Rabu, 30 September 2020

FILOSOFI MENANAM


Siapa berbuat baik maka akan memperoleh kebaikan yang setimpal, bahkan lebih. Sekecil apapun kebaikan akan kembali kepada kita. Sebaliknya keburukan pun demikian. Siapa yang berbuat keburukan maka dia akan memperoleh akibat perbuatannya itu. Logikanya, siapa menabur akan menuai, siapa menanam dia yang memanen, orang yang menanam, pasti akan memanen entah berapa yang akan dapat dipanennya.

 

Untuk apa kamu menulis setiap hari, sementara perbandingannya dengan apa yang kamu korbankan tidak seberapa?

Sudah tahu tidak banyak yang akan membaca tulisanmu tapi mengapa tetap saja kamu menulis?

Berapa waktu dan pikiran yang kau buang untuk hal yang tidak ada hasilnya dan tidak banyak yang peduli dengan semua itu?

Wajar sekali bila ada yang batinnya timbul pertanyaan seperti itu. Memang dalam menjalani kehidupan sudah pasti membutuhkan materi untuk melangsungkan kehidupan itu sendiri. Ibaratnya semua harus ada transaksi yang jelas. Ketika kita berbuat sesuatu apa imbalan yang kita peroleh, keuntungan apa yang didapat dari setiap usaha kita harus jelas. Tentu ini pandangan banyak orang.

Seorang kakek yang usianya sudah renta sering kali terlihat menanam pohon Jati di kebun miliknya. Kebunnya yang sangat luas sudah ditumbuhi pohon-pohon jati hasil tanamannya. Menanam menjadi kebiasaan lama yang ia lakukan terus-menerus. Suatu saat ketika ditanya, mengapa harus menanam pohon jati, padahal pohon Jati bisa dipetik hasilnya ketika sudah usia puluhan tahun. Dengan bangga dia mengatakan. Mungkin saja aku tidak bisa memetik hasil dari usahaku hari ini, namun aku yakin, anakku, cucuku atau orang lain kelak akan bisa merasakan manfaat dari apa yang aku kerjakan. Dan kurang lebih seperti itulah gambaran filosofi menanam kebaikan. Jika kelak yang menanam saat ini belum bisa memanennya, itu bukanlah perbuatan kesia-siaan.

Dalam menanam banyak falsafah hidup yang bisa kita renungkan. Menanam mengajak kita menghargai kehidupan. Selain itu, menanam juga akan mengajari kita tentang cinta kasih dan kelembutan hati. Bagaimana hati kita menjadi gembira, berharap dan bersemangat ketika melihat tumbuhan yang kita tanam bersemi. Dan, Kehidupan dunia adalah ladang (kehidupan) akhirat. Kita semua harus menjadi penanam kebaikan. Tugas kita hanya menanam, menanam, dan terus menanam. Tiap kata dan perbuatan kita adalah tanaman masa depan.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menyongsong Peringatan Hari Buku Nasional

  Hari Buku Nasional diperingati setiap tanggal 17 Mei tiap tahunnya. Peringatan Hari Buku Nasional pertama kali dirayakan pada tahun 2002...