doa dalam dalam ajaran agama
Islam dan bacaan ayat-ayat al-Quran. Istilah bersih desa masih
dipertahankan meski pada intinya adalah doa bersama pemimpin desa (Kades)
beserta perangkatnya yang menghadirkan tokoh-tokoh masyarakat dan sebagian
warga desa.
Hari Ahad tanggal 1 Juni 2024 kemarin
desa kami (Sumberdadi-Sumbergempol) menyelenggarakan bersih desa. Dalam
sambutannya Kepala Desa menyampaikan bahwa kegiatan bersih desa bertujuan
mendapat rahmat Allah dan dijauhkan dari segala bala musibah. Sudah menjadi
agenda rutin tiap tahun desa kami mengadakan acara bersih desa. Sama halnya
dengan desa yang lain, juga mengadakan acara yang sama meski caranya
berbeda-beda.
Ada satu hal unik yang masih
dipertahankan dalam tradisi bersih desa di tempat kami, yaitu hajatan dalam
Basa Jawa. Hajatan sebenarnya menguraikan (moco ambengan). Ambengan yang
telah disiapkan satu persatu disebut oleh seorang sesepuh yang bertugas
kemudian makna dibalik semua (makanan) itu dijelaskan dengan Basa Jawa yang
luwes. Sebuah tradisi luhur yang semestinya terus dipertahankan oleh masyarakat
desa.