Para ahli memperkirakan krisis pangan bisa terjadi akibat pandemi Covid-19 yang berkepanjangan. Namun tidak hanya itu saja, bencana bisa memperparah itu. Di awal tahun ini, beberapa wilayah Indonesia sudah mengalami bencana, mulai dari gempa bumi hingga banjir. Hal ini menimbulkan keresahan mengenai ketahanan pangan, ada potensi sektor pertanian yang sudah berjalan menuju panen akhirnya malah gagal.
Gejala permasalahan pangan sebenarnya sudah mulai kita lihat. Dalam beberapa pekan kita ribut dengan kurangnya persediaan minyak goreng. Belum selesai urusan minyak, komoditas kedelai mengalami kenaikan yang tajam. Kini, giliran daging sapi “hilang” dari pasaran. Tentu semua terjadi karena naiknya harga dan sedikitnya stok yang menyebabkan para pedagang kesulitan untuk mendapatkannya.
Tidak heran bila kita tidak memiliki ketahanan di bidang pangan karena sudah terbiasa menjadi negara pengimpor. Apa-apa serba impor. Dampak negatifnya ketika negara pengekspor menahan produk pangannya untuk stok kebutuhan mereka sendiri, kita yang pasti kesulitan memenuhi keperluan dalam negeri.
Pandemi yang berdampak pada kebutuhan pangan diperparah dengan konflik besar invasi Rusia ke Ukraina. Meski secara geografis medan perangnya jauh dari negeri kita, bukan berarti dampaknya tidak sampai ke negara kita. Pengaruh itu disebabkan karena kedua negara, baik Rusia maupun Ukraina, memiliki hubungan dagang dengan Indonesia.
Di sisi lain Rusia adalah negara besar pengekspor minyak bumi. Konflik yang terjadi pastinya akan menjadikan harga minyak bumi melambung naik. Di saat minyak naik, yang terjadi adalah semua akan terkena imbasnya termasuk kenaikan seluruh harga kebutuhan pangan. Bila melihat situasi yang terjadi saat ini, risiko krisis pangan tidak mustahil akan terjadi secara global.
Semua harus kita hadapi dengan tenang. Insyaallah kita mampu melaluinya.
BalasHapusNggih. Leres Prof.
BalasHapusKeprihatinan pak Supri terhadap ketahanan pangan layak menjadi pemerhati pangan
BalasHapusHe..he suwun Bu Doktor
BalasHapus