Sudah menjadi rahasia umum, masyarakat kita tidak tepat waktu. Menghadiri undangan sering molor dari waktu yang telah ditentukan. Semua seakan “baik-baik saja” dan sudah menjadi budaya atau tradisi yang sulit dirubah. Padahal sebagai seorang muslim kita diajarkan menghargai waktu. Sholat fardu yang utama adalah yang dikerjakan di awal waktu.
Yang salah bukan ajaran agama kita, tapi pada pengamalan agama. Umat Islam banyak yang belum mampu menjalankan agama secara sempurna, sehingga kemuliaan Islam terhalang oleh perilaku umatnya yang tidak sejalan dengan nilai yang diyakininya. Yang mengherankan umat lain di luar Islam justru banyak yang lebih “Islami” dibanding dengan umat Islam sendiri.
Konon para peneliti dari George Washington University pernah membuat penelitian. Mereka meneliti negara-negara di dunia dengan indikator yang mereka sebut sebagai 'islamicity index'. Mereka datang ke lebih dari 200 negara untuk mengukur seberapa Islami negara tersebut. Hasilnya Selandia Baru dinobatkan sebagai negara paling Islami. Indonesia nasibnya tak jauh dengan negara-negara Islam lainnya, kebanyakan bertengger di ranking bawah.
Bagaimana sebuah negara atau seseorang dikategorikan islami? Kebanyakan ayat dan hadits menjelaskan Islam dengan menunjukkan indikasi-indikasinya, bukan definisi. Misalnya hadits yang menjelaskan bahwa: “Seorang Muslim adalah orang yang disekitarnya selamat dari tangan dan lisannya”. Atau hadits yang berbunyi: "Keutamaan Islam seseorang, adalah yang meninggalkan sesuatu yang tak bermanfaat”.
Di negara-negara yang dinobatkan “Islami” seperti Selandia Baru dan Kanada memiliki tingkat kriminalitas yang rendah. Sebagaimana banyak testimoni orang-orang yang pernah tinggal sana. Ketika seseorang ketinggalan barang-barang berharga di kendaraan umum, biasanya akan aman pada tempatnya karena tidak ada orang yang mengambilnya. Bandingkan dengan di negeri kita. Dompet yang jatuh di terminal, kemungkinan besar tidak mungkin akan kembali ke pemiliknya.
Bersambung……
Tidak ada komentar:
Posting Komentar