Rasulullah, pemimpin umat yang adil tiada cela
Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam hadir sebagai khalifah di muka bumi mengemban tugas mulia, membawa khabar gembira sekaligus menyampaikan peringatan. Menyeru umat manusia untuk mengimani Allah dan menyelamatkan dari kesesatan.
Sebagai seorang suami, Rasulullah senantiasa bersikap adil kepada para istri beliau. Dari sisi perannya sebagai orang tua, Rasulullah adalah sosok panutan yang menjadi teladan. Dan dalam konteks Rasulullah sebagai pemimpin umat, beliau adalah uswatun hasanah yang tiada cela.
Dalam menunaikan risalah kenabian Rasulullah berdakwah di tengah umat manusia dengan lemah lembut dan kasih sayang. Islam tidak disampaikan dengan cara-cara yang keras. Hal ini selaras dengan firman Allah dalam surat at-Taubah ayat 128;
"Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasih lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin."
Ayat tersebut di atas menunjukkan sifat Nabi sebagai pemimpin selalu bersikap adil, memiliki solidaritas tinggi, dan juga memiliki kepedulian kepada umat yang dipimpinnya. Dan Rasulullah adalah tipe seorang pemimpin yang ideal yang pernah ada dalam sejarah manusia. Dan ada satu kisah yang patut kita sampaikan sebagai bukti keadilan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sebagai seorang pemimpin.
Tidak berselang lama dari peristiwa Penaklukan Kota Makkah, Rasululllah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya diserang oleh kabilah-kabilah di sekitar kota Makkah yang tidak mau tunduk terhada Islam. Peristiwa ini dikenal dalam sejarah sebagai ‘Perang Hunain’.
Dalam perang ini kaum muslimin memperoleh harta rampasan yang banyak. Dalam riwayat disebutkan berupa enam ribu tawanan, dua puluh empat ribu onta, empat puluh ribu domba lebih dan empat ribu uqiyah emas. Bila satu uqiyah emas sebanding dengan 31,75 gram, dengan harga emas sekarang sekitar Rp.900.000, maka satu uqiyah emas senilai Rp.28.575.000. Bila kita hitung keseluruhannya harta rampasan (Ghanimah) yang diperoleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam dan umat Islam pada waktu itu jumlahnya ratusan milyar, sungguh jumlah yang sangat besar. Harta rampasan perang tadi disimpan di Ji’ranah dan selanjutnya dibagi.
Rasulullah membagi harta rampasan perang pertama kali kepada orang-orang yang baru masuk Islam setelah peristiwa Fathu Makkah, orang-orang yang iman di hatinya masih lemah mendapat bagian yang relatif besar. Abu Sufyan diberi empat puluh uqiyah emas dan seratus unta, itupun dia masih meminta untuk bagian anaknya Muawiyah dan Yazid dengan jumlah yang sama. Para pemuka kaum Quraisy yang sebelum penaklukan kota Makkah begitu keras memusuhi Nabi justru mendapat bagian yang banyak.
Ringkas kisah, apa yang dilakukan oleh Nabi pada awalnya dipahami oleh orang-orang Anshar tidak adil. Mengapa orang yang baru masuk Islam mendapat bagian yang besar, padahal mereka belum banyak berjuang dalam Islam, sementara para sahabat Anshar yang telah membela Nabi dan sudah banyak ikut dalam peperangan memperjuangkan agama Islam justru mendapat bagian yang kecil.
Lalu kemudian Sa’d bin Ubadah menemui Rasulullah menyampaikan aspirasi sahabat-sahabat Anshar masalah ketidakpuasan mereka terhadap keputusan Nabi. Nabi bersabda, “Kumpulkan kaummu di kandang ini”
Dalam majlis pertemuan tersebut kemudian Rasulullah menjelaskan mengapa memberi bagian yang banyak kepada orang-orang yang baru masuk Islam, sementara sahabat-sahabat Anshor yang telah lama berjuang bersama Rasulullah justru mendapat bagian yang kecil.
Beliau bersabda, “Demi Allah, kalau kalian mau, sementara kalian bisa membenarkan dan dibenarkan, maka kalian bisa berkata, ‘Engkau datang kepada kami dalam keadaan didustakan, namun justru kami membenarkan engkau, dalam keadaan lemah dan kamilah yang justru menolong engkau, dalam keadaan terusir dan justru kamilah yang memberikan tempat dan menampung engkau’. Apakah di dalam hati kalian masih membersit hasrat keduniaan, yang dengan keduniaan itu aku hendak mengambil hati segolongan orang agar masuk Islam, sedangkan terhadap ke-Islaman kalian aku sudah percaya? Wahai semua orang Anshar apakah kalian tidak berkenan di hati jika orang-orang lain pergi membawa domba dan onta, sedangkan kalian kembali bersama Rasul Allah ke tempat tinggal kalian? Demi Allah yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, kalau bukan karena hijrah, tentu aku termasuk orang-orang Anshar. Jika orang-orang menempuh suatu jalan di celah gunung, dan orang-orang Anshar menempuh suatu celah gunung yang lain, tentu aku akan memilih celah yang ditempuh orang-orang Anshar. Ya Allah, rahmatilah orang-orang Anshar, anak orang-orang Anshar dan cucu-cucu orang Anshar”.
Mereka pun menangis sesenggukan hingga jenggot mereka menjadi basah oleh air mata. Mereka berkata, “Kami ridha terhadap Rasulullah dalam masalah pembagian dan bagian”. Setelah itu beliau kembali ke tempat semula dan mereka bubar.
Ternyata pembagian yang dilakukan Nabi sudah didasarkan pertimbangan yang sangat matang dan bijaksana. Sebab di dunia ini banyak orang yang bisa dihela kepada kebenaran lewat perutnya dan bukan dari akalnya, sebagaimana binatang yang bisa digiring karena ada seikat dedaunan yang disodorkan ke dekat mulutnya, hingga dia masuk ke kandangnya dengan aman. Begitu pula manusia yang membutuhkan variasi bujukan untuk menyusupkan iman.
Terlihat sekilas, apa yang diputuskan Rasulullah itu tidak adil. Padahal di balik itu ada tarbiyah untuk para sahabat dekat beliau. Beliau mengajarkan zuhud dan lebih mementingkan urusan ukhrawi dibandingkan sekadar urusan duniawi semata.
Kesimpulan
Islam merupakan ajaran agama yang sempurna. Syariat Islam mengembalikan derajat manusia pada kemuliaannya. Kemuliaan yang hakiki dalam pandangan Allah adalah hamba yang bertaqwa. Rasulullah sebagai pengemban risalah nubuwwah dan pemimpin umat telah menjalankan amanat dengan paripurna.
Kehadiran Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah rahmat semesta alam. Dan sejarah mencatat dengan tinta emasnya ketika beliau memimpin di Madinah. Rasulullah menyusun konstitusi (Piagam Madinah) yang di dalamnya melindungi hak asasi manusia. Memberi kebebasan menganut agama, menjalankan aktivitas kerja dan bermasyarakat secara damai.
Rasulullah menjadi pemimpin yang mulia bukan karena memiliki keindahan istana atau tumpukan harta. Tapi beliau mulia karena ketinggian akhlaqnya. Dan sebagai pemimpin Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam selalu bersikap adil terhadap siapapun. Bukan hanya pada umat Islam, namun keadilan Nabi meliputi seluruh manusia.
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Surat an-Nisa ayat-58)
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar