Menulis merupakan aktivitas yang membutuhkan kesabaran. Seorang penulis
harus rela meluangkan banyak waktunya untuk bertafakur demi menemukan diksi
yang tepat untuk membentuk rangkaian kata hingga menjadi sebuah gugus kalimat
yang mudah dimengerti oleh pembacanya.
Dunia menulis adalah dunia penuh makna. Tak semua orang bisa memahami
keseruan dan keunikannya. Hanya mereka para penulis yang sadar betul dengan apa
yang dikerjakannya. Meski di mata banyak orang seakan-akan semua itu percuma.
Menulis bukan bagian dari perlombaan yang ada akhirnya. Bukan pula
semacam olah raga yang ada batasan waktunya. Menulis adalah proses yang
tiada ujungnya. Menulis adalah bagian dari kehidupan itu sendiri. Selama masih
ada kehidupan, selama itu pula penulis akan berkarya.
Menulis bukan urusan menang atau kalah. Bukan pula penilaian baik atau
buruknya tulisan. Tapi menulis memiliki makna lebih luas dari hal semacam itu.
Karena menulis adalah jati diri seseorang untuk mencari arti dari hidupnya.
Apakah rentang hidup yang tidak terlalu lama yang dimilikinya akan membuahkan
faedah.
Kalau menulis adalah proses yang ada ujungnya, maka tak akan ada karya
besar yang memberi pengaruh luas dalam kehidupan kita. Jika menulis memiliki
batas akhirnya, tak akan ada ribuan mutiara kata yang menyentuh jiwa.
Banyak penulis yang memilih suasana sunyi ketika hendak menuangkan
ide-idenya. Begitu pula saya. Meski saya bisa menulis di mana saja, baik kondisi
yang riuh maupun sepi, akan tetapi menulis di waktu sunyi terasa lebih nyaman
dan bisa menemukan kepuasaan hati.
Tidak mudah bagi kita menemukan suasana sunyi di rumah. waktu sunyi di rumah hanya tengah malam hingga
subuh. Di saat hanya detak jarum jam dinding yang terdengar, di kala hanya
serangga malam yang bersuara, di waktu itulah ide kita bisa mengalir deras.
Selamilah dan temukan makna menulis, maka engkau akan mampu mencerna
hakikat makna yang sebenarnya. Tak cukup sekali dua kali, atau sebulan dua
bulan mencoba menulis. Karena itu terlalu dangkal untuk mengukur kedalaman yang
sebenarnya.