Kemarin tanggal 14 Februari, kata anak-anak muda (sering) disebut sebagai hari kasih sayang, Valentine Day. Bersyukur dalam hati, tahun ini sepertinya semarak perayaan Valentine Day tidak begitu terdengar “gaungnya”. Biasanya media sosial akan ramai, televisi-televisi pun membuat acara atau program khusus Valentine. Mungkin karena masih dalam situasi pandemi, semua berlalu dingin tidak ada gregetnya.
Valentine Day adalah “tragedi” bagi generasi remaja kita, khususnya para remaja perempuan. Berapa banyak korban yang terjadi setiap perayaan yang katanya hari kasih sayang. Maksud saya korban akibat perilaku pergaulan yang “kebablasan”. Dengan dalih kasih sayang para “Bajingan Tengik” merampas kehormatan gadis-gadis lugu dengan imbalan sebungkus coklat dan setangkai bunga. Memang pahit mengungkap kenyataan ini, tapi terlalu banyak cerita yang telah terjadi. Dan tidak perlu kita terus bersembunyi serta menganggap semua baik-baik saja. Setidaknya ada kepedulian dari orang tua yang mau mengambil pelajaran.
Mungkin kisah nyata yang kelam itu masih terjadi di sana, di kota-kota yang memang sistem nilai dalam masyarakat sudah mengalami perubahan mengikuti zaman yang disebut “pergaulan modern”. Tapi siapa yang bisa menjamin bila cerita-cerita itu tidak akan terjadi di kota kita, desa kita atau lingkungan sekitar kita. Kalau kita sudah tidak peduli dengan semua itu, sama halnya kita menerima. Ibaratnya, kita bisa mengambil peran seperti gembala yang menjaga domba-domba dari intaian srigala lapar
Valentine Day adalah kampanye kebebasan pergaulan muda-mudi. Jelas ini melanggar norma agama dan norma sosial. Ujung-ujungnya adalah pernikahan dini karena “kecelakaan”, meningkatnya aborsi, atau yang lebih mengerikan maraknya korban pergaulan bebas terjun dalam dunia hitam, bisnis “remang-remang”.
Sebuah nasihat untuk pemuda pemudi penerus kami. “Wahai generasi remaja, jagalah dirimu dari kejamnya kemajuan zaman. Percayalah pada kami-kami yang pernah muda. Kami juga pernah jatuh cinta. Memendam asmara, menahan rindu yang tiada terperi. Tapi kami masih bisa menjaga diri. Tahu mana yang boleh dan mana yang harus benar-benar dijauhi. Dan terlebih untuk para remaja putri: Kalian ibaratnya adalah perabot kaca yang rawan pecah, sekali pecah tidak akan lagi bernilai. Kalau bukan karena kami sayang, tentu kami enggan memberi petuah ini. Dan kiranya inilah kasih sayang yang sesungguhnya…
Selalu mantab....
BalasHapusTerima kasih Pak Nur,..
BalasHapus