Ramadhan 1442 Hijriyah sudah menapaki
separuh jalan. Hari ini kita telah menyelesaikan puasa yang ke-lima belas.
Biasanya ketika masuk ke pertengahan hingga akhir Ramadhan, konsentrasi masyarakat
kita sudah terbelah dengan kegiatan menyambut lebaran. Bersih-bersih rumah
hingga mengecat dindingnya, belanja berbagai kue hidangan lebaran maupun
berburu diskon baju lebaran.
Memang lebaran tahun ini belum akan normal.
Yang pasti sudah keluar larangan mudik dari pemerintah. Kemudian himbauan dari
ormas keagamaan agar tetap menerapkan protokol kesehatan dalam merayakan idul
fitri, serta membatasi silaturrahmi secara langsung hingga anjuran
sillaturrahim lebaran melalui media virtual.
Idulfitri 1442 Hijriyah akan menjadi edisi
kedua di musim pandemi. Kita sudah bisa menerka suasana lebaran tahun ini. Perayaan
yang sepi dan tidak ada akan tradisi kunjung-mengunjungi rumah saudara maupun
tetangga. Terlebih bagi yang memiliki saudara yang tinggalnya jauh di luar
kota, mereka belum bisa melepas kangen dengan keluarga besar tercinta.
Lebaran di negeri kita sudah identik dengan
mudik. Tradisi yang sudah lama dan menjadi “agenda” tahunan kaum muslim
Indonesia. Tidak ada mudik sama artinya dengan merayakan hari raya versi yang
tidak “sempurna”. Namun kita juga harus memahami alasan larangan dari
pemerintah. Itu adalah tindakan preventif demi terkendalinya penyebaran virus
(pandemi). Seperti berita yang akhir-akhir ini kita ketahui bersama. India saat
ini sedang mengalami serangan “tsunami pandemi”. Menurut para pakar, hal ini
terjadi karena aturan yang dilonggarkan. Protokol kesehatan tidak dijalankan
dengan efektif. Masyarakat kembali beraktivitas dengan normal layaknya tidak
sedang menghadapi ancaman penularan virus.
Perayaan lebaran tahun ini dipastikan memang tidak akan semeriah seperti sebelum masa pandemi. Namun seharusnya semua itu tidak mengurangi syukur kita. Faktanya kita masih tetap bisa beribadah meski dalam suasana yang serba terbatas. Lebaran dan halal bihalal sekadar tradisi, esensi dari ibadah puasa Ramadhan adalah jalan menuju derajat taqwa. Dan, ketika keluar Ramadhan kita menjadi insan baru yang bersih laksana terlahir kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar