Orang boleh salah, karena dengan itu ia memiliki kesempatan menemukan kebenaran dari proses belajarnya sendiri. Tidak ada orang yang selalu berada dalam jalur kebenaran. Karena pada hakikatnya setiap orang memiliki potensi untuk salah, keliru dan lupa. Seandainya pun manusia telah menemukan kebenaran, kebenaran itu sering bersifat nisbi. Bukan kebenaran yang hakiki.
Salah satu instrumen menemukan kebenaran adalah dengan pengetahuan yang dimilikinya. Pengetahuan mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan manusia, baik secara individu maupun kelompok. Pengaruh besar pengetahuan dalam kehidupan individual manusia terjadi pada saat pengambilan keputusan. Sudah pasti setiap keputusan yang diambil manusia selalu berdasarkan pengetahuan yang dimilkinya.
Kekhususan yang membedakan manusia sebagai ciptaan Allah dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain adalah kemampuan manusia untuk berpikir. Berpikir inilah yang menyebabkan kehidupan manusia berkembang dan dinamis dari awal penciptaannya hingga masa kini, berproses menuju kesempurnaan hidup. Dengan kemampuan berpikirnya manusia mampu menaklukkan makhluk hidup yang lain.
Dalam urusan mencari kebenaran, ketika harus senantiasa memohon petunjuk dari Allah yang Maha memberi petunjuk. Karena kepandaian dan ilmu pengetahuan yang dimiliki seseorang tidak akan pernah menjamin dia bisa menemukan kebenaran. Bukankah dalam setiap shalat kita selalu meminta (mendapat) petunjuk-Nya. Tunjukilah Kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (Al-Fatihah 6-7).
Kebenaran itu ibarat hujan dari langit, apapun bisa terkena tetesan airnya. Pohon besar, rumpun perdu liar dan rerumputan juga menerima berkah turunnya hujan. Begitu juga kebenaran. Kebenaran bisa datang dari orang yang alim, orang awam bahkan dari anak kecil. Karena kebenaran bukan mutlak hanya datang dari orang yang berilmu pengetahuan saja. Sebagaimana dawuh Syaidina Ali: ”Lihat apa yang dibicarakan (isinya), dan jangan kau lihat siapa yang berbicara”. Namun dalam kenyataannya, sangat banyak yang tidak obyektif dalam memandang kebenaran. Orang sering terjebak dalam “bungkus-bungkus” kebenaran yang sebenarnya isinya jauh dari kebenaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar