Ibadah maghdah yang diwajibkan bagi
umat Islam sebenarnya tidak banyak. Shalat dalam sehari semalam hanya lima
waktu, puasa wajib dalam satu tahun hanya dalam satu bulan, yakni pada bulan
Ramadan. Sementara ibadah yang berkaitan dengan harta yang wajib hanyalah
zakat.
Namun di luar yang wajib tadi banyak
sekali ibadah-ibadah sunah yang sangat diutamakan untuk dikerjakan. Ada shalat
sunah rawatib, shalat witir, shalat tahajjud, shalat tarawih dan masih banyak
shalat-shalat sunah yang lain.
Puasa pun demikian, ada puasa enam
hari di bulan Syawal, puasa yaumul bidh, puasa tanggal 10 di bulan Muharam,
puasa Nabi Daud dan beberapa puasa sunah yang lain. Selain zakat kita juga
disunahkan bersedekah jariyah, wakaf, infaq maupun hibah.
Sesudah memenuhi ibadah-ibadah yang
wajib, selayaknya jangan sampai ketinggalan harus kita tambah dengan amalan
sunah meski tidak banyak. Karena sesungguhnya ibadah sunah yang cintai Allah
itu bukan terletak pada banyaknya namun lebih pada istiqomahnya.
“Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah", kemudian
mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka
tiada (pula) berduka cita. (Surat Al-Ahqaf Ayat 13)
Istiqomah maknanya adalah; sikap
teguh pendirian dan tidak berubah dalam melakukan beribadah. Maksudnya, ia
menjadikan ibadah sunah tertentu seolah menjadi amalan wajib yang terus dia
kerjakan. Atau dalam bahasa tasawuf menjadi wirid.
Amalan sunah yang di-wiridkan merupakan
cara untuk menunjukkan kesungguhan dan keinginan hamba untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT. Tidak bisa kita pungkiri bahwa dalam pelaksanaan ibadah
wajib, masih memiliki banyak kekurangan. Di sinilah fungsi ibadah sunah, yaitu
menyempurnakan atau menambal kekurangan yang terdapat dalam ibadah wajib.
Hendaklah kita bisa memilih, mana
ibadah sunah yang kita istiqomahkan. Kemudian terus-menerus kita amalkan
sebagai bentuk kekhususan. Dan ini sangat penting, sebagaiman dalam sebuah
hadis qudsi, disebutkan;
Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan
sesuatu yang lebih Aku cintai dibandingkan amal yang Aku wajibkan
kepadanya. Dan tidaklah hamba-Ku terus-menerus mendekatkan diri kepada-Ku
dengan amal-amal sunnah, sampai Aku mencintainya. Jika Aku sudah
mencintainya, Aku menjadi pendengaran yang dia gunakan untuk mendengar; menjadi
penglihatan yang dia gunakan untuk melihat; menjadi tangan yang dia gunakan
untuk memegang; dan menjadi kaki yang dia gunakan untuk berjalan. Jika dia
meminta kepada-Ku, sungguh akan Aku beri. Jika dia meminta perlindungan
kepada-Ku, sungguh akan Aku lindungi. “ (HR. Bukhari)