Minggu, 06 April 2025

Panas Setahun Dihapus Hujan Sehari

 



Tradisi saling meminta maaf saat Idulfitri di masyarakat kita hingga kini masih tetap terjaga. Meski kita tahu sebenarnya meminta maaf tidak harus menunggu perayaan Idulfitri, namun sebagian besar masyarakat kita menganggap Idulfitri sebagai waktu yang tepat untuk saling meminta maaf.

Dalam pergaulan sehari-hari di masyarakat sudah pasti kita sering berbuat kesalahan. Sangat manusiawi, bila kita bergaul, bermasyarakat sering berbuat salah pada orang lain. Bukankah sifat dasar kita adalah sering salah dan lupa.

Jangan kita menjadi manusia yang mudah melupakan kebaikan orang dan justru selalu mengingat kesalahannya. Seperti peribahasa “Panas setahun dihapus hujan sehari” yang artinya kebaikan banyak dapat terhapus oleh keburukan yang sedikit. 

Bila anak kita saat ujian mendapat nilai 97, pasti kita akan memberi apresiasi yang tinggi. Orang tuanya akan menganggap wajar bila dia masih memiliki kesalahan, karena itu terlalu kecil bila dibanding dengan nilai yang benar. Mungkin itulah ilustrasi yang bisa menggambarkan tentang kesalahan orang.

Sangat lazim bila saudara atau teman kita pernah berbuat salah pada kita sekali atau dua kali. Sementara kebaikannya kepada kita sudah tak terbilang lagi. Janganlah kesalahan yang sekali atau dua kali menutup kebaikan yang besar. Seperti orang lain yang tidak mungkin selamanya benar, kita juga manusia yang pasti kan tergelincir berbuat salah pada orang lain.

 

Sabtu, 29 Maret 2025

Lebaran: Momentum Kebersamaan Keluarga dan Tradisi Sosial yang Harmoni

 



 

Hari raya Idulfitri tahun 1446 Hijriyah tinggal beberapa hari lagi. Momen Idulfitri selalu mengingatkan memori puluhan tahun silam. Ya, ketika kami masih anak-anak kecil yang polos. Dalam setahun sekali, momen Idulfitri atau lebaran selalu kami nantikan. Banyak hal istimewa yang hanya ada pada saat perayaan lebaran. Lebaran banyak kue yang enak, baju kami baru semua, dan yang paling menyenangkan kami banyak mendapat uang sangu.

Memang hanya sebatas itu kami memaknai datangnya hari raya Idulfitri. Semua serba yang menyenangkan. Dan kini, semua kenangan indah tempo kecil dahulu tidak pernah saya rasakan lagi. Apa yang kami rasakan ketika masih anak kecil memang sudah berbeda dengan saat ini. Masa kecil adalah dunia bermain, jadi semua yang dialaminya hanya tentang kegembiraan dan permainan semata.

Ada yang tidak pernah berubah ketika Idulfitri tiba. Dari dulu perayaan lebaran selalu menjadi momentum keluarga untuk berkumpul. Sanak famili yang merantau jauh dari kampung halaman sering menunggu Idulfitri tiba untuk berkunjung melepas kerinduan. Ini yang menjadikan mudik saat lebaran menjadi agenda nasional yang meriah.

Rasanya ada yang kurang lengkap saat merayakan lebaran ada anggota keluarga yang tidak bisa kumpul di rumah. Lebaran menjadi momentum berkumpul dengan keluarga. Ada suasana keharuan, keakraban dan kenyamanan bisa shalat Idulfitri beserta seluruh keluarga, makan bersama-sama kemudian saling bersilaturrahim.

Idulfitri memang memang menjadi hari besar umat Islam seluruhnya, namun perayaan lebaran memang hanya ada di negeri kita tercinta. Ini adalah berkah. Sebuah tradisi keagamaan dan kearifan lokal yang diwariskan secara turun-temurun sebagai ciri khas masyarakat nusantara. Seperti yang kita ketahui, berbagai tradisi unik dan sarat makna muncul untuk menandai dan menambah meriahnya lebaran di berbagai penjuru daerah di Indonesia.

Gaung lebaran juga begitu semarak di dunia maya. Berbagai platform media sosial menjadi sarana menautkan hati dan menyambung tali persaudaraan. Bahkan, lebaran kini tidak hanya dirayakan kaum muslimin saja. Tidak sedikit umat beragama lain ikut serta merayakan. Ungkapan “Mohon maaf lahir dan batin” seolah menjadi kata kunci pada waktu bersua dengan saudara, teman, kenalan dan tetangga jauh maupun yang dekat.

Meski perayaan lebaran tiap-tiap daerah berbeda namun sebenarnya ada kesamaan yang mendasar. Lebaran pada intinya menjadi ajang silaturrahmi dan menjalin ukhuwah sesama kaum muslimin. Budaya saling meminta maaf juga sudah menjadi kelaziman setiap kali umat Islam Indonesia merayakan Idulfitri. Ada tradisi yang sudah sangat familiar di masyarakat kita ketika lebaran yaitu; halal bihalal, hari raya ketupat dan mudik.

Halal bihalal. Kemeriahan Idulfitri di negeri kita sudah menjadi budaya. Halal bihalal yang sebenarnya secara etimologi berasal dari Bahasa Arab namun tidak dikenal dalam ‘mufrodat’ dan tidak dipakai dalam struktur bahasa baku orang Arab. Dalam istilah yang sederhana mungkin bisa dikatakan halal bihalal adalah bahasa Arab yang hanya dipakai di Indonesia.

Menurut sebuah literatur asal mula halal bihalal ada sejak awal-awal kemerdekaan Indonesia. Bung Karno menghendaki adanya sillaturahim yang melibatkan banyak orang (massal). Setelah berdiskusi dengan KH.Wahab Hasbullah akhirnya disepakati konsep halal bihalal yang pada awalnya hanya dilakukan oleh Presiden Soekarno dengan mengundang tokoh-tokoh elit politik dengan tujuan menyatukan bangsa. Hal ini yang kemudian ditiru dan dilaksanakan oleh seluruh masyarakat Indonesia.

Ketupat. Idulfitri juga identik dengan hari raya ketupat. Ketupat menurut sebagian sumber sudah ada sejak sebelum Islam masuk ke Indonesia. Menurut sebagian catatan sejarah ketupat dijadikan sebagai bagian perayaan Idulfitri dimulai sejak pemerintahan kerajaan Islam di Demak. Ketupat adalah makanan yang dibuat dari janur dan diisi dengan beras memiliki makna filosofis.

Konon, kata ketupat yang dalam Bahasa Jawa disebut Kupat berasal dari kata aku lepat (saya salah), artinya ketupat sebagai simbol saling memaafkan anatara saudara dengan saudara yang lain, orang tua ke anak-anaknya, guru ke murid-muridnya.

Sebagian ada yang mengatakan ‘Kupat’ berasal dari Bahasa Arab kaffatan yang artinya sempurna. Setelah satu bulan penuh menjalankan ibadah puasa kita disunahkan puasa pada hari kedua bulan Syawal sampai hari ke-tujuh (selama enam hari), setelah itu pada hari ke-tujuh malam kedelapan Syawal membuat selamatan kecil dengan membuat ketupat (bodo kupat), ini mungkin yang dimaksud sempurna dalam ibadah puasa. Sebagaimana dalam hadits disebutkan “Barang siapa yang berpuasa Ramadan, kemudian ia ikuti dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal, ia akan mendapat pahala seperti puasa setahun penuh”.

Hari Raya ketupat hanya ada di negeri kita dan sebagian negeri rumpun Melayu. Ini semakin memperkaya budaya bangsa kita dan menjadikan perayaan lebaran semakin semarak. Secara syariat, kupatan juga selaras dengan ajaran agama Islam, yaitu sedekah. Untuk itu, sangat penting menjaga tradisi mulia peninggalan leluhur kita ini.

Mudik. Hari raya sudah pasti akan menjadi hari spesial bagi umat Islam khususnya di Indonesia. Akan kurang sempurna bila tidak dirayakan dengan keluarga. Ini yang menjadi alasan mengapa harus mudik ke tanah kelahiran. Dalam makna lain mudik adalah bentuk kecintaan anak ke orang tua dan saudaranya yang masih tinggal di kampung halaman. Hakikat mudik adalah menyambung tali silaturrahim.

Puasa merupakan bentuk ibadah vertikal (hablum minallah) sedangkan mudik adalah bentuk hubungan sesama manusia (hablum minannas), tentu tidak akan sempurna ibadah puasa kita bila hubungan kita dengan keluarga tidak dijalin dengan baik. Puasa yang dilakukan dengan landasan iman dan semata karena Allah dijanjikan mendapatkan ampunan dari Allah sehingga bersih semua dosa-dosanya laksana bayi yang baru lahir.

Tinggal dosa kepada sesama manusia yang harus kita bersihkan dengan permohonan maaf, dan mudik merupakan salah satu bentuk budaya masyarakat kita yang bertujuan merayakan Idulfitri dan sarana permohonan maaf sungkem ke orang tua dan seluruh kerabat.

Inilah sebagian tradisi sosial masyarakat ketika merayakan lebaran yang sudah menjadi ciri khas masyarakat kita. Akan menjadi suatu yang tidak lazim apabila merayakan Idulfitri tidak melaksanakan tradisi yang sudah turun menurun ini. Tidak ada yang salah dengan tradisi sosial kita bila ditinjau dari syariah. Justru semua tradisi tersebut menjadikan perayaan Idulfitri lebih bermakna dan nampak harmoni.

 

Tentang Penulis

Penulis adalah Kepala Madrasah Ibtida’iyah Miftahul Huda Pakisaji Kecamatan Kalidawir Tulungagung. Aktivis masjid, pemerhati pendidikan, dan peminat dunia literasi yang aktif menulis di Blog: https://penulisspemulaa.blogspot.com

 

 

Selasa, 25 Maret 2025

Puasa dan Syiar Islam

 



Puasa Ramadan 1446 Hijriyah sudah hampir selesai. Bagi yang istiqamah menjalankan puasa sejak hari pertama tentu ada rasa gembira sekaligus sedih. Gembira karena telah diberi kekuatan menjalankan ibadah sampai tuntas, namun juga ada rasa sedih karena bulan yang penuh rahmat kini akan undur diri.

Bagi mereka yang belum menjalankan puasa karena tidak ada uzur sebenarnya juga gembira karena akan merayakan lebaran. Tentu masih beruntung orang yang bisa menunaikan ibadah puasa, karena kebahagiaan orang yang berpuasa ada dua, kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak.

Menurut survey SRMC pada bulan Oktober 2024, umat Islam di Indonesia yang rutin menjalankan ibadah puasa sebanyak 62.9%. Responden yang menjawab cukup sering sebanyak 29,4%, jarang 6,8%, sangat jarang 0,1%. Sedangkan yang mengaku tidak pernah berpuasa di bulan Ramadan jumalahnya 0,3%. Itu artinya, meski masih ada umat Islam yang tidak pernah berpuasa, jumlah yang berpuasa masih sangat banyak.

Tidak pernah ada paksaan dalam beribadah. Mayoritas umat Islam Indonesia yang menjalankan puasa Ramadan dengan rutin tentu berangkat dari niatnya sendiri bukan karena dipaksa. Meski sebenarnya orang-orang yang berpuasa masih harus diklasifikasikan lagi.

Banyak orang berpuasa hanya mendapatkan rasa lapar dan haus, karena mereka berpuasa secara lahiriah saja. Sementara orang-orang yang berpuasa dan menjaga hatinya sekuat mungkin agar tetap bersih tentunya jumlahnya kalah banyak dibanding dengan mereka yang masih awam. Tapi meski demikian puasa orang awan menjadikan syiar Ramadan di negeri kita semakin nampak.

Bulan Ramadan memang penuh rahmat. Rahmat bagi yang berpuasa, rahmat bagi yang masih jarang berpuasa dan rahmat bagi yang belum bisa menjalankan ibadah puasa. Karena kemuliaan Ramadan menjadikan Umat Islam di Nusantara seluruhnya diliputi rasa bahagia meski dengan dimensi yang berbeda-beda.

 

 

 

Selasa, 18 Maret 2025

Waktu, Kekayaan yang Tidak Ternilai

 



Puasa Ramadan tahun 1446 Hijriyah telah melewati periode pertengahannya. Hari ini kita telah memasuki puasa ke-18. Ada komentar yang sering kali kita dengar setiap kali orang berbincang tentang puasa, “Tidak terasa ya, puasa sudah dapat banyak, sebentar lagi Idulfitri.”

Ya, sadar atau tidak ternyata waktu itu berjalan cepat. Seperti baru kemarin kita menunggu hasil sidang isbat, ternyata hari ini sudah lewat dua pekan lebih. Rasanya seperti belum terlalu lama, ternyata usia kita sudah 40 tahun lebih, 50 tahun atau bahkan sudah lebih dari 60 tahun. Lagi-lagi tak terasa katanya.

"Berubahlah ketika kamu masih punya waktu karena mungkin akan tiba saat di mana kamu ingin berubah, waktu tak lagi kau punya." Sebuah ungkapan yang menggambarkan pentingnya memanfaatkan waktu. Apa yang lebih berharga selain masih “memiliki” waktu. Memiliki waktu artinya memiliki kehidupan dan kesempatan.

Umumnya orang menganggap masa tua merupakan masa yang menakutkan. Karena itu, banyak orang yang telah memiliki segalanya, yakni dunia dan semua kemewahannya, tapi ia rela menukar apa yang dimiliki seluruhnya dengan waktu mudanya. Dan itu betul-betul keinginan yang absurd.

Mari kita renungkan dengan mendalam surat al-Munafiqun ayat 10 berikut ini. "Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?"

Sabtu, 15 Maret 2025

Dalam Pengawasan Allah



Allah Mahatahu tentang semua yang kita kerjakan. Jangankan yang zahir, apa yang terlintas dalam angan-angan pun Allah tahu. Itulah mengapa orang puasa menjaga puasanya karena dia yakin selalu dalam pengawasan-Nya. Jadi, meski tidak ada orang yang melihat tetap saja ia tidak akan minum dan makan ketika sedang puasa.

Ada sebuah cerita (dikutip dari media NU Online) yang menggambarkan bahwa orang beriman akan selalu merasa diawasi oleh Allah sehingga ia tidak mungkin berbuat yang dilarang oleh-Nya. Alkisah, ada seorang pemuda saleh namanya Ibrahim yang sangat disayangi oleh gurunya. Karena kecintaan gurunya begitu nampak, murid yang lain menjadi cemburu dan tidak senang.

Sebagai seorang guru tasawuf Syekh Atho' ternyata menyadari hal itu. Namun, ia pun juga tak ingin menimbulkan perselisihan dengan menjelaskan secara panjang lebar kelebihan Ibrahim dibanding teman seperjuangannya itu. Takut jikalau itu malah tidak objektif dan terlalu dilebih-lebihkan. Yang justru, nantinya malah akan meningkatkan rasa kecemburuan di antara mereka, para muridnya.

Akhirnya, Syekh Atho' pun memiliki cara yang lebih elegan. Dipanggilnya ketujuh muridnya untuk diberi tugas. Ia berkata kepada murid-muridnya, "Wahai anak-anakku. Sembelihlah ayam ini, namun jangan sampai ada siapa pun yang mengetahuinya. Siapa pun ia," perintah Syekh Atho' tegas. Setelah kesemuanya menerima ayam dan sebilah pisau, ketujuh muridnya lalu dipersilakan untuk mencari tempat sesuka mereka.

Tanpa pikir panjang dan tunggu lama, murid-murid itu pun bergegas mencari lokasi yang tepat, yang tersembunyi, yang menurut mereka tidak akan terlihat oleh siapa pun. Tak selang beberapa lama, satu per satu murid Syekh Atho' pun kembali dengan membawa ayam yang telah terpotong lehernya. Tetapi, setelah sekian lama, ada salah satu murid Syekh Atho' yang tak kunjung kembali. Ya, ia adalah Ibrahim, murid kesayangannya.

Ternyata, beberapa saat kemudian Ibrahim kembali dengan ayam yang masih hidup. Tanpa pisau yang berdarah, dan ayam yang masih juga bersih. Syekh Atho' pun dengan bangga lantas bertanya, "Wahai Ibrahim, mengapa ayammu masih hidup? Bukankah aku perintahkanmu untuk menyembelihnya?" "Maaf sang guru, bukannya saya hendak melawan perintah Anda. Namun, saya benar-benar tak bisa menyembelih ayam ini tanpa diketahui siapa pun. Bagaimanpun Allah akan tetap melihat apa yang saya kerjakan," jawab Ibrahim dengan lugunya.

Sontak, seluruh temannya tertunduk malu. Bagaimana mereka begitu yakin, jika tidak ada siapa pun yang melihat perlaku mereka. Padahal sang guru telah mendidik hatinya sedemikian rupa, agar mereka selalu menancapkan Allah dalam relung sanubari.  Lewat kejadian itu pun, para murid akhirnya sadar mengapa sang guru begitu sayang terhadap Ibrahim.

Selamat menjalankan ibadah puasa, semoga kita selalu merasa diawasi-Nya sehingga berupaya menjalani semua ibadah dengan rasa mahabbah agar senantiasa mendapat rida-Nya. Amin

 


Rabu, 12 Maret 2025

Puasa yang Berkualitas

 



Inti dari ibadah puasa adalah imsak atau menahan diri. Menahan diri dari hal yang membatalkan puasa sebenarnya bukan sesuatu yang berat. Namun menahan diri dari yang membatalkan pahala puasa jauh lebih berat.

Kalau hanya tidak makan dan minum, anak kecil pun banyak yang bisa melakukannya. Yang dikekang dalam puasa memang tak terbatas sesuatu yang zahir saja. Karena menahan diri untuk tidak makan dan minum sepanjang hari sebenarnya adalah hal yang tidak sulit dilakukan. Akan jauh lebih sulit mengendalikan nafsu amarah, dengki, atau sifat buruk lainnya.

Banyak orang berpuasa hanya mendapatkan lapar dan haus. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah ra, Nabi bersabda; "Berapa banyak orang berpuasa tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya selain lapar dan dahaga". Hadits ini menjelaskan bahwa puasa yang tidak berkualitas hanya akan menimbulkan rasa lapar dan dahaga semata.

Puasa bukan sekadar amalan lahir, tapi merupakan amalan lahiriah dan batiniah. Dikatakan puasa tidak berkualitas karena hanya menahan perkara-perkara yang membatalkan puasa, tapi ruh puasa kosong. Praktiknya, mulutnya memang tidak makan, namun sepanjang hari hanya menggunjing keburukan orang.

Hati-hati terhadap perkara yang membatalkan puasa itu penting, namun waspada terhadap perbuatan-perbuatan yang membatalkan puasa juga tidak kalah pentingnya. Jangan sampai amalan puasa kita hanya ibadah yang menggugurkan kewajiaban saja dan tidak bernilai di sisi Allah. Semoga ibadah puasa kita benar-benar berkualitas dan mengantarkan kita menjadi insan-insan yang bertakwa.

 

Sabtu, 01 Maret 2025

Marhaban Ramadan 1446 Hijriyah

 



Bulan mulia yang kita tunggu, Bulan Ramadan 1446 Hijriyah telah tiba. Semarak menyambut Ramadan menggema seluruh negeri. Hadirnya Ramadan telah menutup bulan bulan Syaban 1446 Hijriyah.

Bulan Syaban sebenarnya merupakan bulan yang diagungkan, karena menjadi pintu masuk menuju Bulan Ramadan. Rasulullah Saw memberi telah contoh kepada umatnya, bagaimana mengisi bulan Syaban dengan ibadah-ibadah sunah. Salah satunya, Beliau banyak berpuasa di bulan Syaban.

Diriwayatkan dari Aisyah RA, beliau mengatakan:“Belum pernah Nabi Saw berpuasa satu bulan yang lebih banyak dari pada puasa bulan Sya’ban. Terkadang hampir beliau berpuasa Sya’ban sebulan penuh.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Bila kita pelajari dengan cermat, apa yang dicontohkan Nabi memiliki beberapa hikmah. Di antara hikmah puasa di bulan Syaban adalah melatih fisik/badan agar terbiasa puasa, dan ketika masuk di bulan Ramadan sudah benar-benar siap menjalankan puasa.

Bulan Syaban memberikan kita kesempatan untuk menyesuaikan tubuh kita dengan puasa yang lebih panjang. Ketika menjalankan puasa sunah di bulan Syaban, tubuh akan terbiasa dengan menahan lapar dan dahaga.

Dengan persiapan fisik yang bagus, maka akan sangat mungkin kita menjalani puasa dengan penuh energi, sehingga kita bisa ringan menjalankan ibadah lainnya, seperti membaca Al-Quran, salat tarawih, dan amalan sunah yang lain.

