Senin, 08 Juli 2024

Tinta Sang Kiai: Memaknai Hidup Melalui Menulis

 



Seorang Kiai yang ramah dan menyenangkan, begitu kesan pertama yang saya rasakan ketika bertemu dengan beliau. Di saat memasuki rumah sederhana yang rapi kami disambut dengan senyuman yang hangat sambil menyapa dengan akrab seolah kami sudah lama saling mengenal. Beliau adalah pengasuh Pondok Pesantren Darul Istiqomah Bondowoso, KH.Masruri Abdul Muhit, L.c.

Acara Kopdar Sahabat Pena Kita (SPK) ke-11 yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Darul Istiqomah Bondowoso Sabtu 6 Juli 2024, diawali dengan ramah tamah di kediaman pengasuh pondok yakni KH.Masruri Abdul Muhit, L.c.. Sebenarnya pontren telah menyiapkan sarana penginapan berupa asrama yang mirip kamar hotel. Tapi kami tidak sempat memakai istirahat karena rombongan dari Tulungagung tiba sesaat menjelang azan Subuh.

Meski kondisi masih kelelahan, suasana akrab dan sambutan yang luar biasa dari tuan rumah menjadikan kami sangat nyaman. Kedekatan dan suasana kekeluargaan semakin terasa ketika kami dijamu sarapan sembari berbincang-bincang ringan. Tanpa terlihat canggung Bapak Kiai Masruri menemani kami sarapan sambil sesekali bercerita ihwal kegiatan pesantren yang beliau pimpin.

Dari perbincangan momen sarapan dan ngopi bersama beliau saya sedikit tahu tentang sejarah Pondok Darul Istiqomah Bondowoso. Pondok DARIS (Darul Istiqomah) berdiri pada tahun 1994 dengan santri awal 7 anak. Prinsip awal mula mendirikan pesantren adalah mengaji yang menyenangkan. Untuk menarik masyarakat, pesantren menyediakan lapangan sepak bola guna bermain. Bukan hanya santri, masyarakat sekitar pondok juga banyak yang main sepak bola di lapangan yang siapkan pesantren.

Saat ini pondok DARIS telah jauh berkembang. Aset tanah yang dimiliki kini sudah mencapai 10 hektar. Dari lahan seluas itu baru 4 hektar yang digunakan untuk fasilitas bangunan pesantren. Jumlah santri putra dan putri saat ini sudah mencapai 700 anak. Untuk melengkapi jenjang pendidikan di pesantren saat ini Kiai Masruri sedang mendesain untuk berdirinya perguruan tinggi di lingkungan pondok.

Sudah pasti, sebagai pengasuh pondok pesanteren Kiai Masruri sangat sibuk. Namun beliau tetap rajin menulis. Beliau mengaku bukan penulis yang baik, karena kebanyakan karyanya hanya sekedar cerita tentang pengalaman hidup. Tapi tekad beliau menulis terus terjaga karena beliau meyakini setiap tulisan pasti ada pembacanya. Meski mengaku bukan penulis yang baik nyatanya beliau adalah penulis yang menghasilkan milyaran rupiah. Menurut cerita beliau, pernah ada orang yang wakaf tanah satu hektar gegara tersentuh membaca buku yang beliau tulis.

Pertemuan dengan pengasuh pontren DARIS, KH.Masruri Abdul Muhit, L.c membuat saya terkesan dan merenung panjang. Sosok beliau yang bersahaja membuat saya kagum. Sebagai pengasuh pondok sebesar itu sebenarnya beliau bisa tampil serba mewah, namun justru sebaliknya. Kecintaan beliau pada dunia literasi menginspirasi kita semua, bahwa menulis adalah salah jalan agar hidup kita lebih bermakna.

4 komentar:

Belajar Sepanjang Hayat #2

  Tentu tak akan ada orang yang mau hidupnya merugi. Dan kerugian yang sebenarnya bukan kehilangan materi, namun kehilangan waktu. Bukankah ...