Senin, 20 Oktober 2025

Menyambut Hari Santri: Refleksi di Tengah Ujian Berat Dunia Pesantren

 



Peringatan Hari Santri Nasional yang jatuh setiap tanggal 22 Oktober selalu disambut dengan suka cita dan semangat kebangsaan, merayakan peran historis santri dalam kemerdekaan dan pembangunan bangsa. Namun, perayaan tahun ini hadir di tengah awan mendung ujian berat yang menerpa institusi pondok pesantren, menuntut refleksi mendalam dari seluruh komunitas.

Ujian pertama yang dihadapi adalah terkait fondasi fisik dan keamanan. Runtuhnya bangunan Pondok Al-Khozini baru-baru ini menjadi pengingat bahwa tradisi luhur tidak boleh mengesampingkan aspek teknis modern. Tragedi ini bukan hanya kerugian material, tetapi juga merenggut rasa aman, sekaligus menimbulkan pertanyaan mendasar mengenai pemeliharaan infrastruktur, standar konstruksi, dan pengawasan berkala di lingkungan pesantren.

Sementara itu, ujian kedua menyentuh ranah reputasi dan integritas moral. Kasus pemberitaan negatif yang pernah dialami Pondok Lirboyo menunjukkan betapa rentannya citra pesantren di hadapan publik dan media sosial. Pesantren, sebagai pusat pendidikan karakter, memiliki tanggung jawab besar untuk tidak hanya mengajarkan etika, tetapi juga mengimplementasikannya secara transparan dalam tata kelola sehari-hari.

Meski diterpa badai, kekuatan sejati pesantren terletak pada daya lenting dan akar tradisi yang kuat. Komunitas santri secara historis selalu berhasil melewati tantangan zaman, dari era kolonial hingga krisis modern. Ujian sejatinya adalah katalisator yang memaksa pesantren untuk beradaptasi, berbenah, dan membuktikan relevansi mereka. Ujian ini menjadi kesempatan bagi para kiai dan alumni untuk memperkuat jaringan, memobilisasi sumber daya, dan menerapkan praktik tata kelola terbaik tanpa kehilangan kekhasan spiritual dan kesederhanaan ajaran salaf. Ini adalah panggilan untuk bertransformasi menjadi institusi yang modern secara manajemen, tetapi teguh pada prinsip.

Oleh karena itu, menyambut Hari Santri tahun ini, para santri, alumni, dan pengasuh berdiri di persimpangan antara perayaan dan perbaikan. Kegembiraan atas pengakuan peran santri harus diimbangi dengan tekad baja untuk mengatasi kelemahan internal yang terungkap. Pondok pesantren harus keluar dari zona nyaman, memastikan bahwa setiap bangunan adalah tempat yang aman, dan setiap pengasuh adalah teladan moral yang tak tercela.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ketika Musibah Menjadi Pengingat, Bukan Panggung Pencitraan

  Bencana, dalam berbagai bentuknya, selalu menghadirkan duka serta kesadaran betapa lemahnya manusia di hadapan kekuatan sang Pencipta. N...