Tak akan ada orang yang menginginkan hidupnya penuh cobaan dan kesulitan. Pasti semua orang berharap hidupnya penuh kebahagiaan. Apa yang diinginkan dikabulkan oleh Allah, bahkan tak cukup di dunia saja, semua berharap di akhirat kelak tidak mengalami kesulitan. Karena keinginan tersebut tak henti-hentinya kita selalu berdoa agar Allah mewujudkan semuanya.
Tapi Allah tidak menjamin semua doa akan dikabulkan (diberikan) di dunia ini. Ada doa-doa yang disimpan untuk dipenuhi di kehidupan yang abadi nanti. Seperti ada yang disampaikan Ali Bin Abi Thalib; Saya bersyukur bila doa-doaku dikabulkan oleh Allah. Tapi saya lebih bersyukur bila tidak dikabulkan karena itu adalah pilihan Allah yang ditetapkan padaku”.
Doa bukan “pemberontakan” terhadap ketentuan Allah. Doa adalah wujud kedekatan seorang hamba dengan Rabnya. Allah telah memberikan jaminan semua doa hamba-Nya akan dikabulkan. Tapi yang pasti tidak semua doa akan dikabulkan di saat kita hidup di dunia ini. Jika demikian mengapa kita masih ragu dengan pemberian dari Allah?.
Selama ini kita sering salah dalam memahami pemberian Allah. Pemberian Allah sering kita maknai hanya sebatas material yang kasat oleh mata atau kenikmatan. Bila ada petani yang menanam semangka kemudian dia mendapat panen yang besar, kita menganggap itu pemberian dari Allah yang harus disyukuri. Sementara bila ada petani yang lain tidak bisa memetik hasil panen kita menilai dia tidak mendapat pemberian dari Allah.
Bila kita jernih merenungkan, sebenarnya keduanya sama-sama mendapat pemberian dari Allah. Yang pertama mendapat pemberian Allah berupa rezeki panen dari hasil tanamnya. Sedangkan yang kedua mendapat pemberian Allah berupa “pendidikan” untuk sabar ketika mendapatkan musibah. Musibah sering menjadikan seseorang tumbuh kedewasaan dan kesadarannya. Bermula dari gagal panen, kemudian berproses menjadi hamba yang sabar. Tentu ini tetap pemberian Allah yang bernilai tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar