Salah satu tanda
orang beruntung yang termaktub dalam surat al-Mukminun ayat ketiga adalah orang-orang
yang meninggalkan (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna. Waktu hanya
diisi dengan hal-hal yang bermanfaat, tidak terlena dengan perkataan dan perbuatan
yang sia-sia.
Bila kita muhasabah, ternyata
banyak sekali waktu yang telah kita habiskan dengan perkataan dan perbuatan
yang tidak ada gunanya. Berapa menit atau bahkan berjam-jam waktu yang telah kita
gunakan hanya melihat gadget dan asyik bermedia soaial.
Kita sering lalai, menonton
video pendek yang masuk di beranda Tik-tok atau Youtube. Jari kita terus
menggulir layar ponsel dan baru tersadar ketika waktu berlalu dan kita hanya
duduk santai tidak menghasilkan apa-apa kecuali rasa capek dan jenuh.
Jangan sampai kita
menyesal nanti. Menjadi golongan orang-orang yang merugi karena menyia-nyiakan
waktu yang telah diberikan Allah. Setiap detik, menit, jam dan hari-hari harus
kita pertanggungjawabkan.
Para ulama dulu
sangat menghargai waktu. Ada beberapa contoh yang menggambarkan betapa mereka
sangat menghargai waktu. Ketika ada seorang berkata kepada Amir bin Abdul Qais
sementara dia sedang sangat sibuk, maka Amir bin Abdul Qais berkata; “Kalau kau
bisa tahan matahari, saya mau ngomong sama engkau. Zaman berjalan dan tidak
berhenti, dan kalau sudah berjalan tidak akan kembali lagi, kalau sudah hilang
tidak bisa dikembalikan.”
Kisah lain
menceritakan, Hammad bin Salamah Al-Bashri tidak pernah tertawa karena sangat sibuk.
Kalau dia tidak menyampaikan hadits, dia sedang membaca, bertasbih, atau dia
sedang shalat, dia bagi waktu siangnya dengan semua kegiatan itu. Demikian pula Imam Syafi’i,
ketika beliau ditanya tentang waktu yang digunakan untuk menuntut ilmu, beliau
menjawab; “Seperti seorang ibu yang sedang kehilangan anaknya dan dia tidak
punya anak yang lain dan dia sedang mencari anaknya.” Maknanya, beliau “rakus”
terhadap ilmu dan menggunakan waktunya untuk terus belajar.
Kita ingin menjadi orang-orang yang beruntung dan dijauhkan dari golongan yang merugi. Meski kita tidak mungkin
bisa mengikuti contoh ekstrem para ulama dalam menggunakan waktu, tapi
setidaknya, tidak banyak waktu yang kita buang begitu saja karena kelalaian dan
sekadar menurutkan nafsu tercela, sifat malas.