Bisa dikatakan Ramadhan adalah bulan pelatihan lahir dan batin kaum beriman. Satu bulan fisik dan jiwa kita ditempa dengan berbagai “gemblengan”. Dan ketika Ramadhan telah purna, seharusnya akan terlahir pribadi baru yang bertaqwa. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 183. “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.
Ramadhan adalah rangkaian mendidik mukmin secara sistematis dan lengkap. Bukan sekedar melaksanakan puasa di siang harinya. Akan tetapi juga selalu mengisi hari-harinya dengan ibadah lainnya yang bersifat individual seperti: bertadarus Al-Quran, memperbanyak dzikir dan doa, serta memohon ampun kepada-Nya. Kesemuanya mengarah pada pembentukan pribadi yang bersih, jujur, kokoh, dan istiqamah atau pembersihan nafsu diri (tazkiyatun nafs).
Dimensi lainnya adalah ibadah yang bernilai sosial, seperti melaksanakan shalat fardhu dan tarawih berjama’ah, menunaikan zakat fitrah (diri) dan zakat maal (harta), mengadakan kajian-kajian atau ta’lim keislaman, gemar bershadaqah, menolong sesama, saling memaafkan, dan peka dengan penderitaan saudara seiman.
Keberhasilan pelatihan selama bulan Ramadhan adalah sebelas bulan lainnya. Apakah masih membekas semua amalan dalam Ramadhan yang telah dikerjakannya. Sehabis Ramadhan apakah masih bertadarrus Al-Qur’an, gemar bersedekah, rajin ke Masjid atau Musholla, menahan diri dari marah dan berkata dusta dan berbagai aktivitas mulia yang tadinya ringan dikerjakan pada bulan suci Ramadhan.
Apabila bekas Ramadhan tidak terlihat lagi setelah Ramadhan berlalu. Artinya pelatihan yang dijalaninya belum memeperoleh hasil yang diinginkan. Ketika Ramadhan banyak orang yang naik kualitas ibadahnya, namun semua kembali pada titik terendah ketika masuk ke bulan Syawal. Itu sama artinya dengan perumpamaan anak sekolah yang naik kelas kemudian ia turun kelas lagi. Tahun berikutnya naik kelas dan turun lagi, begitu seterusnya.
Bersambung…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar