Entah mengapa kenangan Ramadhan masa kecil begitu membekas. Tak pernah hilang dari ingatan. Apalagi di saat hendak memasuki bulan Ramadhan seperti saat ini. Teringat saat sahur bersama di musholla, ronda keliling kampung, main meriam bambu dan menunggu maghrib tiba dengan bermain petak umpet. Kangen juga masa kecil kumpul dengan keluarga saat-saat menjalani ibadah Ramadhan.
Semua dalam memori yang begitu indah. Kami adalah bocah-bocah kecil yang kerjanya berlarian di pematang sawah saat kemarau. Sesekali "gelutan" dan saling melempar jerami kering. Semua riang gembira bermain di luasnya hamparan sawah. Begitu potret masa kecil yang masih jelas dalam ingatan. Hari-hari Ramadhan yang kami alami dulu selalu beda (istimewa) dengan hari yang lain. Meski kami belum memahami makna ibadah, tapi kami sangat senang. Masa yang belum mengenal apa itu istilah viral, belum ada WA, Youtube apalagi Tiktok. Dunia masih "sepi" dari riuhrendah netizen yang kata-katanya tajam, setajam sembilu.
Masa itu, semua masih dalam suasana damai, jauh dari sebutan maju. Ketika malam tiba akan semakin kelihatan bila kampung kami masih tergolong desa tertinggal. Suasana gelap karena belum ada penerangan lampu listrik. Tapi dalam suasana seperti itulah "aroma" bulan Ramadhan begitu terasa. Ada kekhusyu'an yang berpendar dalam ruang-ruang musholla yang sempit dan temaram. Ada kesejukan dan ketenangan hati di sepanjang lorong-lorong gelap jalan desa kami. Ramadhan serasa nyata hadir dalam deru nafas kami, orang-orang kampung yang katanya manusia pinggiran. Jauh dari peradaban kota yang katanya orang sudah sangat modern.
Masa berganti dan saat ini semua sudah berubah. Dan memang semua pasti akan berubah, karena tidak akan ada yang abadi. Desa kami tidak seperti dulu lagi. Keceriaan wajah-wajah kecil menyambut Ramadhan tidak semeriah dulu. Hilang sudah segala permainan masa-masa kecil kami yang dahulu. Berganti dengan semua yang “berbau” digital.
Tapi
Ramadhan tetap hadir dan dinanti hati-hati insan yang rindu keberkahan. Tak
peduli yang tinggal di desa, di kota maupun ujung dunia sana. Takbir dan tahmid akan
menggema dan masuk dalam sukma mereka yang berada di antara padatnya aktivitas
kota dan masuk pula di relung hati mereka yang tinggal di pelosok kampung. Ramadhan yang dinanti, Ramadhan di hati......
Tulisan yg sangat guuuriiih... Siip pak Pri..
BalasHapusMatur sembah nuwun Pak Nur. Sudah bersedia mampir
BalasHapus