Ketika kita sudah menyiapkan diri dengan mengisi bulan Syaban kemarin dengan bermacam ibadah, itu menjadi penanda bahwa kita benar-benar senang, gembira menyambut kedatangan Ramadan.

Selain puasa sunah Syaban, ada ibadah yang mesti kita tingkatkan di bulan ini yakni banyak membaca atau tilawah al-Quran. Membaca al-Quran memang tidak harus kita khususkan pada bulan-bulan tertentu, namun di bulan Syaban dan bulan Ramadan seharusnya lebih ditingkatkan. Sabda Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa salam,

Siapa yang membaca satu huruf dari Al Quran maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut, satu kebaikan dilipatkan menjadi 10 kebaikan semisalnya dan aku tidak mengatakan “alif lam mim” satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf” ( HR. Tirmidzi)

Begitu besar keutamaan membaca al-Quran, dan sangat disayangkan bila bila kita meninggalkannya. Mari kita mulai merutinkan membaca Qur’an di bulan Syaban ini, kemudian melanjutkannya di Bulan Ramadan yang akan datang.

Marhaban bulan Ramadan. Mari kita lebih meningkatkan kualitas ibadah, karena Ramadan adalah bulan yang mulia dan banyak berkahnya. Ramadan adalah bulannya Al-Quran. Allah Ta’ala berfirman; “Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil)” QS. (Al Baqarah : 185)

Semoga Allah senantiasa memberi kita taufik dan hidayah-Nya untuk mengisi bulan suci ini dengan rangkaian ibadah yang khusyuk, kedamaian jiwa, dan kebersihan hati. Amin.

Rabu, 26 Februari 2025

Kebaikan dan Keburukan Kecil

 



Kebaikan, walau kecil menunjukkan sikap optimis dan tanda ketakwaan seseorang. Dalam sebuah hadits disebutkan “Jika terjadi hari kiamat sementara di tangan salah seorang dari kalian ada sebuah tunas, maka jika ia mampu sebelum terjadi hari kiamat untuk menanamnya maka tanamlah” (HR. Bukhari & Ahmad). 

Kebaikan yang dikerjakan sekecil apapun tidak akan pernah sia-sia. Karena amal baik tetaplah amal baik. Pada hakikatnya tidak ada kebaikan yang kecil. Amal baik yang nampaknya kecil bisa menjadi jalan diampuninya dosa.

Tentu semua sudah tahu tentang kisah yang sangat populer tentang wanita pezina yang menolong anjing kehausan. Ternyata gegara amalnya yang kelihatannya kecil Allah mengampuni dosa-dosanya. Ada cerita yang serupa tentang ulama yang membiarkan seekor lalat minum di bak tintanya, ternyata Allah rida dengan amalnya itu.

Bila kebaikan kecil bisa menjadi besar manfaatnya, sebaliknya keburukan kecil juga bisa mengakibatkan kerusakan yang besar. Keburukan yang kecil bila dilakukan terus-menerus akan menjadi dosa yang besar. Perbuatan dosa walau kecil bila diikuti oleh orang banyak juga menimbulkan keburukan besar.

Jadi, jangan sepelekan amal kebaikan kecil. Kita tidak pernah tahu mana amal yang diterima oleh Allah. Bisa jadi, kebaikan-kebaikan kecil yang tidak kita perhatikan justru mengantarkan kita kepada rida Allah. Amin.

 

 

Kamis, 20 Februari 2025

Refleksi Seratus Hari

 


Tagar Indonesia Gelap dan Kabur Aja Dulu menjadi trending di jagat maya kita akhir-akhir ini.  Apa iya keadaan yang kita hadapi saat ini benar-benar begitu suram sehingga kesannya tak ada lagi harapan. Atau semua hanya “gimmick” karena negeri kita sebenarnya sedang baik-baik saja.

Pemerintahan presiden terpilih dalam pemilu tahun 2024 kemarin baru saja melewati 100 hari kerjanya. Ada kelompok yang menilai kinerja pemerintah baru sudah sangat bagus. Ini dibuktikan dengan survei yang konon katanya tingkat kepuasan masyarakat terhadap pemerintah mencapai angka 80% .

Sementara kelompok yang lain menilai pemerintahan saat ini kinerjanya belum memuaskan. Hal ini bisa dilihat dari program-program kementerian yang berjalan belum efektif. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi andalan ketika kampanye tahun kemarin juga berjalan tersendat banyak menemui permasalahan.

Terlepas dari pihak yang puas dan tidak puas dengan kinerja pemerintah, alangkah bijaknya bila kita memberi kesempatan pemerintah sekarang bekerja. Tiga atau empat bulan terlalu singkat bila digunakan menilai berhasil atau gagalnya sebuah pemerintahan. Merubah dan memeperbaiki keadaan yang ada sekarang ini memerlukan waktu yang panjang.

Bagi mereka yang punya peluang memperbaiki nasib di luar negeri mungkin tidak sabar bila menunggu terjadinya perubahan sampai setahun, dua tahun atau bahkan lima tahun. Dan yang punya akses seperti mereka hanya kelompok kecil saja. Bagi kebanyakan masyarakat, pilihannya hanya bisa menunggu dan berharap keadaan akan segera membaik. Di sini saja, Indonesia tidak gelap, akan ada cahaya yang terang menyinari kita.

Kamis, 13 Februari 2025

Menyambut Bulan Mulia

 



Malam nanti adalah malam pertengahan bulan Sya'ban atau Nisfu Sya'ban. Artinya, bulan Ramadan 1446 Hijriyah akan segera tiba. Ramadan adalah bulan mulia penuh berkah yang harus disambut dengan gembira oleh seluruh umat Islam. Kaum Muslim di seluruh dunia sudah seharusnya menyambut kedatangannya dengan penuh semangat dan bahagia sebagai bentuk adab penghormatan pada bulan suci.

Menyambut Ramadan harus dengan gembira dan suka cita kemudian harus dibuktikan dengan mengisi bulan Ramadan yang akan datang dengan amalan-amalan sebagaimana yang telah dicontohkan Nabi Muhammad Saw.

Mengapa kaum muslimin harus bahagia menyambut datangnya bulan suci Ramadan?. Karena Ramadan adalah bulan ampunan, bulan di mana amalan kebaikan dilipatkan sampai berkali-kali lipat. Dan Ramadan menjadi jembatan kita menjadi hamba Allah yang bertaqwa. Sebagaimana difirmankan dalam surat Al-Baqarah ayat 183: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,

Jangan sampai hati kita terbebani dengan datangnya Bulan Ramadan. Seakan-akan Ramadan bulan yang mengekang kesenangan. Sebaliknya Ramadan adalah bulan penuh berkah yang harus kita manfaatkan dengan peningkatan ibadah. Baik ibadah-ibadah mahdhoh maupun ibadah muamalah.

Kahabar gembira bagi yang senang dengan kehadiran bulan Ramadan dan bersungguh-sungguh menjalankan ibadah karena Allah. Bahwa dosa-dosa hamba tersebut akan diampuni oleh Allah. Seperti dalam sebuah hadits Nabi:

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang berpuasa Ramadan karena iman dan ihtisab (hanya mengharap ridha Allah), maka akan diampuni dosa-dosanya yang lalu.” (HR. Bukhari).

Tentunya makna diampuninya dosa-dosa yang lalu adalah dosa yang tidak termasuk dosa besar, sebab dosa-dosa besar seperti membunuh, berzina, mabuk, durhaka kepada orang tua, sumpah palsu, dan lainnya hanya bisa dihilangkan dengan taubat nasuha, yakni dengan menyesali perbuatan itu, membencinya, dan tidak mengulanginya sama sekali kemudian mengganti semua amal keburukan dengan amal saleh.

Mari kita sambut Ramadan 1446 Hijriyah yang akan segera tiba. Kita siapkan badan dan ruhani kita. Menjalankan puasa Ramadan dengan bahagia karena itu merupakan panggilan khusus bagi orang-orang yang beriman. Kita rencanakan amal-amal ibadah sunah apa saja yang akan kita laksanakan. Dan jangan sampai Ramadan tahun ini berlalu begitu saja tanpa peningkatan amal ibadah.

Panas Setahun Dihapus Hujan Sehari

  Tradisi saling meminta maaf saat Idulfitri di masyarakat kita hingga kini masih tetap terjaga. Meski kita tahu sebenarnya meminta maaf t...