Jumat, 28 Juni 2024

Tradisi, Persaudaraan dan Kekeluargaan

 



Bulan Dzulhijjah atau bulan Besar dalam hitungan kalender Jawa menjadi bulan yang paling sibuk bagi keluarga yang punya hajat hendak menikahkan anaknya. Tradisi mantu pada bulan Besar atau Dzulhijjah sudah berjalan sejak lampau, dan hanya masyarakat di tanah Jawa yang menggunakan pertimbangan bulan, hari atau weton ketika hendak melaksanakan pernikahan.

Ada bulan-bulan tertentu yang dianggap masyarakat Jawa paling tepat dan bagus ketika hendak menikahkan anak-anaknya, demikian pula ada bulan yang selalu dihindari. Misalnya, hingga saat kita tidak pernah melihat orang Jawa mantu pada bulan Muharam atau Sura.

Dalam masyarakat kita (Jawa) budaya tolong-menolong sudah sangat melekat dalam kehidupan sehari-hari. Begitu pula ketika ada saudara atau tetangga yang punya hajat mantu anaknya. Bukan hanya tenaga, lazimnya sanak keluarga, tetangga maupun kenalan akan memberikan sumbangan uang yang istilahnya disebut mbecek atau buwoh.

Tradisi buwoh sebenarnya bermaksud meringankan beban yang ditanggung oleh keluarga yang sedang punya hajat, namun tidak bisa dihindari pada akhirnya juga akan menjadi hal yang membebani. Buwoh bukan murni sumbangan. Kebiasaannya, semua buwoh dan bantuan tercatat dan pada waktunya harus dikembalikan.

Buwoh memang bukan hutang yang harus dibayar. Tapi masyarakat kita sudah terbiasa akan mengembalikan semua pemberian tersebut dengan nominal yang sama. Terlepas dari sisi kurangnya, buwoh juga membawa banyak manfaat. Buwoh adalah lambang persaudaraan dan mengeratkan hubungan kekeluargaan. Buwoh bisa menjadi sarana berkumpulnya keluarga besar dan menjalin sillaturrahim.

 

Rabu, 19 Juni 2024

SPK Tulungagung Semakin “Menyala”

 



Apa khabarnya para penulis Sahabat Pena Kita Tulungagung?. Dalam beberapa bulan ini aktivitas menulis di grup WhatsApp SPK semakin menurun. Wajar saja dalam selorohnya Prof.Naim menyentil dengan berkomentar ringkas, semakin “Menyala”. Semua tahu, itu bukan ungkapan pujian melainkan sebuah motivasi agar tetap menulis.

Bila dalam sebulan anggota grup tidak mengirim tulisan, maka dia akan mendapat “hadiah” tanda pentol merah. Semakin banyak tanda merah artinya semakin banyak hutang tulisan yang harus disetor. Dan ternyata, kini semakin banyak yang mengoleksi tanda merah. Hanya sebagian kecil saja teman-teman yang bersih dari warna menyala itu.

Sebenarnya ini fakta yang biasa. Di grup WA menulis yang lain kondisinya juga tidak jauh berbeda. Pada awalnya pasti banyak anggota yang semangat menulis. Lalu kemudian satu-persatu akan berhenti dan tidak pernah muncul lagi. Dan kita tidak pernah tahu apa penyebab utamanya.

Umumnya, mungkin teman-teman sudah mengalami kejenuhan. Atau kemungkinan lain, karena banyaknya kegiatan sehingga tidak sempat lagi menulis. Menulis memang memerlukan jeda. Harus ada waktu kita untuk membaca dan meresapi berbagai peristiwa. Tapi jeda jangan sampai terlalu lama, karena bila terlalu lama akan susah untuk memulai kembali.

Sebagai wadah para pecinta literasi sebenarnya SPK Tulungagung cukup serius mengembangkan potensi menulis anggotanya. Bukan hanya bimbingan via grup WA, namun sering juga ada agenda temu muka, Kopdar misalnya. Untuk agenda Kopdar pusat SPK selalu menghadirkan para penulis-penulis hebat untuk berbagi pengalaman dalam kreativitas menulis.

 

 

Sabtu, 15 Juni 2024

Ngaji, Diskusi dan Ngopi #2

 



Tidak semua orang mampu mengerjakan amal kebaikan secara istiqamah. Shalat malam dan puasa sunah misalnya, kadang dikerjakan dan kadang dalam waktu lama ditinggalkan. Demikian pula menulis, mengaji maupun ke masjid untuk shalat berjama'ah tepat waktu, dan lain-lain, bagi banyak orang masih dianggap berat.

Mungkin karena kesibukan kerja, jenuh, tidak bersemangat, dan terasa berat itulah sebenarnya yang menjadikan seseorang meninggalkan aktivitas yang dianggap baik tadi. Sekali dua kali mungkin masih terasa berat hati, tapi lama-kelamaan orang akan mudah saja meninggalkan sesuatu amal baik. Dikhawatirkan ketika sudah terbiasa, tidak ada lagi rasa menyesal meninggalkan kebiasaan baik yang telah lama diamalkan.

Sebaik-baik amal kebaikan memang yang istiqamah dikerjakan. Ini yang yang harus menjadi motivasi kita dalam beramal. Jadi meski ada rintangan maupun godaan, sekuat mungkin harus diusahakan tetap melaksanakan apa yang sudah menjadi wiridnya (kebiasaan).

Ngaji Bareng Masjid al-Ittihad malam Jumat kemarin menjadi bukti bahwa selama ada niat, amal kebaikan akan tetap dapat dilaksanakan meski ada penghalangnya. Secara mendadak listrik padam menjelang ngaji dibuka. Prof.Mujamil Qomar yang kebetulan menjadi narasumber dengan santai berujar, “Niatnya datang ke masjid kan mengaji, jadi ya harus tetap mengaji”.

Meski hanya dengan penerangan lilin ngaji bareng tetap berjalan. Tidak ada pengeras suara tidak menjadikan jamaah hilang antusias dan khidmahnya. Selama hampir dua jam ngaji berjalan “gayeng” diselingi humor khas Profesor Mujamil. Tepat sesaat kajian selesai, listrik hidup kembali. Seandainya saja malam itu kajian diliburkan dengan alasan listrik padam, mungkin lain kali akan banyak alasan untuk tidak mengaji lagi.

 

Senin, 03 Juni 2024

Bersih Desa

 



Salah satu khazanah budaya Jawa yang hingga saat ini masih dipertahankan di masyarakat pedesaan adalah upacara bersih desa. Pada mulanya sebelum agama Islam masuk, bersih desa merupakan slametan atau upacara adat masyarakat Jawa untuk memberikan sesaji yang berasal dari kewajiban setiap keluarga kepada danyang desa. 

Bersih desa dilakukan oleh masyarakat desa yang bertujuan untuk membersihkan desa dari roh-roh jahat yang mengganggu. Maka sesaji diberikan kepada danyang, karena danyang dipercaya sebagai penjaga sebuah desa. Dengan demikian, upacara bersih desa diadakan di makam danyang. Bersih desa juga dimaknai sebagai ungkapan syukur atas panen padi, maka upacaranya dilakukan setelah panen padi berakhir.

Bersih desa merupakan adat desa yang sudah lama dilestarikan. Bersih desa biasanya diadakan pada bulan Sela yaitu bulan ke-11 Kalender Jawa. Seluruh makanan yang ada dalam upacara bersih desa merupakan hasil sumbangan keluarga-keluarga di desa. Di berapa daerah upacara bersih desa juga dilengkapi dengan pertunjukan wayang semalam suntuk.

Pada saat ini acara bersih desa sudah mengalami beberapa perubahan karena pengaruh ajaran agama Islam. Beberapa tempat melaksanakan upacara bersih desa di masjid tidak lagi di pendopo kelurahan/desa. Adapun isinya adalah doa-doa dalam dalam ajaran agama Islam dan bacaan ayat-ayat al-Quran. Istilah bersih desa masih dipertahankan meski pada intinya adalah doa bersama pemimpin desa (Kades) beserta perangkatnya yang menghadirkan tokoh-tokoh masyarakat dan sebagian warga desa.

Hari Ahad tanggal 1 Juni 2024 kemarin desa kami (Sumberdadi-Sumbergempol) menyelenggarakan bersih desa. Dalam sambutannya Kepala Desa menyampaikan bahwa kegiatan bersih desa bertujuan mendapat rahmat Allah dan dijauhkan dari segala bala musibah. Sudah menjadi agenda rutin tiap tahun desa kami mengadakan acara bersih desa. Sama halnya dengan desa yang lain, juga mengadakan acara yang sama meski caranya berbeda-beda.

Ada satu hal unik yang masih dipertahankan dalam tradisi bersih desa di tempat kami, yaitu hajatan dalam Basa Jawa. Hajatan sebenarnya menguraikan (moco ambengan). Ambengan yang telah disiapkan satu persatu disebut oleh seorang sesepuh yang bertugas kemudian makna dibalik semua (makanan) itu dijelaskan dengan Basa Jawa yang luwes. Sebuah tradisi luhur yang semestinya terus dipertahankan oleh masyarakat desa.

 

 

 

 

Belajar Sepanjang Hayat #2

  Tentu tak akan ada orang yang mau hidupnya merugi. Dan kerugian yang sebenarnya bukan kehilangan materi, namun kehilangan waktu. Bukankah ...