Mengapa masyarakat kita saat ini begitu sensitif ya?. Seperti hilang rasa humornya. Satu perkataan atau unggahan di media sosial yang menyinggung identitas suku, ras maupun agama bisa memantik reaksi yang sangat besar. Seperti tidak ada hentinya laporan ke pihak berwajib kasus ujaran kebencian. Satu belum selesai, disusul dengan kasus yang lainnya.
Dunia media sosial memang sangat liar dan susah dikendalikan. Apa yang sedang terjadi saat ini adalah dampak penggunaan medsos yang kurang bijaksana. Dari satu sisi memang “mulut orang” sekarang lebih tajam dan kurang santun. Seperti tidak berpikir sebelum berkata. Dengan mudah melempar kata-kata (komentar) pedas yang memancing kemarahan. Di sisi lain, orang cenderung mudah marah atau istilahnya “Kuping tipis”.
Mana budaya luhur bangsa kita. Mana falsafah Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi perekat bangsa. Dan di mana jiwa besar memaafkan kesalahan saudara sesama putra bangsa. Seakan semua tinggal jargon semata. Karena kenyataannya sangat sering kita menyaksikan pertikaian yang membawa-bawa identitas suatu golongan.
Ada yang salah dengan cara kita bermedia sosial. Dan ada yang tidak benar dengan cara kita merespon pernyataan orang. Orang juga sering keliru dalam cara berekspresi. Banyak yang maksudnya mengkritik tapi menghina, memberi saran tapi menjatuhkan dan beda pendapat tapi menyerang.
Dulu kita banyak contoh guru bangsa yang luar biasa. Mereka berbeda pendapat tapi tetap saling menghormati. Bung Hatta dalam banyak hal tidak sependapat dengan Bung Karno. Tapi itu tidak menjadikan mereka saling membenci. Di kalangan Nahdliyin kita mengetahui Mbah Hasyim As’ari berbeda dengan Mbah Faqih Maskumambang dalam masalah bedug. Tapi lagi-lagi mereka tetap saling menghargai. Perbedaan mereka dikemas dengan indah dan mencerdaskan umat. Karena perbedaan lahirlah karya-karya ilmiah yang berguna bagi umat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar