Peribahasa diam itu emas, di zaman seperti ini
sangat relevan. Di mana mulut orang semakin tajam dan tak terkendali. Apa saja
dikomentari dan dicaci. Bahasa anak sekarang, banyak orang hobinya nyinyir.
Meski nyinyirnya hanya di dunia maya (media sosial), tetap saja itu adalah
perbuatan yang tercela.
Lidah memang terlihat diam, tapi jari susah
dikendalikan. Kebiasaan netizen yang menebar kata-kata kebencian, menghina,
ghibah dan bahkan adu domba, terkadang membuat kita susah menahan jari untuk
berkomentar karena apa yang disampaikan sudah sangat keterlaluan. Tapi tahan, Jangan
berdebat dengan pembenci, penjelasan yang paling bijak dari kita adalah diam
tersenyum dan membiarkan dia merasa paling benar.
Jadi tak perlu berteriak-teriak di ruang
medsos jika hanya ingin didengar. Kata orang bijak cara terbaik untuk didengar
adalah dengan bicara seperlunya. Karena semakin banyak bicara semakin tidak
jelas mana perkataan yang penting. Semua telah bercampuraduk dan menjadi bias.
Tapi tidak perlu kebencian dilawan dengan
kebencian yang serupa. Lagi pula yang merasakan sakit adalah mereka yang
hatinya penuh kebencian. Orang yang dibenci tidak akan merasakan kesedihan yang
mendalam, berbeda dengan orang yang membenci dia akan kehilangan banyak
kebahagiaan.
Selamatnya seseorang karena lisannya. Hari
ini, selamatnya orang karena jarinya. Karena jari yang latah, bisa saja membawa
kerugian yang besar. Jadi, tahan jari kita agar tidak celaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar