Menulis itu memerlukan konsistensi, membutuhkan kesabaran dan kemampuan bertahan. Bertahan dari godaan untuk berhenti menulis. Seringkali kita diuji dengan rasa jenuh, letih dan kehilangan motivasi. Bila ujian seperti itu datang dan kita turuti, sudah pasti kita akan tenggelam dalam rasa malas dan sulit untuk memulai lagi.
Biarlah pelan tapi tetap berjalan. Biarpun hanya selangkah yang bisa kita lakukan, namun itu tetap berarti penting. Se-inchi menuju harapan jauh lebih baik daripada hanya bisa diam tanpa mampu berbuat apa-apa. Begitulah saya membangkitkan semangat diri sendiri di saat mulai muncul rasa bosan dalam diri.
Yang penting terus menulis, meski sering sekali tidak puas dengan apa yang telah ditulis. Saya tentu tidak lagi membebani diri sendiri, tidak khawatir tulisan saya tidak diterima baik oleh pembaca. Atau bahkan tidak ada yang membaca sekalipun, tidak pernah menjadi masalah. Dengan menulis ada alasan mengapa saya selalu berusaha bersyukur. Setidaknya saya telah menggerakkan jemari agar tetap lentur dan mengusik pikiran untuk bangun dari lamunan yang melalaikan.
Perjalanan panjang dengan banyak teman baik tentu sangat menyenangkan. Rasa lelah akan terobati dengan hadirnya tawa dan canda. Namun di saat kamu harus berjalan sendiri, tidak perlu harus menunggu ada yang menemani. Gambaran inilah yang saya rasakan ketika menulis. Pada waktunya saya lebih senang bila banyak yang menulis, serasa perjalanan yang ditempuh dengan keriangan.
Tapi menulis memang sering identik dengan kesunyian. Dilakukan di saat sunyi, berdialog dengan sunyi, menggali dan mencari rasa dalam kesunyian hati,….sunyi, sepi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar