Selasa, 28 Oktober 2025

Sumpah Pemuda dan Tantangan Nasionalisme Kontemporer

 



Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada 28 Oktober 1928 merupakan monumen sejarah yang menandai lahirnya kesadaran kolektif sebagai bangsa Indonesia. Di tengah keberagaman suku, agama, dan bahasa, para pemuda pada masa itu berani mendeklarasikan tekad untuk bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu.

Ikrar heroik ini tidak hanya menjadi tonggak penting dalam pergerakan kemerdekaan, tetapi juga meletakkan fondasi identitas nasional yang melampaui sekat-sekat kedaerahan. Namun, seiring berjalannya waktu dan pesatnya perubahan global, muncul pertanyaan kritis: sejauh mana semangat persatuan dan nasionalisme itu masih terwarisi dalam jiwa generasi muda hari ini?

Esensi utama dari Sumpah Pemuda adalah kemampuan para pemuda untuk mengenyampingkan kepentingan golongan demi cita-cita yang lebih besar, yakni Indonesia merdeka. Mereka menunjukkan solidaritas yang luar biasa, di mana pengorbanan waktu, tenaga, dan risiko politik diambil demi masa depan bersama. Mereka sadar bahwa kemerdekaan tidak dapat dicapai melalui perjuangan individu, melainkan melalui sinergi kekuatan dari Sabang sampai Merauke, menjadikan persatuan sebagai modal utama melawan penjajahan.

Sayangnya, pemuda hari ini seringkali dinilai menunjukkan gejala kemerosotan nasionalisme. Dalam arus deras globalisasi dan informasi, perhatian generasi baru cenderung terfragmentasi dan teralihkan ke ranah yang lebih pribadi. Prioritas beralih pada urusan diri sendiri, mengejar karir, kesuksesan finansial, atau popularitas pribadi, yang seringkali mengesampingkan kepedulian terhadap isu-isu kebangsaan dan kemanusiaan yang lebih luas.

Selain kurangnya kepedulian terhadap isu kolektif, tantangan lain yang dihadapi adalah erosi karakter yang kuat. Karakter yang kokoh mencakup integritas, disiplin, etos kerja, dan daya juang yang tinggi. Sumpah Pemuda lahir dari pemuda yang berkarakter teguh dan berani mengambil risiko. Kontrasnya, pemuda kontemporer sering dihadapkan pada godaan untuk mencari jalan pintas, menghindari proses sulit, atau terjerumus dalam budaya instan yang melemahkan ketahanan mental. Tanpa karakter yang kuat, mustahil bagi generasi muda untuk menjadi pemimpin yang berintegritas dan mampu memajukan bangsa.

Maka, merefleksikan Sumpah Pemuda di era modern bukan hanya sekadar mengenang, tetapi menuntut tindakan nyata untuk merevitalisasi nilai-nilai luhurnya. Pemuda harus kembali pada kesadaran bahwa mereka adalah pewaris sekaligus penentu masa depan bangsa. Dengan menumbuhkan kembali semangat persatuan, mengurangi ego sektoral, dan membangun karakter yang tangguh, barulah generasi muda dapat membuktikan bahwa mereka layak mewarisi dan melanjutkan cita-cita luhur para pendahulu yang telah berikrar pada tahun 1928.

 

Senin, 20 Oktober 2025

Menyambut Hari Santri: Refleksi di Tengah Ujian Berat Dunia Pesantren

 



Peringatan Hari Santri Nasional yang jatuh setiap tanggal 22 Oktober selalu disambut dengan suka cita dan semangat kebangsaan, merayakan peran historis santri dalam kemerdekaan dan pembangunan bangsa. Namun, perayaan tahun ini hadir di tengah awan mendung ujian berat yang menerpa institusi pondok pesantren, menuntut refleksi mendalam dari seluruh komunitas.

Ujian pertama yang dihadapi adalah terkait fondasi fisik dan keamanan. Runtuhnya bangunan Pondok Al-Khozini baru-baru ini menjadi pengingat bahwa tradisi luhur tidak boleh mengesampingkan aspek teknis modern. Tragedi ini bukan hanya kerugian material, tetapi juga merenggut rasa aman, sekaligus menimbulkan pertanyaan mendasar mengenai pemeliharaan infrastruktur, standar konstruksi, dan pengawasan berkala di lingkungan pesantren.

Sementara itu, ujian kedua menyentuh ranah reputasi dan integritas moral. Kasus pemberitaan negatif yang pernah dialami Pondok Lirboyo menunjukkan betapa rentannya citra pesantren di hadapan publik dan media sosial. Pesantren, sebagai pusat pendidikan karakter, memiliki tanggung jawab besar untuk tidak hanya mengajarkan etika, tetapi juga mengimplementasikannya secara transparan dalam tata kelola sehari-hari.

Meski diterpa badai, kekuatan sejati pesantren terletak pada daya lenting dan akar tradisi yang kuat. Komunitas santri secara historis selalu berhasil melewati tantangan zaman, dari era kolonial hingga krisis modern. Ujian sejatinya adalah katalisator yang memaksa pesantren untuk beradaptasi, berbenah, dan membuktikan relevansi mereka. Ujian ini menjadi kesempatan bagi para kiai dan alumni untuk memperkuat jaringan, memobilisasi sumber daya, dan menerapkan praktik tata kelola terbaik tanpa kehilangan kekhasan spiritual dan kesederhanaan ajaran salaf. Ini adalah panggilan untuk bertransformasi menjadi institusi yang modern secara manajemen, tetapi teguh pada prinsip.

Oleh karena itu, menyambut Hari Santri tahun ini, para santri, alumni, dan pengasuh berdiri di persimpangan antara perayaan dan perbaikan. Kegembiraan atas pengakuan peran santri harus diimbangi dengan tekad baja untuk mengatasi kelemahan internal yang terungkap. Pondok pesantren harus keluar dari zona nyaman, memastikan bahwa setiap bangunan adalah tempat yang aman, dan setiap pengasuh adalah teladan moral yang tak tercela.

Senin, 06 Oktober 2025

Memaknai Arti Kesuksesan

 



Banyak orang memandang kesuksesan sebagai pencapaian materi, seperti memiliki harta melimpah, jabatan tinggi, atau pengaruh besar di masyarakat. Ukuran-ukuran ini memang sering dijadikan parameter umum dalam menilai keberhasilan seseorang. Namun, pandangan semacam ini terkadang terlalu sempit dan materialistis. Kesuksesan sejati sebenarnya jauh lebih dalam dan bermakna.

Kesuksesan tidak hanya ditentukan oleh seberapa banyak kekayaan yang dimiliki seseorang. Kekayaan memang bisa memberi kenyamanan hidup, namun bukan jaminan bahwa seseorang merasa bahagia atau berguna. Begitu pula jabatan tinggi, meskipun memberi kehormatan dan kekuasaan, belum tentu menjadikan seseorang benar-benar sukses jika tidak disertai dengan kontribusi nyata bagi orang lain.

Pengaruh yang luas juga sering dianggap sebagai lambang kesuksesan. Namun, pengaruh tanpa arah yang baik justru bisa menyesatkan banyak orang. Oleh karena itu, ukuran kesuksesan yang sejati bukan hanya soal pencapaian pribadi, melainkan tentang dampak positif yang diberikan kepada lingkungan dan sesama manusia.

Seseorang dikatakan benar-benar sukses ketika hidupnya memberi manfaat bagi banyak orang. Ini bisa berupa tindakan sederhana seperti membantu sesama, menginspirasi orang lain, atau menciptakan sesuatu yang membawa kebaikan. Kesuksesan yang berdampak pada orang lain adalah bentuk tertinggi dari pencapaian, karena ia tidak hanya membawa kebahagiaan untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang lain.

Dengan demikian, kita perlu mengubah cara pandang kita tentang arti kesuksesan. Alih-alih mengejar harta, jabatan, atau popularitas semata, lebih baik kita berfokus pada bagaimana kita bisa berguna bagi sesama. Karena pada akhirnya, kesuksesan yang paling berharga adalah ketika hidup kita menjadi berkah bagi orang lain.

 

Rabu, 01 Oktober 2025

Misi Berat Timnas Indonesia

 



Pertandingan kualifikasi Piala Dunia 2026 babak ke-4 zona Asia akan segera dihelat. Undian babak keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 sudah digelar pada 17 Juli 2025 silam. Hasilnya adalah Indonesia tergabung di Grup B bersama Arab Saudi dan Irak.

Indonesia lebih dulu akan menghadapi Arab Saudi, yang merupakan tuan rumah babak keempat. Pertandingan ini akan digelar di King Abdullah Sports City Stadium, Jeddah, pada 8 Oktober 2025. Selanjutnya tanggal 11 Oktober 2025, Irak vs Indonesia dan pada tanggal 14 Oktober 2025, Arab Saudi melawan Irak.

Di atas kertas peluang Indonesia menjuarai grup sangat berat. Arab Saudi tentu sangat diuntungkan karena bertindak sebagai tuan rumah. Terlebih isu yang berkembang saat ini, tim wasit juga berasal dari negara timur tengah. Kita bisa memahami bagaimana sisi nonteknis sangat memihak Arab Saudi.

Meski kecil, sebenarnya peluang Indonesia untuk lolos ke piala dunia 2026 tetap terbuka. Di lapangan hijau, sering terjadi kejutan. Tim underdog yang dianggap sebelah mata banyak yang akhirnya membuat kejutan menjungkalkan tim unggulan.

Menang atau kalah, lolos ke piala dunia atau tidak kita harus tetap mendukung penuh timnas Indonesia. Sejauh ini pencapaian timnas kita dalam kualifikasi pila dunia sudah sangat membanggakan. Jadi, meski kita nanti tidak lolos jangan sedih. Masih ada kesempatan di tahun-tahun yang akan datang.

 

Senin, 29 September 2025

Dukungan Internasional terhadap Free Palestine

 



Isu Palestina selalu menjadi perhatian dunia internasional, terutama sejak meningkatnya kekerasan dan penderitaan rakyat di Gaza. Dukungan global terhadap Palestina semakin menguat seiring dengan maraknya aksi solidaritas, baik melalui diplomasi negara maupun gerakan masyarakat sipil. Banyak negara menegaskan bahwa perjuangan rakyat Palestina bukan hanya soal politik, melainkan juga kemanusiaan. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya suara yang menuntut penghentian agresi militer dan perlindungan hak-hak dasar rakyat Palestina.

Mayoritas negara di dunia saat ini telah mengakui Palestina sebagai sebuah negara berdaulat. Lebih dari 140 anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan pengakuan resmi, yang menunjukkan legitimasi Palestina di mata dunia. Pengakuan ini menjadi penting karena memberi dasar hukum dan politik bagi Palestina untuk menuntut haknya di forum internasional. Selain itu, banyak negara menilai bahwa solusi dua negara hanya bisa terwujud apabila Palestina diakui secara penuh.

Gelombang dukungan internasional tidak hanya muncul dalam bentuk pengakuan diplomatik, tetapi juga melalui seruan untuk menghentikan genosida di Gaza. Tragedi kemanusiaan yang menimpa warga sipil Palestina menuai kecaman luas dari berbagai belahan dunia. Organisasi internasional, seperti PBB, Amnesty International, dan Human Rights Watch, turut menegaskan bahwa serangan yang membabi buta melanggar hukum humaniter internasional. Seruan gencatan senjata pun semakin kuat disuarakan oleh banyak pihak.

Selain dari negara dan lembaga resmi, dukungan internasional juga datang dari masyarakat sipil di berbagai negara. Demonstrasi besar-besaran di kota-kota dunia menjadi bukti nyata bahwa solidaritas terhadap Palestina bukan hanya urusan politik, tetapi juga kepedulian kemanusiaan. Masyarakat global mendesak pemerintah mereka untuk menghentikan kerja sama dengan pihak yang dianggap mendukung penindasan terhadap rakyat Palestina. Gelombang solidaritas ini membuktikan bahwa perjuangan Palestina mendapat dukungan moral yang sangat besar.

Dengan semakin luasnya pengakuan internasional dan seruan untuk menghentikan genosida di Gaza, perjuangan rakyat Palestina memasuki babak baru. Dukungan global ini menunjukkan bahwa meskipun jalan menuju kemerdekaan penuh masih panjang, Palestina tidak berjuang sendirian. Solidaritas dunia internasional diharapkan mampu menekan pihak yang terus melakukan penindasan dan membuka jalan menuju perdamaian yang adil bagi rakyat Palestina. #Free Palestine

 

 

Senin, 22 September 2025

Thariqat Hati sebagai Jalan Pembersihan Jiwa

 



Dalam ajaran tasawuf, thariqat dipahami sebagai jalan spiritual untuk mendekatkan diri kepada Allah. Salah satu bentuk thariqat yang sering ditekankan oleh para ulama adalah thariqat hati. Jalan ini berfokus pada pembersihan jiwa dari penyakit batin, seperti iri, dengki, dan kebencian. Dengan menjaga hati tetap bersih, seorang muslim dapat menjalani kehidupan dengan tenang dan penuh keikhlasan, tanpa terjebak dalam rasa permusuhan atau dendam yang merusak diri.

Thariqat hati mengajarkan bahwa seorang manusia tidak seharusnya memiliki rasa dengki terhadap orang lain. Dengki hanya akan membakar kebaikan, membuat hati gelisah, dan menjauhkan diri dari ridha Allah. Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali kita melihat orang lain lebih sukses, lebih kaya, atau lebih beruntung. Namun, seorang yang menempuh thariqat hati akan menjadikan hal itu sebagai motivasi, bukan sumber iri hati. Ia akan lebih sibuk memperbaiki dirinya daripada meratapi keberuntungan orang lain.

Selain itu, thariqat hati juga mengajarkan agar kita tidak mudah kecewa dengan perlakuan orang lain. Dalam pergaulan, kita tentu akan bertemu dengan orang yang tidak selalu memperlakukan kita sesuai harapan. Ada yang menyakiti, merendahkan, bahkan mengkhianati. Namun, seorang yang menapaki thariqat hati akan menyikapinya dengan lapang dada, karena ia memahami bahwa semua peristiwa adalah bagian dari ujian Allah untuk menguatkan iman dan kesabarannya.

Thariqat hati menumbuhkan sikap ikhlas dalam jiwa. Ikhlas berarti menerima segala sesuatu yang terjadi tanpa menyimpan dendam atau keluhan. Orang yang ikhlas akan lebih mudah memaafkan, lebih kuat menghadapi cobaan, dan lebih tenang menjalani hidup. Inilah kekuatan besar dari thariqat hati yang menjadikan seseorang tidak hanya dekat dengan Allah, tetapi juga dicintai oleh sesama manusia.

Pada akhirnya, thariqat hati adalah kunci untuk meraih ketentraman batin. Dengan membersihkan hati dari penyakit-penyakit rohani, manusia bisa hidup lebih bahagia, jauh dari rasa iri dan kecewa. Ia akan selalu bersyukur atas nikmat Allah dan bersabar atas cobaan. Dengan demikian, thariqat hati bukan hanya sebuah jalan spiritual, tetapi juga pedoman praktis yang membuat kehidupan lebih damai, bermakna, dan penuh cinta kasih.

 

 

Sabtu, 13 September 2025

Memanfaatkan Waktu

 



Sudah beberapa kali saya menulis tentang pentingnya memanfaatkan waktu. Sebenarnya ini adalah nasihat untuk diri saya sendiri agar bijak dalam menggunakan waktu. Waktu berjalan tanpa bisa kita jeda, cepat atau lambat kita akan sampai pada titik perhentian.

Waktu adalah salah satu anugerah terbesar yang diberikan Allah kepada manusia. Setiap orang diberi jatah waktu yang sama, yaitu dua puluh empat jam dalam sehari. Namun, cara setiap orang memanfaatkan waktunya sering kali berbeda. Ada yang mengisinya dengan kegiatan yang bermanfaat, tetapi tidak sedikit pula yang menyia-nyiakannya dengan hal-hal yang kurang berguna.

Kita sering terlena dalam kesibukan duniawi atau terbuai oleh hiburan yang tidak produktif. Padahal, waktu yang hilang tidak akan pernah kembali. Sering kali kita baru menyadari ketika kesempatan yang berharga sudah terlewat, dan penyesalan pun datang terlambat. Inilah mengapa waktu sering disebut sebagai pedang tajam: jika tidak digunakan dengan baik, justru akan melukai diri sendiri.

Hakikat kehidupan manusia di dunia ini sebenarnya singkat. Dibandingkan dengan kehidupan akhirat yang kekal, waktu yang kita miliki di dunia hanyalah sebentar. Oleh karena itu, setiap detik seharusnya diisi dengan amal dan perbuatan baik. Mengisi waktu dengan belajar, bekerja, membantu sesama, dan mendekatkan diri kepada Tuhan akan membuat hidup kita lebih berarti.

Selain itu, memanfaatkan waktu juga berarti mampu membuat perencanaan yang baik. Orang yang pandai mengatur waktu akan lebih disiplin dan terarah dalam mencapai tujuan hidupnya. Sebaliknya, orang yang malas dan tidak menghargai waktu akan tertinggal jauh dan menyesal di kemudian hari. Maka, manajemen waktu menjadi kunci untuk meraih keberhasilan.

Kesadaran untuk memanfaatkan waktu harus terus ditanamkan dalam diri setiap orang. Waktu yang berlalu tidak dapat diputar kembali, maka sebaiknya kita gunakan kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya. Dengan begitu, hidup kita akan lebih bermakna dan terhindar dari penyesalan. Pada akhirnya, orang yang mampu menghargai waktu adalah orang yang mampu menghargai kehidupannya sendiri.

 

Senin, 08 September 2025

Zuhud di Era Hedonisme

 



Di era modern ini, gaya hidup masyarakat semakin berubah ke arah materialisme. Banyak orang berlomba-lomba memperlihatkan kekayaan, status sosial, dan kemewahan. Media sosial turut menjadi panggung pamer kehidupan glamor yang sering memicu rasa iri dan dengki. Padahal, dalam ajaran Islam, sikap yang dianjurkan justru adalah zuhud, yakni hidup sederhana dan tidak terlalu mencintai dunia. Zuhud bukan berarti meninggalkan dunia sepenuhnya, melainkan menempatkan dunia di tangan, bukan di hati.

Fenomena hedonisme kian marak di segala lapisan masyarakat. Gaya hidup konsumtif dianggap sebagai tolok ukur kebahagiaan. Orang yang memiliki barang bermerek, mobil mewah, atau liburan ke luar negeri sering dianggap sukses. Akibatnya, banyak orang terjebak dalam sikap berlebihan demi mendapatkan pengakuan. Budaya pamer ini tidak hanya mengikis nilai kesederhanaan, tetapi juga menimbulkan kesenjangan sosial dan tekanan psikologis bagi yang tidak mampu mengikutinya.

Islam menawarkan konsep zuhud sebagai solusi agar manusia tidak diperbudak oleh dunia. Zuhud bukan berarti miskin atau meninggalkan harta, tetapi menjadikan harta sebagai sarana, bukan tujuan. Rasulullah Saw bersabda bahwa kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan hati. Dengan sikap zuhud, seseorang tetap bekerja keras dan berkarya, namun hatinya tidak terikat pada harta. Ia lebih mengutamakan keridhaan Allah daripada pengakuan manusia.

Mengamalkan zuhud membawa banyak dampak positif dalam kehidupan. Orang yang zuhud hidup lebih tenang karena tidak terobsesi dengan kemewahan. Ia terhindar dari utang demi gaya hidup dan lebih fokus pada hal-hal yang bermanfaat. Selain itu, zuhud menumbuhkan sikap syukur dan empati terhadap sesama. Dalam masyarakat, hal ini bisa mengurangi perilaku pamer dan menciptakan kehidupan yang lebih harmonis.

Di tengah arus hedonisme yang semakin kuat, kita perlu kembali menghidupkan nilai-nilai zuhud. Dunia hanyalah sementara, sedangkan akhirat adalah tujuan yang kekal. Dengan mempraktikkan zuhud, kita tidak hanya menjaga hati dari penyakit cinta dunia, tetapi juga meraih kebahagiaan yang hakiki. Mari kita jadikan zuhud sebagai pedoman agar hidup lebih bermakna dan diridhai Allah.


 

Senin, 01 September 2025

Tindakan Anarkis yang Merugikan Kita Bersama

 



Aksi demonstrasi merupakan salah satu wujud kebebasan berpendapat yang dijamin oleh undang-undang. Masyarakat berhak menyuarakan aspirasi mereka untuk menyampaikan kritik maupun saran kepada pemerintah. Namun, kebebasan ini harus dilakukan dengan cara yang tertib, damai, dan menghormati hak orang lain. Sayangnya, masih sering kita temui demonstrasi yang berubah menjadi tindakan anarkis. Hal ini tidak hanya merusak citra perjuangan, tetapi juga menimbulkan kerugian bagi banyak pihak.

Perusakan fasilitas umum, pembakaran, bahkan penjarahan yang terjadi beberapa waktu yang lalu jelas melanggar hukum dan merugikan masyarakat luas. Bahkan di beberapa daerah menimbulkan korban jiwa. Fasilitas umum yang dirusak dibangun dengan dana rakyat, sehingga ketika dihancurkan, yang dirugikan bukan hanya pemerintah tetapi juga masyarakat yang membutuhkannya.

Selain itu, tindakan anarkis dapat menghambat aktivitas ekonomi dan mengganggu ketertiban umum. Ketika terjadi kerusuhan, banyak pedagang kecil yang kehilangan mata pencaharian karena toko mereka dijarah atau dibakar. Jalanan yang rusak dan fasilitas transportasi yang terganggu menyebabkan aktivitas masyarakat lumpuh. Dampak ini tidak hanya dirasakan oleh pelaku demo, tetapi juga oleh orang-orang yang tidak ada sangkut pautnya dengan aksi tersebut. Inilah bukti bahwa anarkisme tidak pernah membawa kebaikan, melainkan kerugian bersama.

Padahal, ada banyak cara yang lebih bermartabat untuk menyampaikan aspirasi. Aksi damai, dialog dengan pihak berwenang, dan pemanfaatan teknologi untuk kampanye sosial adalah alternatif yang jauh lebih efektif. Dengan cara ini, suara masyarakat tetap terdengar tanpa harus merugikan orang lain. Jika demonstrasi dilakukan dengan tertib, maka pesan yang disampaikan justru lebih dihargai oleh pemerintah dan masyarakat.

Kesimpulannya, tindakan anarkis bukanlah solusi, melainkan masalah baru yang merugikan semua pihak. Demonstrasi seharusnya menjadi sarana untuk memperjuangkan keadilan, bukan ajang untuk melampiaskan amarah secara brutal. Oleh karena itu, kesadaran masyarakat perlu ditingkatkan agar kebebasan berpendapat tetap berjalan selaras dengan rasa tanggung jawab. Hanya dengan sikap yang bermoral dan menghormati orang lain, aspirasi dapat disampaikan tanpa mengorbankan ketertiban dan keamanan bersama.

 

 

Selasa, 26 Agustus 2025

Teman Sejati di Tengah Banyaknya Relasi

 

 



Dalam kehidupan, kita akan bertemu dengan banyak orang dari berbagai latar belakang. Kita menjalin perkenalan, membentuk hubungan, bahkan berjejaring demi berbagai keperluan. Namun, seiring waktu, kita menyadari bahwa dari sekian banyak relasi yang terjalin, hanya sedikit yang benar-benar bisa disebut sebagai sahabat. Persahabatan sejati bukan tentang seberapa lama kita mengenal seseorang, tapi tentang kedalaman hubungan dan ketulusan yang ada di dalamnya.

Sahabat adalah orang yang tetap ada di saat kita sedang tidak baik-baik saja. Mereka tidak hanya hadir ketika kita sedang bahagia, tetapi juga ketika kita sedang terpuruk. Dalam dunia yang semakin sibuk dan individualistis, kehadiran sahabat seperti ini menjadi sesuatu yang sangat berharga. Banyak orang yang mungkin terlihat dekat, namun sebenarnya hanya hadir di permukaan.

Saya percaya bahwa sahabat sejati bisa dihitung dengan jari. Mereka bukan hanya teman ngobrol atau berbagi tawa, tetapi juga orang yang bisa kita percaya sepenuhnya. Dalam persahabatan, tidak ada kepura-puraan. Kita bisa menjadi diri sendiri tanpa takut dihakimi. Justru dalam ruang inilah, kita belajar tentang kejujuran, kesetiaan, dan empati.

Ironisnya, tidak sedikit orang yang merasa kesepian meskipun dikelilingi oleh banyak teman. Hal ini menunjukkan bahwa kuantitas relasi tidak selalu sebanding dengan kualitasnya. Maka, saya merasa penting untuk lebih menghargai dan menjaga hubungan dengan sahabat-sahabat sejati yang kita miliki. Mereka adalah harta yang tak ternilai.

Persahabatan bukan soal banyaknya teman yang kita punya, tetapi siapa yang tetap tinggal ketika semua orang pergi. Mungkin hanya sedikit, namun merekalah yang benar-benar berarti. Dan dalam kehidupan yang terus berubah ini, sahabat sejati adalah salah satu anugerah yang patut kita syukuri.

 

 

Minggu, 17 Agustus 2025

Mensyukuri Nikmat Kemerdekaan

 



 

Hari ini kita memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Kemerdekaan adalah nikmat besar dari Allah yang wajib kita syukuri. Dengan kemerdekaan, kita terbebas dari belenggu penjajahan, dari ketakutan, dan dari keterbatasan untuk mengatur negeri ini sendiri. Allah berfirman:

“Ingatlah ketika kamu berjumlah sedikit, tertindas di bumi, kamu takut orang-orang akan menculikmu, maka Allah melindungimu, menguatkanmu dengan pertolongan-Nya, dan memberikan rezeki kepadamu dari yang baik-baik agar kamu bersyukur.” (QS. Al-Anfal: 26)

Ketika Rasulullah menerima risalah kenabian dan mulai berdakwah, beliau mendapat tantangan yang sangat keras dari orang-orang kafir di kota Makkah. Periode dakwah di Makkah menjadi masa-masa yang berat karena jumlah umat Islam masih sangat sedikit dan menghadapi kaum kafir yang sangat kuat.

Sebaliknya, ketika Rasulullah dan para sahabat sudah hijrah di Madinah, dakwah Nabi dapat disampaikan dengan leluasa dan tidak lagi mendapat ancaman. Sahabat Muhajirin dan Ansor dapat menyerap berbagai ilmu yang diajarkan Nabi dan beribadah dengan tenang sehingga ajaran Islam berkembang dengan pesat.

Itulah perbedaan ketika hidup dalam kekangan penguasa zalim dan hidup di masa kemerdekaan. Mungkin kalau bisa kita ibaratkan, masa sebelum hijrah umat Islam masih dalam zaman penjajahan. Dan tatakala sudah hijrah ke Madinah umat Islam sudah memperoleh kemerdekaannya.

Dulu, para pendahulu kita berjuang dengan pengorbanan harta benda bahkan nyawa demi meraih kemerdekaan. Maka sudah sepatutnya kita yang hidup di zaman merdeka ini mengisi kemerdekaan dengan hal-hal yang bermanfaat, bukan dengan kemalasan dan perpecahan sesama anak bangsa.

Dengan kemerdekaan, kita bebas menuntut ilmu di sekolah dan universitas tanpa takut dilarang. Kita bebas bekerja untuk mencari rezeki yang halal demi menghidupi keluarga. Kita bebas beribadah di masjid, melaksanakan dakwah, dan mengamalkan ajaran Islam tanpa rasa takut sesuatu yang dulu sangat sulit dilakukan di masa penjajahan.

Bersyukur atas nikmat kemerdekaan tidak hanya dengan ucapan, tetapi juga dengan tindakan nyata: menjaga persatuan, menaati aturan, bekerja dengan jujur, serta semampu mungkin berkhidmah pada negeri yang kita cintai ini sesuai bidang atau profesi masing-masing. Rasulullah bersabda:

“Barangsiapa di pagi hari merasa aman di tempat tinggalnya, sehat badannya, memiliki makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah diberikan kepadanya.” (HR. Tirmidzi)

Aman di negeri sendiri adalah bagian dari kemerdekaan. Jangan sampai nikmat ini dicabut karena kita mengisinya dengan kerusakan, perpecahan, dan saling memfitnah. Mari kita jaga negara ini agar tetap aman, damai, dan makmur, sehingga anak cucu kita kelak masih dapat merasakan manisnya kemerdekaan.

 

 

Sumpah Pemuda dan Tantangan Nasionalisme Kontemporer

  Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada 28 Oktober 1928 merupakan monumen sejarah yang menandai lahirnya kesadaran kolektif sebagai bangsa In...